Langsung ke konten utama

NABI, PEMBAHARU, DAN PERADABAN

HAMPIR tidak ada peradaban di muka bumi yang tidak pernah bersentuhan dengan era kenabian. Dalam sejarah, memang ada yang dinamakan fase ‘fatrah’ atau fase kekosongan dari diutusnya seorang nabi ke tengah-tengah peradaban manusia. Tetapi, masa itu segera berlalu dengan kedatangan utusan Tuhan untuk mengambil alih peradaban yang kering dari nilai-nilai ketuhanan.
     Menurut riwayat, 124 nabi dan 313 rasul telah diutus ke tengah-tengah umat manusia. Dari sekian banyak nabi dan rasul itu, 25 di antaranya disebutkan dalam Al-Quran. Para nabi dan rasul itu menyebar di wilayah Jazirah Arabia, Mesir, Syam, Palestina, serta Irak. Nabi Adam, Hud, Saleh, Ismail, Syuaib, dan Nabi Muhammad SAW diutus di wilayah Jazirah Arabia. Yusuf, Musa, dan Harun diutus di wilayah Mesir. Luth, Ishak, Ya’kub, Ayub, Zulkifli, Daud, Sulaiman, Ilyas, Ilyasa, Zakaria, Yahya, dan Isa diutus di Syam dan Palestina. Sedangkan Idris, Nuh, Ibrahim, dan Yunus diutus di wilayah Irak.

