Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2020

PETI MATI DI ATAS ROLLER COSTER

Allah ya Rabb, biarkanlah wabah ini berlalu. Mohon perlindungan-Mu Ya Rabb. Kami benar-benar seperti di atas  roller coaster  sambil memandangi peti mati. INI soal rasa. Sejak akhir Agustus sampai petang ini, rasa seperti menaiki roller coaster. Jantung nyut-nyutan, pandangan rasa jungkir balik, adrenalin naik turun tidak karu-karuan. Akan tetapi, ini bukan seperti rasa roller coaster di Dufan yang histeria bahagia tegang. Ini histeris sedih tegang. Akhir Agustus kemarin itu, dapat WA dari sahabat karib. Minta doa terbaik buat ibundanya yang sedang dirawat. Deg! WA, saya balas normatif. Doa mengalir, semoga Ibunda lekas pulih, begitu saya penuhi. Pikiran liar ke sana ke mari menunggu kabar berikutnya. Jeda hampir sepuluh menit. Dan, kecemasan terjawab. Ibundanya positif Covid. Pukul empat pagi empat hari kemudian, WA saya terima lagi. Sahabat karib ini mengirim pesan suara. Isinya rekaman via handphone dia pada sang Bunda. Pesan suara yang sangat menyentuh: Assalamualaikum, Ma. Ini *

MUTUALISME SECANGKIR KOPI DAN SEBARIS ESAI

Bila naluri aksara sudah mulai bekerja, otak akan memerintah. Kata demi kata diurai. Antar kalimat dicarikan jodohnya. Tentu, beberapa kalimat harus diganti diksi baru. Bahkan, ada di antaranya yang tidak bisa diselamatkan. Dengan berat hati, ia harus dibuang. Kalimat utama dengan kalimat penjelasnya dipasangkan serasi. Jadilah ia paragraf sejoli yang berjalan mesra bergandengan tangan. Dan, sesapan kopi menutupnya. Sempurna. NGOPI di perpustakaan bukan sembarang “ritual”. Bukan sekadar memenuhi selera lidah. Bukan pula hirupan relaksasi dari aromanya yang kuat an sich . Akan tetapi, ngopi di perpustakaan adalah sumber inspirasi. Imajinasi otak dan jemari. Lebih dari itu, sesapannya bagai mantra yang menggerakkan. Seduhan hasil gilingan biji dari pohon pendek berbuah kecil-kecil yang konon ditemukan pertama kali oleh penggembala kambing di Ethiopia pada abad ke-9 itu, sanggup menjadi energi buat menjadikan esai yang bisu mampu berbicara. Pada hitungan entah yang keberapa kali, sesapan

TILIK DAN LITERASI DIGITAL HARI INI

Bila dari sudut ini TILIK ditelisik, jauh-jauh hari, hiburan televisi di rumah tangga kita sudah bertabur konten gibah gila-gilaan.  TILIK merebut perhatian banyak kalangan. Sebuah film pendek yang diproduksi pada 2018 itu menuai berbagai penilaian. Ramai di jagat medsos, TILIK dinilai dari sudut kreativitas, kebebasan berekspresi, sampai pada penilaian dari sudut moral sebuah karya sinema. Tentu, ragam penilaian itu berangkat dari standar nilai masing-masing penilai. Pada akhirnya, pro-kontra atas TILIK menjadi pertunjukkan kedua setelah Bu Tejo. Setelah menonton TILIK , “kolom opini” di kepala saya pun muncul begitu saja. Kesimpulan saya, hampir tidak ada yang baru yang ditawarkan TILIK . Bila dipandang sebagai kreativitas, kebebasan berekspresi, bahkan dinilai dari sudut moral pun, rasa-rasanya, TILIK bukan yang pertama dan terakhir. Ambil sudut moral misalnya, TILIK tidak bisa mengelak dinilai sebagai tontonan gibah. Bila dari sudut ini TILIK ditelisik, jauh-jauh hari, hibu