Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2019

QURBAN BAYRAMI

Kembang Kuburan Bayu, tell me what’s kembang kuburan? GOODBYE Blue Mosque meluncur begitu saja setelah puas menikmati kemegahannya luar dalam. Dari kaca jendela bus, saya masih saja memandangi Blue Mosque seakan tak ingin beranjak dari pelatarannya. Rasanya waktu teramat kejam merenggut paksa kebersamaan untuk makan siang. Tentu setelah lapar terpuaskan, pun tak mungkin kaki melangkah lagi buat yang kedua kali ke Blue Mosque.

QURBAN BAYRAMI

Jumatan di Masjid Biru Setiap apa yang terlihat di Barat mengukuhkan bahwa Barat telah berhutang kepada peradaban Arab Islam. Abad pertengahan memang panggung kejayaan bagi peradaban Islam. Peradaban Islam menjadi kiblat dan rujukan bagi Eropa Kristen dan Yahudi saat itu. Dimulai dari Baghdad sampai ke Spanyol, Islam mewariskan kekayaan budaya bernilai tinggi yang diadopsi dunia dalam bidang ilmu pengetahuan, seni budaya dan arsitektur, serta sistem sosialnya yang egaliter. Para ilmuan muslim mewariskan literasi kedokteran, matematika, astronomi, filsafat, kimia, optik, botani, sejarah, geografi, disamping ilmu bahasa, tafsir, fiqih, hadits, dan tasawuf yang spesifik mengulas tentang ke-Islaman. Khusus ilmu-ilmu seperti matematika, kedokteran dan lain-lain itu diadopsi peradaban Barat yang mengantarkan mereka bersorak sorai menikmati aufklarung dan renaisans.

RAYYA Bag. 3

Insiden di Meja Makan Sesudah makan semua anak laki-laki yang bikin ulah dihukum. Husin mengisi bak mandi sampai penuh. Dayat mencuci piring. Salam dan Said membelah kayu bakar. Ahlan dan Muhajir memandikan sapi. Malamnya sehabis shalat Maghrib, Husin, Ahlan, dan Dayat dinasehati nenek. Umi dan saudara-saudara perempuannya menguping.  LAIN waktu, ada cerita Umi yang amat menggelikan. Cerita tentang suasana waktu makan siang. Aku tertawa terpingkal-pingkal. Waktu itu, empat belas anak nenek hadir berkumpul karena hari sedang libur sekolah. Cerita Umi ini benar-benar membuatku seolah hadir di tengah-tengah mereka saat peristiwa itu berlangsung. Aku seperti merasakan kegaduhan khas anak-anak keluarga besar yang tengah makan siang. Seumur hidup, aku tidak bisa melupakan cerita ini.

QURBAN BAYRAMI

Mehmed dan Konstantinopel Apabila dunia ini adalah sebuah negara maka tempat yang paling layak sebagai ibukotanya adalah Konstantinopel.  BYZANTIUM, Konstantinopel, begitulah dahulu orang menyebutnya. Sedikit kisi-kisi tentang Konstantinopel perlu saya singgung.

RAYYA Bag.2

Nenek Umiku anak ke-12. Kata Umi, keturunan keluargaku memang subur-subur. Kakak perempuan tertua Umi saja punya empat belas orang anak. Ups! Itu hampir menyamai rekor nenek. Aku surprise. Nenekku sendiri adalah anak pertama dari dua belas orang bersaudara. Hmmmmm, benar-benar gen yang subur. Aku berharap, kelak aku juga menjadi wanita subur yang punya banyak anak seperti nenek. Nenekku guru ngaji. Termasuk yang sedikit dari orang kampungku yang mahir membaca Qur’an waktu itu. Boleh dikata, para gadis di kampungku yang seusia Umi dan generasi di atasnya, mengaji dengan nenek. Istilahnya ngaji lekar. Nenek menyediakan waktu malamnya mengajari generasi kampungnya melek Al-Qur’an.

QURBAN BAYRAMI

12 Jam di Atas Awan This aircraft was thrown several feet because of comulus cloud. Please calm down. Everything will be fine. Enjoy this flight TURBULENSI dan jatuh momok di atas pesawat. Penerbangan domestik yang kadang ditempuh kurang dari satu jam saja, momok itu baru hilang saat roda pesawat menyentuh landasan landing. Bagaimana harus melewatinya dalam hitungan dua belas jam?