Peradaban Tua

SEBELUM Islam hadir dan membentuk tatanan peradaban maju di dunia, sudah berkembang peradaban tua dengan karakteristik masing-masing. Pada masanya, peradaban-peradaban tersebut menorehkan prestasi dan meninggalkan jejak peradaban fisik yang mengagumkan dengan segala kemegahannya. Itulah peradaban Yunani, India, Persia, dan Romawi.
Peradaban Yunani mewariskan bidang filsafat. Ia banyak melahirkan para filosof yang bijak bestari. Peradaban India menjulang dalam bidang kedokteran, matematika, dan astronomi. Peradaban Persia unggul dalam politik, ketatanegaraan, dan teknik peperangan. Sedangkan Romawi terdepan dalam peradaban politik kekuasaan.
     Romawi bahkan begitu digdaya. Para pemikir dan simbol kejeniusan lahir di sana. Tak pelak, peradaban mereka begitu masyhur dalam undang-undang ketatanegaraan baru di kalangan masyarakat dunia. Mereka mampu membuat undang-undang yang mengatur hubungan individu dan masyarakat disertai gambaran hak dan kewajiban masing-masing. Tak heran, Romawi menjadi kiblat dan menguasai Eropa kira-kira selama dua kurun sebelum kelahiran Nabi Isa AS. Bukan hanya Eropa, Romawi leluasa berekspansi keluar menduduki Syiria pada 65 SM dan menguasai Mesir pada 30 SM.
     Namun tak dapat dipungkiri, di balik kemegahan fisik peradaban-peradaban besar itu, menganga jurang yang sangat dalam yang mereka tinggalkan. Peradaban Yunani yang terlalu memuja akal dan kebebasan, akhirnya tidak mengenal akhlak dan anti kemanusiaan.
Kondisi demikian juga dialami peradaban India yang meninggalkan beban kemanusiaan yang amat berat. Mereka dengan sadar membagi-bagi manusia dalam kasta-kasta yang merendahkan martabat satu manusia dan mengangkat derajat manusia lain terlampau tinggi. Akibatnya sesama manusia tidak direstui berada dalam relasi sejajar karena cap manusia kasta rendahan dan manusia kasta tinggi. Kasta-kasta itu dipelihara sedemikian rupa bahkan menjadi rujukan undang-undang negara, undang-undang peradaban.
     Peradaban Persia tidak kalah rusaknya sebab terlalu mendewakan syahwat dan kemewahan, suka berperang, dan mengultuskan kerajaan. Yazdajird II yang memerintah di akhir kurun kelima Masehi misalnya, dia menikahi putrinya sendiri dan kemudian membunuhnya. Bahram Jubain yang berkuasa pada kurun keenam pun demikian sebab menikahi saudara perempuannya sendiri. Tentu semua itu dilampiaskan atas nama kekuasaan dan syahwat yang tanpa kekang.
   Peradaban Romawi yang dibangun di atas kebebasan bertindak melenyapkan dasar-dasar keutamaan dan meruntuhkan pilar-pilar akhlak. Tidak heran bila Romawi tidak pernah punya urusan buat memberikan kemajuan pada wilayah taklukannya. Yang berlaku, wilayah-wilayah taklukan dipaksa tunduk pada undang-undang Romawi. Tinggallah negara-negara taklukkan itu hidup dalam ketertindasan di bawah kekejaman Nero; sang Kaisar Romawi.
     Perbudakan merupakan jejak sejarah paling brutal pada peradaban Romawi. Bagaimana tidak, perlakuan buruk pada budak dilegalkan undang-undang negara. Manakala seorang budak tidak menjalankan tugasnya, tuannya akan membunuhnya. Diceritakan, seorang bernama Agustus telah menangkap 30.000 budak yang melarikan diri lalu menyalibnya karena tidak dicari oleh tuan sang pemilik budak-budak itu. Pada 61 M, Pedanius Secundus memutuskan membunuh 400 budak miliknya dengan alasan meminimalisir budak dari anggota Majelis Tinggi.
Kasus Pedanius Secundus menunjukkan bahwa jumlah budak pada masa Romawi gila-gilaan. Banyak sejarawan menyebut, pada masa itu jumlah budak di Kerajaan Romawi melebihi jumlah dari orang merdeka.
     Semua perlakuan kejam kepada para budak itu dianggap sebagai bukan tindakan kejahatan karena undang-undang Romawi membenarkan bagi para tuan hak untuk membunuh atau membiarkan budaknya tetap hidup. Dan di akhir kurun keenam, peradaban Romawi benar-benar berada pada kerusakan sampai titik yang terendah. Begitulah jejak-jejak peradaban besar itu meninggalkan aib kemanusiaan yang memilukan di balik kemegahan dan gemerlapnya capaian fisik yang mengagumkan.
     Begitulah. Peradaban dunia secara umum benar-benar rusak yang merasuk dalam setiap sisi kehidupan politik, ekonomi, masyarakat, agama, dan budaya. Tidak ada masyarakat yang berdiri di atas dasar-dasar akhlak dan kemuliaan. Tidak ada mahkamah yang menegakkan dasar-dasar keadilan dan rahmat. Tidak ada pula pemimpin yang membangun di atas ilmu dan hikmah. Tidak pula agama sahih dari jejak-jejak para Nabi. Selebihnya, manusia tenggelam, centang perenang dalam lautan khurafat dan tahayul, terperosok menyembah batu-batu, matahari, bulan, dan api hingga hewan. Tidak ada hukum syariat yang memutuskan perkara kecuali hukum rimba. Manusia seperti terperangkap dalam labirin kegelapan peradaban dan tidak menemukan akhir kesudahan dan tidak pula jalan keluar. Sekali lagi, begitulah. Begitulah peradaban manusia pada dua kurun kelima dan keenam sesudah kelahiran Masehi. Dunia dalam kondisi kritis di atas jurang kehancuran karena akidah-akidah yang menentukan tegaknya peradaban telah hancur musnah. Kota besar menjadi ketua atas perpecahan dan penjajahan. Kabilah-kabiah saling berperang dan membunuh. Tidak ada undang-undang dan aturan. Ibarat pohon, muncul segala jenis kerusakan mulai dari akarnya.

