Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2023

Anda Guru Tidak Pantas Untuk Pekerjaan Ini

Review kerja kelompok guru kelas 4 Workshop Asesmen Sumatif KKG MI Cipayung. Foto Credit: Suprihatiningsih TIGA puluh satu tahun lalu menginjakkan kaki di sekolah ini. Waktu itu baru lulus Madrasah Aliyah. Masih segar, energik, dan idealis. Tiap hari jalan kaki lebih kurang 1 km pergi mengajar. Honorarium tidak seberapa. Tidak dapat uang transport, tidak uang makan, tidak pula uang tunjangan. Akan tetapi, energi selalu penuh. Semula, tidak pernah terpikir menjadi guru. Mendengar kata orang, gaji guru itu kecil bila hanya honorer. Ia masih kalah dengan upah kuli bangunan. Di belakang hari, ada benarnya kata orang soal gaji guru itu. Jadi, sempat kaget saat menerima honor bulan pertama mengajar. Saat itu, upah minimum buruh di Jakarta saja memang baru Rp18.200 per bulan. Ayah memberi nasihat yang menohok soal honor pertama itu. Katanya, “Bila semua orang berpikir dan berbuat seperti yang kamu pikirkan, maka tidak akan ada orang yang mau mengajar. Semua memilih jadi kuli bangunan saja. La

Generasi Baper

Baper. Resource https://tirto.id/ SEJAK internet mendunia, smartphone jadi personal device , dan media sosial jadi diary, orang bisa membaca isi hati dan isi pikiran orang lain melalui status, notes , atau video reels yang diposting melalui akun media sosial masing-masing. Dunia jadi lebih ramai dengan loncatan efisiensi waktu yang tidak terkira. Dalam hitungan detik, guru di sebuah sekolah di Ciputat misalnya, bisa tahu seorang temannya yang tinggal di luar Jawa sedang makan di restoran mewah menikmati menu ‘Pecak Oncom’ dari unggahan video di Instagram miliknya. Guru di Ciputat itu terbit air liurnya sebab unggahan itu dilihatnya di saat jam makan siang. Sayangnya, dia sedang tidak punya uang untuk membeli nasi karena tanggal tua. Jadilah dia guru baper  dan menganggap postingan itu ‘tidak manusiawi’. Lalu, dorongan baper itu menuntun jarinya memberi komentar : “UNFAEDAH!”. Ditulis dengan CapsLock . Di- bold pula. Diikuti tanda seru (!).  Dan, ‘perang’ dimulai. Unggahan Pecak Onco

Refleksi Maulid for Teenager

Ilustrasi generasi milenial. Resource dari https://news.unair.ac.id/ KALI ini ada rasa ‘gregetan’ dengan penceramah undangan yang isi ceramahnya out of context . Berharap dapat pencerahan baru bagaimana meneladani akhlak Nabi shallallahu alaihi wa sallam , malah miskin dari nilai cerah. Alih-alih ingin membuat suasana segar, penceramah malah melempar pantun bernuansa dewasa. Itu konten belum cukup umur untuk peserta didik tingkat Tsanawiyah. Ini poin pertama. Berharap dapat refleksi dari ‘orang luar’, mendatangkan penceramah sebenarnya strategi bagus. Memang harus dipilih cara ini agar anak-anak dapat nuansa baru. Kalau tiba-tiba guru mereka sendiri –misalnya Pak Abdul– yang naik panggung ceramah, bisa-bisa mereka nyeletuk, “Dia lagi dia lagi” . Jadi, meskipun values atau isi ceramah itu sama saja dengan guru mereka sendiri, kejenuhan bisa dihindarkan. Hanya saja, bila penceramah luar itu tidak well prepare , ceramah akan tidak efektif. Sangat mungkin pada waktu yang bersamaan, pesert