QURBAN BAYRAMI

Mendadak Muthawif Tubuh terasa melayang. Air mata meleleh. Tangan refleks bertakbir lalu sujud syukur diiringi deru mesin pesawat Turkish. Di sela sujud syukur yang syahdu itu, saya berbisik, “Nyonya, saya sudah di Madinah. MENJADI khatib Jumat, I’dain (dua hari raya), atau Khusufain (gerhana matahari dan bulan) sekaligus menjadi imam meskipun dadakan, bisa jadi saya siap jika keadaan benar-benar memaksa. Sejak masih di bangku Madrasah Aliyah, saya ingat betul, guru saya Ustadz Drs. Slamet Suryanto (Allahuyarhamuh; semoga Allah merahmati dan melapangkan kuburnya) sudah menanamkan tanggung jawab bahwa seorang siswa Madrasah Aliyah Al-Hamidiyah harus punya nyali buat berkhutbah. Beliau memberi gambaran situasi, “Jika misalnya pada satu masjid di hari Jumat khatib berhalangan, waktu Jum’at sudah lewat masuk, jamaah sudah gelisah, tetapi tidak ada satu pun jamaah yang mampu menggantikan berkhutbah sedangkan Anda ada di sana, naiklah ke mimbar. Sempurnakan rukun Jumat hari itu.”

RAYYA (Bag. 1)

Prolog Ini adalah kisah Rayya. Gadis kecil yang ceria. Hidup dalam keluarga sederhana, bahagia, dan melimpah kasih sayang.  Di bawah asuhan Hanifah dan Fathullah, sejak kecil, Rayya sudah diperkenalkan nilai-nilai kehidupan, akhlak, serta tanggung jawab sebagai seorang muslimah. Kelak, pengajaran ini menjadi pondasi kukuh bagi jiwanya yang tak henti dihempas badai.

QURBAN BAYRAMI

Berkah Menulis “Saya ingin meluluskan cita-cita itu, Pak. Tetapi bukan haji, hanya umrah.”  SETIAP peristiwa hampir selalu bersanding dengan jalan pengantar. Hanya saja, tidak setiap pengantar selalu membutuhkan alasan. Begitulah kosakata Qurban Bayrami menjadi pengantar yang tidak membutuhkan alasan bagaimana saya bisa berkunjung ke Turki. Setidaknya alasan itu penting untuk memuaskan rasa penasaran. Saya sendiri penasaran, bagaimana bisa ke Turki? Di sinilah alasan bersanding dengan sebab, sebab hampir mustahil bila ukurannya adalah isi dompet, impossible saya bisa pergi ke sana.

QURBAN BAYRAMI

I Love Turkey "Mulanya hanya kosa kata, lalu dia menjadi bayi yang lucu. Pada Ahad pagi, 20 Desember 2007, kosa kata itu betuah untuk kali pertama. Saya tidak tahu, skenario Allah berjalan begitu sangat sempurna bagi kelahiran anak ketiga saya."  I LOVE Turkey bukan berarti nasionalisme saya atas Indonesia kalah dengan Turki. Meski saya tidak terlalu suka dengan teriakan “NKRI Harga Mati”, atau “Saya Indonesia” bukan alasan I Love Turkey sudah cukup dijadikan indikasi bahwa saya warga negara radikal, musuh negara. Indonesia bukan harga mati, juga bukan kita atau saya. Indonesia itu nama negara. Saya lahir dan besar di Indonesia, bahasa saya Bahasa Indonesia, KTP saya dan paspor saya Indonesia, mau apa lagi? Kalaupun dipaksakan saya radikal, saya juga berhak memaksa makna radikal itu sesuai keinginan saya. Radikal bagi saya adalah ‘rasional, terdidik, dan berakal’. Boleh, kan?

QURBAN BAYRAMI

Prolog "Jangan coba-coba tafsirkan senyum gadis itu. Saya beri tahu, apa pun tafsiran Anda tentang arti dari senyumannya itu, ia tetap menjengkelkan. Ada sekali yang saya ingat kejengkelan itu terjadi sebab nasib mempertemukan kami lagi di lain kesempatan. “Eh, kamu yang ketemu waktu ngarit, ya?” Nah, langit terasa runtuh tahu saat dia mengatakan itu. Ya, Allah, mengapa takdir sekejam ini? INI catatan atas anugerah ‘hidup biasa’ sepanjang yang telah saya habiskan. Boleh dikata, terlalu biasa bila diteropong dari semua sudut. Bisa jadi karena terlalu biasa, menjadi sangat membosankan untuk diikuti. Tidak penting. Untuk apa hal biasa dibagi-bagi ke khalayak? Buang waktu. Harusnya yang luar biasa dong? 

