Langsung ke konten utama

CINTA SEKADAR

Soal cinta adalah soal berterima seperti air dengan air, bukan seperti air dengan minyak. 
JARANG sekali saya membaca pesan semendasar ini. Si pengirim, sahabat saya ini memang pembelajar, bukan sekali dua kali dia mengirim pesan menanyakan sesuatu. Sering pula saya yang memulai bertukar kabar, sekadar menyapa, sahut-sahutan canda, dan membicarakan hal yang enteng-enteng. Akan tetapi, kali ini tidak. Pesan yang dikirimnya sangat menyentak.

Senja sempurna baru saja pergi, naik ke langit untuk bertukar shift. Magrib menipis. Setengah jam lagi masuk waktu isya. Teh poci---ritual sore--- di mug belum pula tandas. Tilawah paman saya dari mushalla Pak Mi'in pengantar Maghrib menuju Isya masih melantun. Pada waktu demikian itulah pesan saya terima.

Pesan itu berisi soal cinta yang menggebu. Ya, sahabat saya ini bertanya soal cinta yang dirasanya sudah sukar dia kendalikan. Dia sedang jatuh cinta untuk yang kesekian kali. Bahkan cinta kali ini lebih dahsyat dari cinta-cinta yang sebelumnya, cinta yang sukar dia lupakan jika bukan karena kesadaran mumpuni bahwa soal cinta adalah soal berterima seperti air dengan air, bukan seperti air dengan minyak. Cinta kali ini benar-benar telah memperdayakannya. Rasionalitasnya seakan redup. Dia berubah naif karena begitu takut akan ditinggalkan.

Saya tak berdaya memberinya jawaban masuk akal, sebab saya juga mengalaminya. Bisa jadi saya lebih takut ditinggalkan, lebih tidak siap bila sewaktu-waktu cinta itu direnggut dari genggaman, sementara cinta itu begitu kuat mencengkram. Bahkan saat pertanyaan itu saya terima, saya sedang terlena. Saya sendiri masih menyembunyikan rasa cinta ini dari jangkauan istri saya, saya takut dia tidak siap menerima bahwa saya telah jatuh cinta lagi.

Akan tetapi, pesan sahabat saya ini teramat penting. Tidak semestinya diabaikan. Bisa jadi, ada baiknya kami saling berterus terang bahwa kami memang sedang jatuh cinta, sedang begitu takut jika tiba-tiba ditinggalkan.

Pesan itu seperti hentakkan keras yang membangunkan lamunan. Saya tersadarkan, rasa ini tidak boleh diperturutkan menjadi liar tak terkendali, hingga jika waktunya benar-benar tiba harus berpisah, jiwa akan hancur karena ketidaksiapan.

Ya, semuanya hanya titipan. Semuanya akan kembali ke asalnya. Memang, cinta adalah fitrah, naluri yang tidak bisa dibunuh. Wajar bila suatu saat rasa takut kehilangan menghantui karena cinta yang terlalu dalam.

Manusia memang lebih siap menerima---bukan tidak siap--- daripada kehilangan, manusiawi. Sebenarnya, yang demikian itu hanya harus diseimbangkan saja. Porsinya saja yang ditakar. Jiwa harus siap menerima dan kehilangan seberapapun tinggi cinta mendekapnya.

Selain Allah, semuanya adalah "Si Fana". "Si Fana" artinya, hilang, lenyap, rusak, dan semua arti yang menunjuk pada makna kenisbian. Anak-anak kita yang amat kita sayangi melebihi diri kita itu adalah juga "Si Fana". Kapan saja dia akan meninggalkan kita. Bahkan, diri kita juga adalah "Si Fana" yang akan hilang di saat anak-anak dan istri kita merasa amat takut kita tinggalkan. Jadi, antara "Si Fana" dengan "Si Fana" akan saling meninggalkan.

Ya, benar. Ini soal rasa cinta kepada anak yang kadang tidak terkendali. Lucu, menggemaskan, pintar, pewaris ketampanan atau kecantikan, benar-benar membuat cinta menggebu-gebu. Kita sadar, kita tahu betul bahwa kehadiran mereka adalah titipan. Namun, jiwa kadang terseret seakan tidak siap bila titipan itu diambil pada saatnya nanti.

