Langsung ke konten utama

Jalan Atatürk Di Jakarta Seperti Bertemu Atatürk di Taksim Square


Taksim Square, Foto Credit Ante Samarzija. Unspalsh. com


SAYA pernah “bertemu” Mustafa Kemal Atatürk di alun-alun Taksim, Taksim Square, dalam bahasa Turki disebut Taksim Meydanı. Taksim Square termasuk kawasan kehidupan malam, belanja, dan makan malam yang sibuk di Turki. Lokasinya di Istanbul, Turki bagian Eropa. Persisnya di Gumussuyu Mahallesi, 34437 Beyoglu/Istanbul, Turki.

Taksim Square merupakan stasiun utama jaringan Istanbul Metro. Tramvay kuno lalu lalang di sini hampir setiap menit. Ia merupakan warisan moda transportasi massal di Istanbul yang beroperasi sejak 17 Januari 1875. Tramvay itu melintasi jalanan di sepanjang Istiklal Caddesi, jalan khusus pejalan kaki yang dikelilingi oleh bangunan-bangunan abad ke-19, landmark jaringan belanja internasional, bioskop, dan cafe.

Setiap hari, jutaan manusia berkunjung keluar masuk bar, toko barang antik, dan restoran di puncak gedung dengan pemandangan Selat Bosphorus yang menawan di kawasan ini. Wajarlah, karena Taksim Square merupakan jantung kota Istanbul modern. Kawasan ini mulai dibangun sejak tahun 1800-an.

Taksim Square dikelilingi berbagai landmark. Bangunan yang menjulang tinggi di ujung jalan, itu Atatürk Kültür Merkezi (Pusat Kebudayaan Atatürk). Di sebelah alun-alun yang menjadi zona hijau, disebut Taksim Park. Beberapa hotel seperti Ceylan International Hotel, Hyatt Regency, dan Marmara Hotel ada di kawasan ini. 

Jika Anda berkunjung ke sini, meeting point yang sering dijadikan patokan jika Anda kehilangan rombongan biasanya Republic Monument, Burger King, atau Kedutaan Perancis. Taksim Square sendiri merupakan meeting point populer dan tempat yang ideal untuk melakukan tur jalan kaki kota Istanbul yang menyenangkan dari Taksim.

Tentu, Atatürk Kültür Merkezi sangat menonjol sebagai salah satu landmark yang menjadi ikon pusat budaya dan gedung opera di Taksim. Gedung ini contoh penting arsitektur Turki dari sejak 1960-an. Pertunjukan teater, opera dan balet, konser Orkestra Simfoni Negara Bagian dan Paduan Suara Istanbul, Modern Folk Music Ansambel, dan Paduan Suara Musik Turki Klasik, serta Festival Musim Panas Seni dan Budaya merupakan pertunjukan yang digelar di sini. 

Akan tetapi, seni bukan hak mutlak Atatürk Kültür Merkezi saja. Taksim Square di malam hari adalah panggung pertunjukan para musisi jalanan yang berbakat. Jalanan semakin hidup dengan seni grafiti lokal yang mempercantik Taksim.

Selain Atatürk Kültür Merkezi, Republic Monument cukup penting di Taksim Square. Ia adalah prasasti, peringatan Republik Turki yang terbentuk di tahun 1923. Terbuat dari perunggu dan batu. Beratnya sekitar 84 ton. Dengan menggunakan kapal, monumen ini diangkut dari Roma ke Istanbul. Dibangun atas inisiasi Majelis Nasional Grand Turki dari biaya patungan rakyat Turki. Monumen setinggi 11 meter ini dirancang oleh pematung Italia terkenal; Pietro Canonica. Pietro juga yang merancang Patung Atatürk Izmir yang dibuat pada 1923 di Alsancak Republic Square dan patung Atatürk Ankara yang dibuat pada 1927.

Monumen ini menampilkan tokoh revolusioner seperti Atatürk dan İsmet İnönü. Yang menarik, ada Mikhail Frunze dan Kliment Voroshilov, dua Jenderal Uni Soviet yang divisualisasikan di belakang Atatürk. Dari sini saya tahu bahwa militer Uni Soviet turut membantu Perang Kemerdekaan Turki yang pecah pada 1919–1923 dan sukses menggulingkan khilafah Turki Utsmani. Atatürk bersekutu dengan Yahudi dan Soviet untuk menghabisi khilafah yang amat dia benci.

Nah, di Taksim Square ini, saya “bertemu” Mustafa Kemal Atatürk yang punya nama sebenarnya Ali Rıza oğlu Mustafa, orang yang disebut Bapak Turki Modern yang tergila-gila dengan demokrasi Barat Kristen. Dari mulutnya ia pernah terucap, “No country is free unless it is democratic.” []
 
İstiklal Caddesi, ya İstiklal Caddesi, nama jalan ini tidak bisa dipisahkan dari Taksim. Ia adalah jalanan Istanbul yang selalu ramai sepanjang dari Taksim Square hingga menuju Menara Galata. Bayangkan, sekitar 3 juta orang lalu-lalang setiap harinya di sini. Di İstiklal Caddesi ini pula, nanti, saya bertemu perempuan berusia sekitar 60 tahunan setelah makan malam di restoran Korea. Meski sudah berumur, tapi dia masih cantik. Pertemuan dengan perempuan cantik ini akan saya turunkan pada catatan berikutnya. Kalau Anda tahu, saya masih deg-degan saja jika mengingat pertemuan itu sekarang.