KEBEKUAN UKHUWWAH

Abdul Mutaqin (Guru Sejarah Kebudayaan Islam, Kepala UPT Perpustakaan Madrasah Pembangunan UIN Jakarta) HARI-hari ini begitu melelahkan nalar. Banyak hal yang membuat sakit hati datang beruntun. Ambiguitas begitu gampang muncul dari sumber paling dekat di sekitar kita. Kadang begitu menusuk, mengoyak jantung sampai ke dasarnya yang paling dalam. Luka yang ditimbulkannya sukar ditutup perban argumentasi. Darah yang keluar memerahkan hampir semua dinding luka yang menganga.

LECTURE WITH IMAM SHAMSI ALI

Abdul Mutaqin (Guru Sejarah Kebudayaan Islam, Kepala UPT Perpustakaan Madrasah Pembangunan UIN Jakarta) SHAMSI Ali; Grand Imam Islamic Cultural Center, New York, 96th Street and 3rd AV Manhattan. Ketua Yayasan Masjid Al-Hikmah, Queen, New York. Direktur Jamaica Muslim Center New York. Anggota Board of Directors dan Senior Vice Chairman The Muslim Foundation of America, Inc. Pendiri The Imams Council of New York City (ICNYC). Ambassador of Peace dari International Religious Federation pada 2002. Anggota Majelis Syuro para imam di New York.

JAGO HAFALAN

Tuhan memberi manusia potensi mengingat. Ia menjadi perangkat hidup sangat penting. Bayangkan jika manusia tidak dilengkapi kemampuan mengingat. Memang, ingatan harus dilatih dengan menghafal. Jika tidak, potensi itu tak terbangun, yang ada jadi pelupa. Karena itu, jangan 'musuhi' anak jago menghafal. Jangan remehkan, itu sama saja menghina potensi dari Tuhan. "Ini abad milenial, Kiai. Menghafal tidak penting," kata Si Panjul. "Terserah elu dah, Njul." "Yang terpenting itu pemahaman, bukan hafalan." "Lo buang aje sono ingetan lo!" "Ya tidak begitu juga kali, Kiai." "Yang penting kan pemahaman, Panjul!" Qiqiqiqiqiqiqiq. Si Panjul mulain keder. Dia pikir pemahaman brojol dengan sendirinya, sama sekali lepas dari ingatan buah menghafal. "Pagimane pun, mo milenial kek, mo jadul kek, ngapal itu penting." "Ya terserah Kiai Adung, lah. Kita memang seperti Kutub Utara dan Kutub Selatan. Tid

MENULIS DI ATAS GUNUNG

Abdul Mutaqin (Guru Sejarah Kebudayaan Islam, Kepala UPT Perpustakaan Madrasah Pembangunan UIN Jakarta). UDARANYA bersih, segar. Hawanya sejuk. Tanahnya rimbun oleh pepohonan. Beberapa bagian dari konturnya masih berupa hutan, lembah, dan ngarai. Pada ketinggian tertentu, jurang menganga, topografi khas daerah pegunungan. Suara tonggeret bersahutan memecah sunyi.

Islam dan Akar Tradisi Literasi

Abdul Mutaqin  (Guru Sejarah Kebudayaan Islam, Kepala UPT Perpustakaan Madrasah Pembangunan UIN Jakarta) Iqra dan Literasi Arab Pra Islam Tiga bulan lalu, tepatnya Ahad 8 September 2019, diperingati sebagai hari Literasi Internasional. Literasi Internasional mengingatkan kita pada tugas manusia di seluruh dunia bahwa manusia mengemban tugas literasi; literasi kehidupan. Literasi kehidupan sejak awal manusia ada sudah berjalan alamiah. Prosesnya sangat sederhana, hanya sebatas memberi pemahaman "bagimana bisa bertahan hidup di alam bebas". Lihatlah video  manusia purba di YouTube atau yang semisalnya, di sana tergambar jelas literasi kehidupan berupa teknik bertahan hidup. Teknik itu diwariskan secara turun temurun. Itulah literasi.