Arabia Menjelang Kelahiran Nabi

DI Jazirah Arabia, beberapa saat sebelum kedatangan Islam, peradaban tidak lebih baik dari peradaban di belahan dunia lain. Masyarakat Arab saat itu disebut berada dalam masa kegelapan, masa jahiliyah. Salah satu alasan mereka disebut berada pada masa jahiliyah karena mayoritas mereka menyembah berhala.
     Orang yang paling bertanggung jawab memperkenalkan penyembahan berhala kepada bangsa Arab adalah Amir bin Luhay al-Khuza’i, salah seorang pembesar suku Khuza’ah. Saat pulang dari Syam, Amir membawa kenang-kenangan berupa berhala dari suku Amaliqah. Berhala itu diberi nama Hubal dan ditempatkan di tengah-tengah Ka’bah. Amir kemudian memengaruhi orang-orang Mekah buat menyembah Hubal sebagai perantara yang diyakini bisa menjadi penghubung antara mereka kepada Tuhan. Inilah berhala pertama Bangsa Arab yang paling besar dan paling suci menurut mereka.
     Dari waktu ke waktu, bangsa Arab semakin menghormati berhala. Mereka menyimpannya di rumah-rumah dan di sekitar Ka’bah. Tidak heran, di sekitar Ka’bah kala itu terdapat 360 berhala. Terkikislah warisan agama Nabi Ibrahim AS dari kehidapan masyarakat Arab kala itu.
Meskipun demikian, spirit agama hanif warisan Nabi Ibrahim AS kepada anak cucunya di tanah Arabia masih belum padam sama sekali jejak-jejaknya. Beberapa pemuka Arab menunjukkan kebencian mereka kepada penyembahan berhala. Mereka selalu menyingkir tiap kali di hari raya kaum Quraisy berkumpul memuja berhala-berhala itu. Mereka meyakini bahwa apa yang dilakukan kaumnya itu sia-sia dan menyalahi agama Ibrahim. Batu yang mereka sembah itu tidak mendengar juga tidak melihat, tidak mendatangkan manfaat dan tidak pula mampu mendatangkan bahaya. Bahkan mereka bersumpah demi Allah sesungguhnya kaum Quraisy tidaklah beragama.
     Para pemuka Arab itu lalu berpencar untuk mencari agama Ibrahim. Di antara mereka itu ada Abdullah bin Jahsy bin Rabab, Utsman bin Huwairits, Zaid bin Amru bin Nufail; sepupu Umar bin Khattab RA yang dibunuh kaum Nasrani di Syam saat ia pergi mengembara mencari agama baru. Ada pula Abu Anas Qais bin Sharmah dan Umayyah bin Ubay bin Shalt. Umayyah bin Ubay bin Shalt seorang intelektual bangsa Arab yang sudah membaca kitab-kitab suci. Dia sangat membenci penyembahan berhala. Dia bahkan sudah memberi kabar kepada orang-orang bahwa seorang nabi akan segera diutus pada masa kehidupannya. Satu lagi yaitu Qais bin Saidah al-Ayadi. Qais mengaku menyembah Tuhannya Ibrahim. Ketika Nabi SAW datang ke Madinah, Qais memeluk Islam dan menjadi muslim yang taat.

