Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2020

PAK MOKO DAN MIMPI YANG TERTUNDA

Saya sudah tidak kuat, kayaknya ini buku terakhir saya. Ustadz Insan LS Mokoginta telah wafat. Kepergiannya menyisakan duka. Umat Islam kehilangan lagi tokoh kristolog setelah sebelumnya Kodiran bin Saiun Atmoduryo juga berpulang pada 16 April 2020. Keduanya menyusul guru para kristolog Indonesia; KH. Abdullah Wasi’an, kristolog yang disegani para pendeta dan tokoh kristen. Ustadz Insan LS Mokoginta—Saya memanggilnya “Pak Moko” —meninggalkan kesan khusus buat saya meski hanya dua kali bertemu dan berbincang. Pertama kali bertemu di rumah beliau di Kelapa Dua, Depok, untuk silaturahim, belajar, dan membincangkan rencana menulis buku seri "Kiai Kocak". Saya terbersit ingin mengangkat isu kristenisasi untuk seri "Kiai Kocak Ronde#5". Rasanya, saya memang harus berguru langsung kepada Pak Moko untuk mendalami topik yang akan saya kemas dengan style khas Kiai Adung. Kali kedua bertemu Pak Moko di Universitas Muhammadiyah Jakarta, Cempaka Putih, saat beliau mengisi semina

CINTA SEKADAR

Soal cinta adalah soal berterima seperti air dengan air, bukan seperti air dengan minyak.  JARANG sekali saya membaca pesan semendasar ini. Si pengirim, sahabat saya ini memang pembelajar, bukan sekali dua kali dia mengirim pesan menanyakan sesuatu. Sering pula saya yang memulai bertukar kabar, sekadar menyapa, sahut-sahutan canda, dan membicarakan hal yang enteng-enteng. Akan tetapi, kali ini tidak. Pesan yang dikirimnya sangat menyentak. Senja sempurna baru saja pergi, naik ke langit untuk bertukar shift. Magrib menipis. Setengah jam lagi masuk waktu isya. Teh poci---ritual sore--- di mug belum pula tandas. Tilawah paman saya dari mushalla Pak Mi'in pengantar Maghrib menuju Isya masih melantun. Pada waktu demikian itulah pesan saya terima. Pesan itu berisi soal cinta yang menggebu. Ya, sahabat saya ini bertanya soal cinta yang dirasanya sudah sukar dia kendalikan. Dia sedang jatuh cinta untuk yang kesekian kali. Bahkan cinta kali ini lebih dahsyat dari cinta-cinta yang sebelumny

HEI KITA SUDAH TUA!

Orang-orang setua kita, hanya tinggal tersisa dua stasiun hidup, yaitu kuburan dan akhirat. Masa-masa bayi, kanak-kanak, remaja, dan dewasa sudah pergi, sudah kita habiskan, kita bagi-bagi dari jatah 49 tahun yang lalu.  "Orang-orang setua kita, hanya tinggal tersisa dua stasiun hidup, yaitu kuburan dan akhirat. Masa-masa bayi, kanak-kanak, remaja, dan dewasa sudah pergi, sudah kita habiskan, kita bagi-bagi dari jatah 49 tahun yang lalu." 36 tahun bukan waktu yang sebentar. Pada 1979, kita masuk SD. 1985 kita lulus, berpisah, dan memilih jalan sekolah atau jalan hidup masing-masing. Hari ini, kita bersua lagi setelah sekian lama dalam kebermasing-masingan. Namun, masa sepanjang itu, rasanya berlangsung dalam sekejap saat kita bertemu. Tahu-tahu, kita sudah menua. Tanda-tanda menua begitu tampak, tapi saya tidak ingin membicarakannya. Biarlah itu menjadi semacam kekayaan hidup masing-masing Maspupah, Nuryahati, Sa’diyah, Maryamah, Napsiah, Siti Kotijah, Dayati, Azhari, Ujang,

KELAS TAKHASSUS

Tidak terlalu penting juga sih mencatat nama masjid itu di benak. Masjid, ya masjid. Cukup. Yang penting bukan "Masjid Dhirar".  Bahagia kadang begitu sederhana. Kali ini, cukup dengan bertemu kelas kecil. Memang ada air kemasan, pisang, jeruk, semangka, dan roti bolu dihidangkan di atas meja. Juga ada bakwan, tahu, dan keripik tempe lengkap dengan sejumput cabe rawit yang menggoda lidah bergoyang. Tentu, hidangan itu untuk saya nikmati. Akan tetapi, bukan itu yang membahagiakan. Bukan. Saya sebut kelas kecil karena pesertanya hanya belasan. Mereka santri senior MBS Kibagus Hadikusumo. Tahun ini mereka lulus. Namun, mereka belum diizinkan pulang karena diharuskan mengambil Kelas Takhassus selama satu tahun. Kelas Takhassus ini, seperti penjelasan yang saya dapat dari Abah, dipersiapkan MBS Kibagus sebagai kelas pendalaman bahasa dan turats . Tentu, sebagai lembaga pesantren, penguasaan bahasa Arab dan kitab klasik dalam berbagai disiplin, seperti akidah, tafsir, fikih, ushul