DUTA LITERASI KOSAKATA

Memahami sebuah wacana, bermula dari mengerti kosakata. Tidak bisa tidak, sebab pesan dalam sebuah wacana akan menjadi kabur apabila kehilangan satu saja makna kosakata di sana. Bayangkan apabila wacana tersebut menyangkut persoalan penting, maka hal penting itu menjadi sia-sia. Andaikan saja hal penting itu terkait pada soal ujian, bisa dibayangkan, bisa jadi ada dua kegagalan di sana; kegagalan memahami maksud soal ujian, dan kegagalan menjawab soal ujian dengan benar.

Relasi Masa Silam

Bahagia itu kadang sangat sederhana. Hanya dengan sapaan, "Bapak apa kabar? Gemuk ya, sekarang?" sudah cukup mengubah suasana hati dalam sekejap. Apatah lagi dilontarkan dari orang-orang yang pernah mengisi pengalaman hidup masa lalu yang amat berharga. Mereka, tiga perempuan muda berhamburan, berlari kecil memanggil-manggil saat saya melintas di depan madrasah penuh kenangan. Saya menoleh. Saya kenal wajah-wajah itu. Mereka guru-guru pejuang dengan gaji bersahaja, namun tetap semangat agar madrasah tetap bernapas, madrasah di mana dahulu saya mengajar mereka dua puluh empat tahun silam. Sekarang mereka mengikuti jejak menggantikan peran saya di depan kelas, duduk di kursi yang dahulu mereka sapu dengan kemoceng sebelum saya duduki dan memulai appersepsi . Saya tersenyum bahagia menyambut panggilan itu. Dibawanya saya ke ruang guru. “Ini guru saya,” kata kepala madrasah memperkenalkan pada seisi ruang. Lalu, yang satu sibuk menawarkan kopi, yang lain sibuk mencarikan

Komik Geng Santri Kocak

Di Sekolah Dasar Islam Terpadu Ummu Kultsum, terdapatlah sebuah kelas 3 yang berisikan anak-anak jail yang tergabung dalam "geng kocak". Mereka adalah Syifa, Greges, Empi, Akiem, Boim, Darsi, Doni, Nyaho dan Dudung. Dipimpin Syifa yang juga anak dari Kyai Adung yang kondang, geng kocak berhasil membuat para guru speachless dengan celoteh mereka yang konyol, tapi benar dan ada ilmunya. Yuk ikuti polah geng kocak, mulai dari dilema bacaan doa pembuka pertemuan, sejarah pangeran Dipenogoro, sampai lomba pidato bahasa Arab. Dari penulis buku Rehat Bersama Kyai Kocak, Kyai Kocak vs Liberal.

Kain Ihram Anak Kampung

Rahadian Muhajir Yastriba, seorang anak kampung yang miskin. Meski begitu, kemiskinan tak menjadi penghalang bagi Rahadian untuk mewujudkan mimpi terbesarnya, menjadi tamu Allah di Baitullah. Lewat perantara Pak Guru Mahfudz, guru agama di sekolahnya, Rahadian mengenal setiap jengkal Baitullah melengkapi gambaran dalam impiannya. Begitu lihainya beliau menceritakan detai perjalanan yang dilakukan oleh jamaah haji dan umrah, hingga seolah-olah Rahadian bisa merasakan harumnya tanah haram, nikmatnya kalimat talbiyah, indahnya tawaf juga lezatnya air Zamzam.

KETIKA LANGIT RUNTUH

Darwisy adalah buah hati Ningrum dari pernikahannya dengan Markam. Ningrum dan Markam membangun keluarga mereka dalam paham kebebasan. Mereka berdua adalah aktivis pengagung liberalisme yang gencar mencela Islam. Segala hal yang berbau Islam mereka hindarkan. Namun, Darwisy tidak sepenuhnya sependapat dengan pemikiran kedua orangtuanya. Darwisy memang remaja yang cerdas, santun, dan memiliki pemikiran yang lurus. Ia bahkan berhasil mengetuk hati ibunya untuk kembali kepada fitrahnya dan menerima Islam seutuhnya dan sebenar-benarnya.

MANDI CAHAYA REMBULAN

Bayram Abqori, anak miskin Kampung Pesisir di Depok. Ketika mengandung Qori, ibunya bermimpi melihat rembulan jatuh di atas genting rumahnya. Cahayanya menembus celah bilik bambu rumahnya. Ibu Qori selalu berdoa agar Qori menjadi cahaya rembulan bagi kegelapan manusia, sesuai mimpinya.