İstiklal Caddesi seperti mall terbuka yang amat besar. Seandainya Anda mampir ke sini, berapapun uang yang Anda bawa tidak akan cukup untuk membayar belanja dan berwisata ke butik, galeri seni, musik dan toko buku, bioskop, teater, cafe, bar, restoran, pub, kedai kopi, patisseries, chocolateries, atau ke perpustakaan dan pusat teknologi yang tersebar di İstiklal setelah puas berbelanja. Bila ingin nonton film, di sini ada Atlas atau Beyoglu, bioskop bersejarah di İstiklal Caddesi. Jika Anda peminat sejarah, Anda bisa berkunjung ke Hazzopulo, Suriye, dan Çiçek. Kalau iseng ngin mencoba masuk ke gereja, heee, di sana ada Gereja St Antoine dan Santa Maria. Lengkap. Di sini juga pengunjung bisa menemukan gedung konsulat, galeri seni inovatif seperti SALT Beyoğlu, ARTER, Mısır Apartments, bangunan dengan arsitektur Neo Klasik dan Art Nouveau abad 19 yang mengagumkan.

Sebutan İstiklal Caddesi (Independence Street) mulai dipopulerkan sejak Republik Turki terbentuk. Dahulu di era Turki Utsmani, jalan ini dinamai Cadde-i Kebir (Grand Avenue) dan sudah menjadi tempat favorit buat jalan-jalan kaum intelektual.

Terus, bagaimana ceritanya saya “bertemu” Atatürk?

Di Taksim Square ini, saya melihat bendera raksasa bergambar Atatürk, besaaar sekali. Matanya menatap saya tajam dan sinis. Barangkali, Atatürk sedang bergumam, “Ngapain itu orang kolot radikal datang ke sini?” Haaaa. Itulah pertemuan saya dengan Atatürk.
 
Sampai pada 2013, saat saya sempat menikmati Taksim Square dan kehilangan rombongan, pengaruh Atatürk begitu kuat di hati anak-anak muda Turki. Tadinya, saya ingin banyak menggali sisi Atatürk dari Hakan. Hakan adalah guide asli Turki yang memandu selama saya di sana. Akan tetapi, Bayu membisiki saya, “Hati-hati, Pak. Membicarakan Atatürk termasuk perkara sensitif, apalagi pengaruhnya sangat kuat bagi orang Turki seperti Hakan.”

Wah, enggak jadi, dah. Daripada jadi perkara.

Benarlah kata Bayu, secara tidak sengaja Hakan membuka bagaimana sikapnya saat saya candai mengajaknya ikut umrah setelah Tour Istanbul berakhir. Hakan tersenyum. Berceritalah dia soal ibunya yang muslim dan sering berdoa di gereja.

Saya melongo.

Kata Hakan, Tuhan bisa dijumpai di mana saja. Jadi, apa yang salah bila orang muslim berdoa memohon kepada Tuhan di gereja?

Lha? Pusing, kan?

Akhirnya, saya sampai pada kesimpulan bahwa Hakan tidak lain adalah anak muda Turki penjaga ajaran Atatürk.

Namun begitulah, tak usah pusing. Itulah watak sekulerisme, pluralisme, dan liberalisme yang menganggap semua agama sama, tak ada bedanya. Jangankan cuma status muslim yang masuk dan berdoa di gereja, menurut “agama liberal”, orang boleh beragama, murtad gonta-ganti agama, bahkan tidak beragama pun, tidak masalah. Dan bagi penganut pluralisme, yang jadi masalah, justru jika orang beragama meyakini bahwa agamanya lah yang paling benar.

Nah, tambah pusing, kan?

Maka, menjadi jelaslah apa yang dibisikan Bayu itu bagi saya. Saya abaikan saja niatan semula. Lalu, saya lebih memilih menikmati secangkir coklat hangat di sebuah kedai yang nyaman. Sekali dua kali, saya tengok lagi gambar raksasa Atatürk di sela mengobrol dengan Hakan dan Bayu. Dalam bahasa Turki yang diterjemahkan Bayu untuk saya, Hakan sekali lagi mengaku bahwa orang tuanya adalah muslim yang taat, tapi dirinya berbeda dari orang tuanya. Hakan terus terang bahwa ia biasa menenggak minuman keras.

Surprise. Soal agama dan minuman keras itu, Hakan persis seperti pengakuan Atatürk. Ini kedekatan Hakan dan Atatürk yang sangat mencolok.