Tidak ada tips untuk mengatasi rasa takut kehilangan kecuali menyintai sekadarnya cinta. Cuma harapan, ya Allah, kumpulkan saya dengan pasangan dan anak-anak saya di surgamu kelak.

Begitulah. Tidak ada yang lain lagi.

Depok, 12 Agustus 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Three Cycles of Certainty

Peserta Kuliah Manajemen Kematian Komplek Griya Sasmita, Serua, Depok berpose dengan narasumber. Foto credit, Mas Mono. BISA jadi, teori kecerdasan ganda Howard Gardner dikagumi dalam kesadaran hidup. Gardner telah mengidentifikasi delapan kecerdasan: linguistik, logis-matematis, musikal, spasial, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, dan naturalistik . Gardner juga mempertimbangkan dua kecerdasan tambahan, eksistensial dan pedagogis . Teori Gardner banyak dibincangkan dan dipasangkan dalam teori belajar. Teori ini dianggap akademisi dan praktisi pendidikan sangat relevan dengan asumsi bahwa setiap peserta didik memiliki potensi kecerdasan berbeda tiap individu. Kecerdasan-kecerdasan di atas –sering disebut dengan multiple intelligences – di bangku sekolah dipandang penting untuk mengembangkan kecakapan hidup setiap peserta didik. Aplikasi dari teori ini berupa rancangan proses pembelajaran yang bisa menjangkau pengembangan kecerdasan paling dominan yang dimiliki peserta didik di

"MISTERI" DI BALIK "TARAWIH TERAKHIR"

Draft "Tarawih Terakhir" Kita harus mulai berpikir seperti sungai jika ingin meninggalkan warisan keindahan dan kehidupan untuk generasi mendatang." – David Brower. INI sepenggal kisah. Kisah tentang para pemburu pasir Ciliwung dalam draft buku “Tarawih Terakhir”. Semula, rencana buku ini akan diluncurkan pada 18 November 2021 saat 95 % buku sudah siap pada Agustus 2021. 18 November adalah “waktu keramat”, tepat saat Milad Muhammadiyah ke-109. Bagi warga persyarikatan, Milad itu seperti saatnya berjumpa kekasih. Senang, bahagia, dan semringah jadi satu. Akan tetapi, karena kendala teknis, momentum Milad akhirnya tidak bisa direngkuh. Ia berlalu. Rasanya, seperti ditinggalkan sang kekasih tercinta yang pergi tanpa pesan. Mengapa Milad? Ya, karena buku ini punya benang merah yang kuat dengan persyarikatan Muhammadiyah Ranting Pulo. Rekaman para pejuang penggali pasir Ciliwung untuk membangun masjid yang dulunya Langgar Pak Tua Naen. Masjid yang kelak dibangun mereka susah

2920 HARI

Ilustrasi Perempuan Berhijab. Foro Credit https://www.islampos.com/ TIGA hari lalu, saya dan istri begitu bahagia. Kabar tentang Vera membuat kami berdua semringah. Bagaimana kami tidak bahagia, Vera sudah sah menjadi seorang ibu. Vera sahabat istri saya, guru dari putra saya yang istimewa; Qurban Bayram Jaziila. Vera amat telaten mendampingi putra kami ini dengan segala keunikan Jaziila. Sewaktu duduk di kelas dua, sepatu melayang. Lain waktu, Vera dan Jaziila seperti rebutan tas, saling tarik. Pasalnya, Jaziila ngambek, dia tidak suka diberi PR dari Wali Kelasnya itu. 17 Juli esok, Jaziila sudah masuk SMA. Dia sudah berubah banyak. Dan, Vera diakuinya sebagai guru favorit saat ia kenang sekarang. Hanya saja, malam ini, raut wajah Jaziila tidak sesemringah seperti dia mengenang kelakuannya pada Vera semasa di SD dulu. *** TIGA hari berlalu kemarin, saya dan istri bergegas akan menjenguk Vera. Kami ingin merasakan aura bahagia bersama, juga bersama suaminya. Maka, meskipun sedikit cap