Sebab Kau Bukan Diriku

Tiap kali Hari Guru bergaung, perasaan laki-laki itu selalu perih. Dia selalu teringat pada sosok renta 85 tahun yang terlupakan. Sosok renta itu memang bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa bagi orang lain, namun baginya dia sesungguh-sungguh Pahlawan Tanpa Tanda Jasa.

DYAH (Bagian 4 habis)

Aku dan putriku terlelap sepanjang perjalanan. Suara mesin kereta dan lindasan roda besi seperti lenyap ditelan mimpi. Hanya sesekali guncangan kecil yang sedikit menyadarkan kantuk, tapi lebur kembali dalam lelap. Jarak Jakarta-Jogja di atas kereta seperti bukan dominasi bosan yang kerap harus dibunuh dengan cemilan, kopi, atau browsing menunggu kantuk. Hingga saatnya tiba, delapan jam perjalanan ke Jogja terasa singkat. Tahu-tahu kereta sudah hampir sampai di Stasiun Tugu.

Kiai Kocak VS Liberal Ronde#4

Ehm..Kali ini Kiai Adung akan lebih sering berjibaku dengan "masalah" perempuan. Mengapa? Karena persoalan hidup. Tak ada hidup jika tidak ada perempuan. swit swiw..! Terlebih,aspek kehidupan. Mulai dari urusan "mempercantik diri" sampai urusan epoleksosbud dan agama pun melibatkan perempuan. Hanya saja sekali lagi, perempuan-perempuan yang dihadapi Kiai Adung kali ini adalah perempuan " Liberaliyah"

Kyai Kocak VS Liberal Ronde#3

"Virus opini Pilpres kemarin ini benar-benar ampuh. Saking ampuhnya, orang-orang terkena serangan 'demam' kampanye. Pedagang kuli, karyawan, mahasiswa, relawan dan takrelawan, budayawan, gerombolan Sepilis, politisi, doses, semua ikut demam. Saat demam menyerang, omongan seorang dosen pun seperti bukan omongan orang berpendidikan. Kata tolol, dungu, pandir, bodoh, keluar dari lidahnya. Mungkin karena demamnya terlalu tinggi, omongannya ngaco pangkat sepuluh. Dan meski masa kampanye sudah lewat, ternyata para 'pasien' lanjut demamnya sampai sekarang. Waduh!

Kiai Kocak VS Liberal Ronde#2

"Perlu juga pendekatan santai dan humor dalam meruntuhkan argumen Liberal yang suka membela aliran sesat di Indonesia. Saya mengagumi setiap dialog Kyai Kolot dengan para aktivis Liberal di dalam buku ini. Selamat membaca.” (Fahmi Salim, Wakil Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI), Anggota Pengkajian MUI Pusat)

Kiai Kocak Vs Liberal

Ya, Allah, semoga saudara-saudaraku para pemikir Liberal itu bisa benar-benar “liberal” dari paham Liberal. Tunjukilah kami jalan yang lurus, jalan orang-orang yang Kau beri nikmat. Amin. ~ Kyai Adung "Di samping buku-buku akademis-ilmiah, buku semacam ini diperlukan karena kaum Liberal memang menggunakan segala cara untuk memukau dan menyesatkan manusia. Buku ini menyajikan logika dan cara mudah dalam mematahkan logika-logika liberal yang terkadang menyilaukan banyak orang." ~ Dr. Adian Husaini, Ketua Program Doktor Pendidikan Islam Universitas Ibnu Khaldun, Bogor Nih buku asli penting banget! Alhamdulillah ada juga yang care sama bahaya paham kebebasan. Bahasanya gaul, tapi nggak alay. Cerdas, tapi santai. Bacaan wajib anak muda. Kocak dobel kuadrat! ~Wawan Kungkang, Komikus Buku ini berhasil mematahkan kekonyolan ide-ide kelompok liberal dengan humorhumor segar, menggelitik, dan menohok. Para pengasong paham liberal dijamin KO sambil nyengir kuda!

Musibah

Kiai Adung kali ini bener-bener sewot. Kok, tega-teganya pernikahan baginda Rasulullah SAW dan Sayyidah Aisyah RA dinarasikan begitu miring dan ditertawakan berdasar persepsi akal-akalan hanya karena persoalan umur.