Muhammad SAW dan Peradaban Akhlak

MUHAMMAD SAW diutus sebagai rasul terakhir membawa risalah yang menawarkan pegangan hidup, norma, hukum, nilai-nilai kemanusiaan dan ketuhanan, serta peradaban mulia. Belia juga diutus sebagai rahmat bagi alam semesta. Beliau datang bagai angin revolusi yang menenggelamkan khurafat yang bercokol di pusat tanah suci yaitu Ka’bah. Beliau yang pada tahun ke-8 H (630 M) membuka Fathu Makkah, masuk ke dalam Ka’bah dan dengan tangannya sendiri menghancurkan berhala-berhala dan membersihkannya dari Baitullah sambil berseru, ”Kebenaran telah datang dan yang batil telah lenyap. Sungguh, yang batil itu pasti lenyap." (terjemah QS. Al-Isra’ [17] :81)
     Menurut bahasa, rahmat bermakna ‘al-riqqah wal al-ta’aththuf’, yang bermakna belas kasihan dan iba. Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW adalah wujud belas kasih-Nya kepada umat manusia termasuk kepada orang-orang yang tidak beriman sekalipun. Kepada orang-orang yang beriman, kehadiran Rasulullah adalah rahmat karena misi beliau memberikan pencerahan dan menunjukkan jalan yang benar kepada umat manusia. Kepada orang-orang yang tidak beriman, Rasulullah tetap menjadi rahmat untuk mereka karena Allah menunda menimpakan adzab secara langsung kepada orang-orang yang ingkar itu seperti yang pernah terjadi pada umat-umat terdahulu. Dalam Al-Qur’an, posisi Rasul yang demikian itu disebut sebagai pembawa rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘aalamiin). “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (terjemahan QS.Al-Anbiya [21] : 107)
     Rahmatan lil aalaamin tentu harus dipahami dari dua sisi, sisi Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa risalah Islam, dan sisi sifat dari Islam sebagai ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Artinya, Nabi Muhammad SAW dan risalah Islam adalah yang dimaksud sebagai rahmat Allah bagi alam semesta. Kedua sisi ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Sebagai rahmat bagi alam semesta, beliau adalah contoh sempurna karena keagungan akhlak dan kerasulannya. Bahkan dalam hal ini, beliau adalah rasul yang diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia. Ia menjadi hadiah terbesar bagi umat manusia dan perdaban yang merindukan akhlak dan keagungan budi pekerti. “Sesungguhnya aku adalah rahmat yang dihadiahkan (untuk seluruh alam).” (HR. Bukhari).
     Islam yang membawa pesan peradaban mulia itu artinya selamat, sejahtera, atau damai. Turunan dari kata Islam mengandung pengertian islamul wajh yang berarti ikhlas menyerahkan diri kepada Allah, istislama yang berarti tunduk secara total kepada Allah, salaamah atau saliim yang berarti suci dan bersih, salaam yang berarti selamat sejahtera, dan silm yang berarti tenang dan damai.
Islam memiliki keistimewaan yang tidak terdapat pada agama-agama lain. Karakteristiknya yang Insaniyyah, menjadikan Islam sebagai satu-satunya agama yang paling sesuai dengan fitrah atau nilai-nilai peradaban manusia. Tidak ada satupun ajaran Islam yang tidak sejalan dengan peradaban manusia apalagi bertentangan dengan kemanusiaan universal.

