Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2022

CREATIVE MINORITY

Creativity. Photo Credit: https://lifestyle.kompas.com/ Toynbee dan Akar Peradaban CREATIVE Minority. Idiom ini saya dapat dari Ketua Majelis Pengurus ICMI Orda Depok Prof. Dr. Eng. Ir. Sri Harjanto pada kata sambutan pembuka rapat kerja ICMI. Menarik sekali soal creative minority ini beliau ulas. Creative minority merupakan gagasan sejarawan Arnold Joseph Toynbee, profesor sejarah Universitas London. Toynbee dalam bukunya; A Study of History menyebutnya sebagai cikal bakal peradaban yang lahir dari sekelompok minoritas yang kreatif, atau Creative Minority itu. Menurut Toynbee, sebuah peradaban itu muncul bukan berasal dari individu dengan genetik yang superior, atau karena lingkungan geografis yang menguntungkan. Akan tetapi, peradaban terbentuk karena ada individu-individu atau sekelompok orang yang memberikan respons kreatif dari situasi atau kondisi, atau tantangan yang sulit. Respons kreatif itu bisa berupa ide atau gagasan, metode atau program kerja sebagai upaya realisasi da

I LOVE MY JOB

Cover buku You Can if You Think Can. Photo Credit: ttps://www.jasonrichcemerlang.com/ NORMAN Vincent Peale menulis buku "You Can if You Think Can" , Anda bisa, bila Anda berpikir Anda bisa.  Judul buku Peale di atas dielaborasi narasumber pada wawancara saya pagi menjelang siang pada Sabtu 28 Mei 2022. Wawancara dilakukan untuk buku yang sedang saya selesaikan. Narasumber kali ini bukan orang biasa di Kementerian Agama Jakarta Selatan. Beliau orang penting yang menganggap penting setiap orang yang mengajaknya berbincang. Ia orang yang sudah melahap buku Peale di atas saat masih duduk di bangku SMP. Saya beruntung sekali. Tulisan ini konten yang saya sisihkan dari topik wawancara hasil sadapan dari buah pikir Dr. H. Taufik, MM., M.Pd., narasumber saya ini. Bahkan, sadapan ini terlalu penting dan menggelitik. Biar saya bagikan saja, khususnya saya bagikan kepada guru atau pendidik. Ruh al-Mudarris PAK Taufik ada menyinggung beberapa kalimat kunci. Dalam pemahaman saya yang sed

BARISTA MUDA KOPI KEBUN

Fitriyanti, Dwi Ferdyana, Ahmad Sandy Rizani, Abdul, Dani Wahyudi di Kopi Kebun. Foto Credit: Ahmad Rudianto. Benua Hitam SIAPA yang tidak mengenalnya? Ia sangat familiar. Boleh jadi, semua orang pernah merasakan sensasi rasanya. Tak terkecuali Anda. Atau, barangkali Anda adalah salah seorang dari penikmat fanatik minuman beraroma khas ini. Dari cerita yang beredar, konon bahan dari minuman ini ditemukan di Ethiopia, Afrika, pada abad ke-9. Bermula dari para penggembala kambing di benua hitam itu yang menemukannya secara tidak disengaja. Mereka heran, ada apa dengan ternak-ternak mereka yang selalu terjaga di malam hari. Sampailah pada satu kesimpulan; dedaunan dari pohon pendek berbuah kecil-kecil yang banyak dimakan ternak mereka di siang hari. Ya, kopi! Dedaunan dari pohon pendek berbuah kecil-kecil itu adalah kopi.| Kopi Berkelas Kopi Pala, salah satu sajian kopi khas Kopi Kebun. Foto Credit: Kopi Kebun KOPI sudah menjadi trend . Dari lapak-lapak warung tradisional, rumah maka

"DIJEWER" KIAI MUDA MUHAMMADIYAH

Foto Credit: Saling Sapa TV SAAT itu masih muda, baru 28 tahun. Di usia segitu, sudah diberi amanah memimpin Ranting Muhammadiyah periode 2000-2005. Berat ini. Beberapa hari setelah Musran usai, Drs. H. Moh. Muslim ( Allahuyarham ) membesarkan hati. "Anda pasti mampu. Terima dengan legowo." Begitu kata beliau dengan gaya bicaranya yang khas. Tenanglah rasa hati sedikit. Apalagi, kepemimpinan dipanggul 9 anggota pimpinan. Tentu, hasil-hasil Musran lebih ringan dilaksanakan karena urusan ditanggung renteng. Di tengah-tengah periode kepemimpinan, tiba-tiba dua anggota pimpinan menyatakan mundur. Apa ini? Berkerut juga dahi saat itu. Saya tanya pada rumput yang bergoyang, tak ada jawaban. Malang tak dapat ditolak. Itu hak setiap orang. Orang berhak maju, berhak juga untuk mundur. Apalagi dalam perkara mengurus Muhammadiyah yang tidak boleh dipaksa-paksa. Tidak pula digaji. Ini hanya soal komitmen. Maju atau mundur hanya soal pilihan posisi; memilih di depan atau di belakang. Ber

KETIBAN TAKRA

Foto credit, https://www.pikiran-rakyat.com/ KETIBAN Takra , istilah tua, anak milenial jarang yang mengerti. Tapi, bagi 'generasi kolonial', istilah ini adalah bahasa sehari-hari. Ketiban Takra itu tidak enak, lebih tidak enak dari ketiban tangga. Rasa sakit ketiban tangga, mungkin sehari dua hari sudah hilang sakitnya. Paling lama seminggu atau sebulan. Akan tetapi, Ketiban Takra bisa berbulan-bulan, bisa jadi berbilang tahun sakitnya tidak juga hilang. Jadi, saya pernah Ketiban Takra . Ceritanya begini. Satu kali, ada orang datang tanya-tanya soal umrah. Orang tanya, ya saya jawab. Jawaban berdasar pengalaman, bukan ngasal jawaban ngalor ngidul. Rupanya, mertua orang yang tanya-tanya itu mau umrah. Keren. Harus dibantu meskipun sekadar bantuan informasi. "Kemaren Babe umrah, pake travel mana, Ji?" Eeeh, tak kira mau tanya kaifiat umrah? Cuma mau tanya soal travel, toh. 😄 "Pelayanannya gimana? Memuaskan tidak?" Wah, gak bisa kasih informasi detail kala