DYAH (Bagian 3)

SEBELUM boarding pass, kuperiksa tiketku berulang-ulang. Aku ingin memastikan bahwa malam ini aku dan putriku benar-benar menikmati perjalanan Pasar Senen-Jogja dengan nyaman, tak diganggu lagi persoalan misschedule tak penting. Aku tidak membayangkan jika saja di boarding pass terjadi kebalikannya seperti kemarin malam, mending kiamat dipercepat saja sekalian. Jadwal keberangkatan keretaku masih satu jam kurang lima menit. Masih cukup waktu untuk menikmati sejenak suasana malam stasiun Pasar Senen sambil menyesap kopi panas di kedai stasiun. Tetapi aku memilih boarding lebih awal dan menikmati kopi panas di bangku peron saja karena malam itu stasiun terlalu ramai, lebih ramai dari malam kemarin. “Ayah, kopinya,” kata putriku setelah kami duduk di bangku peron. Kuraih kopiku. Kusesap tegukan pertama perlahan. Saat cairan hitam pekat dengan aroma khas itu melewati kerongkonganku, rasa hangatnya seketika menjalar, merambat memenuhi pori-pori. Tubuhku seakan tersihir oleh ef

DYAH (Bagian 2)

ENTAH di mana Dyah sekarang. Aku ingat-ingat, sudah hampir dua puluh tahun lebih aku tidak menjumpainya lagi di stasiun sejak aku lulus kuliah. Hari ini aku merindukannya karena putriku menjadi jembatan penghubung kenangan itu. Hari terakhir bertemu Dyah, usianya lebih kurang seumuran putriku sekarang. Aku benar-benar rindu warna rambut dan suara cengkoknya saat ia mengamen. Lebih-lebih, aku rindu pikiran dewasanya. Aku merasa Commuterline masih melaju kencang. Aku tengah terbuai melamunkan Dyah. Hingga kecepatan kereta mulai diturunkan masinis, aku masih melamunkan gadis itu yang kubayangkan dia sudah menjelma menjadi gadis dewasa.  Suara gesekan roda kereta di atas rel berdenyit, disusul aroma besi terbakar menyeruak menyadarkanku. Rupanya stasiun tujuanku sudah hampir sampai. Commuterline melambat. Tapi aku masih seperti sedang bercengkrama dengan Dyah, sementara putriku sudah berdiri bersiap-siap untuk turun. “Ayah, sudah sampai!” seru putriku mengingatkan. “Oh! Su

DYAH

TIAP kali aku menginjakkan kaki di stasiun kereta Depok Baru, ingatanku pada gadis kecil berambut pirang menyeruak kembali. Rambut pirangnya lah kesan pertamaku yang tak pernah aku lupa. Aku tak tahu, apakah rambut pirangnya bawaan lahir, atau karena terpapar matahari setiap hari sehingga sewarna dengan rambut jagung. Kedua, suaranya itu loh, bagus sekali.

NABI, PEMBAHARU, DAN PERADABAN

HAMPIR tidak ada peradaban di muka bumi yang tidak pernah bersentuhan dengan era kenabian. Dalam sejarah, memang ada yang dinamakan fase ‘fatrah’ atau fase kekosongan dari diutusnya seorang nabi ke tengah-tengah peradaban manusia. Tetapi, masa itu segera berlalu dengan kedatangan utusan Tuhan untuk mengambil alih peradaban yang kering dari nilai-nilai ketuhanan.      Menurut riwayat, 124 nabi dan 313 rasul telah diutus ke tengah-tengah umat manusia. Dari sekian banyak nabi dan rasul itu, 25 di antaranya disebutkan dalam Al-Quran. Para nabi dan rasul itu menyebar di wilayah Jazirah Arabia, Mesir, Syam, Palestina, serta Irak. Nabi Adam, Hud, Saleh, Ismail, Syuaib, dan Nabi Muhammad SAW diutus di wilayah Jazirah Arabia. Yusuf, Musa, dan Harun diutus di wilayah Mesir. Luth, Ishak, Ya’kub, Ayub, Zulkifli, Daud, Sulaiman, Ilyas, Ilyasa, Zakaria, Yahya, dan Isa diutus di Syam dan Palestina. Sedangkan Idris, Nuh, Ibrahim, dan Yunus diutus di wilayah Irak.