Pewaris Nabi dan Peradaban Ilmu

MUHAMMAD SAW adalah rasul penutup, tidak ada lagi rasul sesudahnya. Yang ‘diutus’ sesudahnya hanyalah pewaris para nabi. Merekalah para ulama dan pembaharu yang memelihara spirit kenabian dan memelihara peradaban mulia warisan Islam. Para pembaharu memperkenalkan Islam sampai ke pelosok-pelosok negeri yang jauh dari gurun pasir sahara membawa menyambung peradaban ilmu warisan nabi. Tak pelak, Islam dengan spirit ‘iqra’nya mengalir bagai air dari celah-celah bukit Makkah menembus batu cadas Afrika, Asia, sampai ke Spanyol lalu berhasil mengubah peradaban dunia dengan ilmu, akhlak, dan kemanusiaan.
     Puncak dari keberhasilan Islam sebagai kekuatan yang mengubah peradaban dunia melalui tangan-tangan ulama dan pembaharu terjadi pada abad pertengahan. Selama 6 abad, dimulai pada abad ke-7 sampai 13 M, Islam menjadi pusat peradaban dunia saat itu, di mana Eropa yang sekarang jauh meninggalkan peradaban umat Islam masih mengalami keterbelakangan. Perpustakaan tumbuh bak cendawan di musim hujan dengan koleksi ribuan buku. Pada saat bersamaan, di Eropa, buku hanya ada di gereja-gereja dengan skala terbatas. Di gereja-gereja, buku sebagai sumber bacaan berisi hanya seputar doktrin ketuhanan dan hanya dibaca oleh para pendeta.
     Perpustakaan terbesar di Eropa saat itu sebuah Katedral di Konstantinopel dan gereja Bundukiyah, Portugis. Koleksi perpustakaan di Konstantinopel tidak lebih hanya 354 buku agama. Perpustakaan di gereja Bundukiyah, Portugis, pada tahun 1302 M hanya memiliki koleksi tidak lebih dari 400 buku.
Raja Perancis, Carli, yang terkenal sebagai filosof, ketika ia ingin mendirikan perpustakaan di akhir abad 14 M, ia tidak dapat mengumpulkan buku selain buku-buku kerajaan yang jumlahnya hanya 900 jilid. Sepertiga dari buku-buku itu khusus tentang ilmu Ketuhanan.
     Di jantung peradaban Islam abad pertengahan, Bait al-Hikmah, perpustakaan besar pertama di Baghdad memiliki dan mengelola koleksi orisinal berbagai bidang ilmu pengetahuan maupun hasil penerjemahan dari berbagai bahasa. Koleksi disusun di rak-rak yang mudah diakses oleh siapa saja yang membutuhkan. Perpustakaan dilengkapi ruangan untuk para penyalin, penjilid, dan pustakawan.
Pada masa Khalifah Harun al-Rasyid, koleksi di perpustakaan Bait al-Hikmah memiliki ragam koleksi berbahasa Arab, Yunani, Sanskerta, dan lain-lain. Jumlah koleksinya lebih dari 60.000 buku. Bahkan ada yang mengatakan sekitar 400 hingga 500 ribu buku. Penempatan koleksi disusun berdasarkan klasifikasi ilmu (subjek) yang dibagi dalam beberapa kelompok dan disusun berdasarkan kepemilikan koleksi, seperti koleksi yang dikumpulkan oleh Khalifah Harun al-Rasyid diberi nama Khizanah al-Rasyid, koleksi yang dikumpulkan oleh Khalifah al-Makmun diberi nama Khizanah al-Ma’mun, kemudian sisanya ditempatkan menurut subjek.
     Selain Bait al-Hikmah, terdapat perpustakaan-perpustakaan lain yang terkenal seperti Maktabah Sabur di Baghdad dengan 10.000 koleksi, Maktabah Al Hakam di Qurthubah dengan 400.000 koleksi, Maktabah Al-Qushur di Kairo dengan 1.600.000 koleksi, Darul Hikmah di Kairo dengan 100.000 koleksi, Maktabah Tharabulus di Syam dengan 3.000.000 koleksi, dan Maktabah Maraghah dengan 400.000 koleksi.
     Begitulah peradaban Islam punya catatan sejarah yang berkilau bagaimana reputasi Bait al-Hikmah memainkan peran pada abad pertengahan. Bait al-Hikmah sulit dicari pembandingnya saat itu sebagai perpustakaan, akademi, center of literacy, dan peradaban buku dengan ragam koleksi filsafat, astronomi, kedokteran, matematika, dan sejarah di samping fiqih, tafsir, hadits, dan tasawuf. Demikianlah peradaban Islam yang dibawa Rasulullah SAW lalu disambung para ulama dan pembaharu memperkenalkan peradaban ilmu dan akhlak yang berhasil mengubah wajah peradaban dunia.
     Filosof Perancis, Gustav Le Bon mengakui atas semua kemurahan Islam memperkenalkan peradaban ilmu dan hasil-hasilnya yang dinikmati bangsa Eropa. Katanya, “Apakah kita dapat memastikan bahwa bangsa Arab satu-satunya yang telah menunjukkan kita kepada dunia Yunani dan Latin kuno, dan bahwa universitas-universitas Eropa, di antaranya universitas Paris yang berdiri sejak enam ratus tahun lamanya telah menerjemahkan buku-buku bangsa Arab dan mengadakan penelitian seperti metode mereka? Dengan demikian, peradaban Islam merupakan peradaban yang paling mengagumkan sepanjang sejarah.”

