Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2021

Kuota Umur Dan Sinyal Uban

Hikmah Hikmah itu, barang milik orang Mukmin yang hilang. Kadang, ia ditemukan pada tempat yang tidak diduga. Maka, orang Mukmin seperti para pencari hikmah dan mengambilnya di mana saja ia menemukannya. Di masjid, musala, panti asuhan, rumah sakit, bahkan di kuburan hikmah itu berserakan. Di lingkungan rumah dan tetangga kiri kanan, hikmah mudah ditemukan. Bahkan di mall, tempat kerja, di cafe, dan tempat-tempat hiburan, hikmah masih mungkin tergeletak. Hanya saja, sinyal buat menemukan hikmah itu berbeda-beda statusnya. Di masjid dan musala, hikmah berwajah ketaatan dan ketundukkan mudah sekali ditemukan. Bisa jadi karena sinyal di sini sangat kuat ( very strong ). Di panti asuhan, di rumah sakit atau kuburan, sinyal hikmah juga sangat kuat. Di tempat-tempat ini, hikmah dalam wujud qanaah, syukur, sabar, dan insyaf bahwa kapan saja orang bisa jatuh sakit dan mati kenceng dari ujung ke ujung. Di lingkungan rumah dan tetangga kiri kanan, sinyal hikmah masih kuat ( strong ). Orang ma

Jalan Atatürk Di Jakarta Seperti Bertemu Atatürk di Taksim Square

Taksim Square, Foto Credit  Ante Samarzija . Unspalsh. com SAYA pernah “bertemu” Mustafa Kemal Atatürk di alun-alun Taksim, Taksim Square, dalam bahasa Turki disebut Taksim Meydanı . Taksim Square termasuk kawasan kehidupan malam, belanja, dan makan malam yang sibuk di Turki. Lokasinya di Istanbul, Turki bagian Eropa. Persisnya di Gumussuyu Mahallesi, 34437 Beyoglu/Istanbul, Turki. Taksim Square merupakan stasiun utama jaringan Istanbul Metro. Tramvay kuno lalu lalang di sini hampir setiap menit. Ia merupakan warisan moda transportasi massal di Istanbul yang beroperasi sejak 17 Januari 1875. Tramvay itu melintasi jalanan di sepanjang Istiklal Caddesi, jalan khusus pejalan kaki yang dikelilingi oleh bangunan-bangunan abad ke-19, landmark jaringan belanja internasional, bioskop, dan cafe. Setiap hari, jutaan manusia berkunjung keluar masuk bar, toko barang antik, dan restoran di puncak gedung dengan pemandangan Selat Bosphorus yang menawan di kawasan ini. Wajarlah, karena Taksim Square

Silaturahim di Subuh Hari

Foto kiriman dari Gugut Kuntari Generasi Baru Saya termasuk generasi yang lahir pada dekade 70-an. Graeme Codrington dan Sue Grant-Marshall menyebutnya “Generasi X”, generasi yang lahir tahun 1965-1980. Generasi ini lahir pada tahun-tahun awal dari penggunaan PC (personal computer), video games , tv kabel, dan internet. Oke, istilah-istilah tidak terlalu penting dalam tulisan ini. Bila Anda juga termasuk dalam generasi ini, berarti kita sama-sama menjalani masa-masa remaja di era 90-an dan memasuki masa dewasa di era tahun 2000. Dalam catatan saya, kita cenderung tidak mengalami masa-masa “krisis ukhuwah” yang tajam. Yang saya maksud dengan masa-masa “krisis ukhuwah” , adalah renggangnya persaudaraan sesama muslim karena persoalan khilafiyah , yaitu masa-masa sesama orang Islam bersitegang hanya karena ushalli dan tidak ushalli , qunut tidak qunut , 11 atau 23 rakaat Tarawih, dan sebagainya masalah khilafiyah yang sudah masyhur. Generasi yang mengalami “krisis ukhuwah” , kebanyaka

Seminar Menulis di Bawah Flamboyan

Flamboyan di IAIN Siapa yang ingat flamboyan di halaman kampus IAIN (sekarang UIN) Jakarta? Tentu, alumni IAIN tahun 1995 ke belakang pasti masih ingat. Saya termasuk alumni yang tidak bisa melupakan flamboyan itu. Apalagi saat ia mekar, merah menyala. Saya bahkan sempat menuliskan syair lagu karena begitu menikmati saat ia berbunga. Hanya saja, saya sudah lupa liriknya kecuali hanya beberapa kalimat saja. Catatannya pun, entah raib kemana. Wahai kau burung penyanyi jangan dulu engkau dendangkan tunggulah sampai ia datang memberiku seikat kembang Wahai kau bunga flamboyan jangan dulu gugur ke bumi Tunggulah sampai ia datang memberiku sekeping hati Hemm. Terasa terlempar lagi ke masa-masa kuliah dulu. Akan tetapi, flamboyan itu sudah tidak ada lagi. Ia hanya hidup dan berbunga di benak saya yang kian menua pada setiap musim. Sahidup dan Program Konversi Sahidup, kawan seiring saya di kampus. Kami sama-sama mahasiswa konversi dari program Diploma II ke jenjang Strata 1 Fakultas Tarbiyah

Bukan Novel Biasa

Hari ini, melegakan sekali. Bukan karena pesan bombastis yang masuk ke nomor saya mengabari: “Anda mendapatkan subsidi Pemerintah Rp.180.000.000 KODE (717747)...” beneran saya terima. Belakangan, ada lebih dari sepuluh kali SMS itu masuk ke nomor saya. Duit sebanyak itu, cukuplah buat beli laptop yang kompatibel modal menulis dan layout . Bagaimana hati tidak lega? Halagh! Bukan! Itu halu tingkat dewa. Lagipula, pemerintah mana yang mau memberi saya subsidi sebesar itu? Pemerintah Majapahit? Saya lega karena kerja tim saya di perpustakaan yang menangani Pesta Literasi hampir selesai. Selebihnya, tinggal menyisir akhir naskah, acc, naik cetak, dan launching . Pesta Literasi Perpustakaan Madrasah Pembangunan 2020 memang sedikit telat. Apalagi, kalau bukan karena pandemi Covid-19 alasannya. Pandemi mengubah semua agenda tahunan program literasi perpustakaan yang saya inisiasi sejak 2018 itu.  Akan tetapi, keterlambatan itu akan segera lunas terbayar dimulai dari suksesnya rangkaian aca

Madang, Ngaji, Dan Rezeki

Sepiring nasi. Bisa madang. Foto credit https://www.flickr.com/ Madang Madang. Pasti Anda paham arti kata “madang”. Ya, di kampung saya, “madang” artinya, “makan” . Namun, menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), kata ini jauh dari arti yang menunjuk pada aktivitas makan. Dalam kamus tersebut, “madang” berarti "tidak patuh terhadap adat (Dayak-Matan)". Kata “madang” , ternyata juga dipakai untuk nama satu kecamatan di wilayah Bogor. Namanya kecamatan Babakan Madang. Bagaimana pula arti “Babakan Madang” itu, saya tidak tahu. Dalam tulisan ini, “madang” yang saya maksud seperti yang dimengerti orang kampung saya; “makan”. Itu pun sebatas makan nasi, bukan makan yang lain. Di kampung saya, biarpun seseorang sudah makan semangkuk bakso, sepotong roti, atau sepiring ketoprak sekalipun, itu tidak disebut madang. Akan tetapi, meskipun hanya sepiring nasi dengan garam, itu sudah disebut "madang". Madang itu kebutuhan hidup. Orang bisa tersiksa jika seharian tidak