Catatan Akhir 

HAMPIR bisa dipastikan, tidak ada peradaban manusia yang tidak membutuhkan kehadiran seorang rasul. Dalam iman seorang muslim, Muhammad SAW bukan saja mengemban misi kerasulan, melainkan membawa misi menyelamatkan peradaban manusia dari kehancuran. 
     Seiring waktu bergulir, para ulama dan pembaharu sebagai pewaris nabi berhasil menuangkan gagasan-gagasan kemajuan peradaban dengan karya yang menempatkan Isam menjadi pusat peradaban yang menginspirasi kemajuan peradaban dunia. Pada kurun selanjutnya, peradaban yang diperkenalkan Muhammad SAW dan disambung membuka pintu yang dimasuki bangsa-bangsa di dunia menikmati peradaban maju di belakang hari.|

Artikel ini dimuat di Majalah Tabligh, edisi Oktober-November 2019. Diposting ulang dengan sedikit penyesuaian. 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Three Cycles of Certainty

Peserta Kuliah Manajemen Kematian Komplek Griya Sasmita, Serua, Depok berpose dengan narasumber. Foto credit, Mas Mono. BISA jadi, teori kecerdasan ganda Howard Gardner dikagumi dalam kesadaran hidup. Gardner telah mengidentifikasi delapan kecerdasan: linguistik, logis-matematis, musikal, spasial, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, dan naturalistik . Gardner juga mempertimbangkan dua kecerdasan tambahan, eksistensial dan pedagogis . Teori Gardner banyak dibincangkan dan dipasangkan dalam teori belajar. Teori ini dianggap akademisi dan praktisi pendidikan sangat relevan dengan asumsi bahwa setiap peserta didik memiliki potensi kecerdasan berbeda tiap individu. Kecerdasan-kecerdasan di atas –sering disebut dengan multiple intelligences – di bangku sekolah dipandang penting untuk mengembangkan kecakapan hidup setiap peserta didik. Aplikasi dari teori ini berupa rancangan proses pembelajaran yang bisa menjangkau pengembangan kecerdasan paling dominan yang dimiliki peserta didik di

"MISTERI" DI BALIK "TARAWIH TERAKHIR"

Draft "Tarawih Terakhir" Kita harus mulai berpikir seperti sungai jika ingin meninggalkan warisan keindahan dan kehidupan untuk generasi mendatang." – David Brower. INI sepenggal kisah. Kisah tentang para pemburu pasir Ciliwung dalam draft buku “Tarawih Terakhir”. Semula, rencana buku ini akan diluncurkan pada 18 November 2021 saat 95 % buku sudah siap pada Agustus 2021. 18 November adalah “waktu keramat”, tepat saat Milad Muhammadiyah ke-109. Bagi warga persyarikatan, Milad itu seperti saatnya berjumpa kekasih. Senang, bahagia, dan semringah jadi satu. Akan tetapi, karena kendala teknis, momentum Milad akhirnya tidak bisa direngkuh. Ia berlalu. Rasanya, seperti ditinggalkan sang kekasih tercinta yang pergi tanpa pesan. Mengapa Milad? Ya, karena buku ini punya benang merah yang kuat dengan persyarikatan Muhammadiyah Ranting Pulo. Rekaman para pejuang penggali pasir Ciliwung untuk membangun masjid yang dulunya Langgar Pak Tua Naen. Masjid yang kelak dibangun mereka susah

2920 HARI

Ilustrasi Perempuan Berhijab. Foro Credit https://www.islampos.com/ TIGA hari lalu, saya dan istri begitu bahagia. Kabar tentang Vera membuat kami berdua semringah. Bagaimana kami tidak bahagia, Vera sudah sah menjadi seorang ibu. Vera sahabat istri saya, guru dari putra saya yang istimewa; Qurban Bayram Jaziila. Vera amat telaten mendampingi putra kami ini dengan segala keunikan Jaziila. Sewaktu duduk di kelas dua, sepatu melayang. Lain waktu, Vera dan Jaziila seperti rebutan tas, saling tarik. Pasalnya, Jaziila ngambek, dia tidak suka diberi PR dari Wali Kelasnya itu. 17 Juli esok, Jaziila sudah masuk SMA. Dia sudah berubah banyak. Dan, Vera diakuinya sebagai guru favorit saat ia kenang sekarang. Hanya saja, malam ini, raut wajah Jaziila tidak sesemringah seperti dia mengenang kelakuannya pada Vera semasa di SD dulu. *** TIGA hari berlalu kemarin, saya dan istri bergegas akan menjenguk Vera. Kami ingin merasakan aura bahagia bersama, juga bersama suaminya. Maka, meskipun sedikit cap