Kata Atatürk:
I have no religion, and at times I wish all religions at the bottom of the sea. He is a weak ruler who needs religion to uphold his government; it is as if he would catch his people in a trap.  
I have a reputation for drinking a lot. Indeed, I drink quite much. However, I give it up when I wish to do so. I never, ever drink while on duty. The drinking is only for my pleasure. I do not remember neglecting my duties because of drinking even once. 
Demikian Hakan dan Atatürk. Seakan saya bertemu dua Atatürk di Taksim Square.[]

KONON, akan ada rencana di Jakarta akan dibuat nama jalan Atatürk. Atatürk adalah simbol sekularisme. Dalam kasus Turki, Bagi Atatürk, Turki hanya akan menjadi negara maju dan modern apabila meniru Barat habis-habisan dengan membuang semua budaya Islam dari hati dan kehidupan orang Turki sampai ke akar-akarnya. Maka tidak heran kalau Atatürk berkolaborasi dengan Yahudi dan Uni Soviet memberangus khilafah dan mencabut akar tradisi Islam dan syari’at dari hati rakyat Turki. Menjadilah rakyat Turki manusia-manusia sekuler yang anti syari’at.

Terus, rencana membuat nama jalan Atatürk di Jakarta itu untuk apa?[]

Bila ingin membaca lebih kengkap tentang keseruan Istanbul, silakan baca buku versi ebook saya "Berdecak di Baah Kubah Hagia Sophia". Salsabila, Pustaka Al-Kautsar.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Three Cycles of Certainty

Peserta Kuliah Manajemen Kematian Komplek Griya Sasmita, Serua, Depok berpose dengan narasumber. Foto credit, Mas Mono. BISA jadi, teori kecerdasan ganda Howard Gardner dikagumi dalam kesadaran hidup. Gardner telah mengidentifikasi delapan kecerdasan: linguistik, logis-matematis, musikal, spasial, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, dan naturalistik . Gardner juga mempertimbangkan dua kecerdasan tambahan, eksistensial dan pedagogis . Teori Gardner banyak dibincangkan dan dipasangkan dalam teori belajar. Teori ini dianggap akademisi dan praktisi pendidikan sangat relevan dengan asumsi bahwa setiap peserta didik memiliki potensi kecerdasan berbeda tiap individu. Kecerdasan-kecerdasan di atas –sering disebut dengan multiple intelligences – di bangku sekolah dipandang penting untuk mengembangkan kecakapan hidup setiap peserta didik. Aplikasi dari teori ini berupa rancangan proses pembelajaran yang bisa menjangkau pengembangan kecerdasan paling dominan yang dimiliki peserta didik di

"MISTERI" DI BALIK "TARAWIH TERAKHIR"

Draft "Tarawih Terakhir" Kita harus mulai berpikir seperti sungai jika ingin meninggalkan warisan keindahan dan kehidupan untuk generasi mendatang." – David Brower. INI sepenggal kisah. Kisah tentang para pemburu pasir Ciliwung dalam draft buku “Tarawih Terakhir”. Semula, rencana buku ini akan diluncurkan pada 18 November 2021 saat 95 % buku sudah siap pada Agustus 2021. 18 November adalah “waktu keramat”, tepat saat Milad Muhammadiyah ke-109. Bagi warga persyarikatan, Milad itu seperti saatnya berjumpa kekasih. Senang, bahagia, dan semringah jadi satu. Akan tetapi, karena kendala teknis, momentum Milad akhirnya tidak bisa direngkuh. Ia berlalu. Rasanya, seperti ditinggalkan sang kekasih tercinta yang pergi tanpa pesan. Mengapa Milad? Ya, karena buku ini punya benang merah yang kuat dengan persyarikatan Muhammadiyah Ranting Pulo. Rekaman para pejuang penggali pasir Ciliwung untuk membangun masjid yang dulunya Langgar Pak Tua Naen. Masjid yang kelak dibangun mereka susah

2920 HARI

Ilustrasi Perempuan Berhijab. Foro Credit https://www.islampos.com/ TIGA hari lalu, saya dan istri begitu bahagia. Kabar tentang Vera membuat kami berdua semringah. Bagaimana kami tidak bahagia, Vera sudah sah menjadi seorang ibu. Vera sahabat istri saya, guru dari putra saya yang istimewa; Qurban Bayram Jaziila. Vera amat telaten mendampingi putra kami ini dengan segala keunikan Jaziila. Sewaktu duduk di kelas dua, sepatu melayang. Lain waktu, Vera dan Jaziila seperti rebutan tas, saling tarik. Pasalnya, Jaziila ngambek, dia tidak suka diberi PR dari Wali Kelasnya itu. 17 Juli esok, Jaziila sudah masuk SMA. Dia sudah berubah banyak. Dan, Vera diakuinya sebagai guru favorit saat ia kenang sekarang. Hanya saja, malam ini, raut wajah Jaziila tidak sesemringah seperti dia mengenang kelakuannya pada Vera semasa di SD dulu. *** TIGA hari berlalu kemarin, saya dan istri bergegas akan menjenguk Vera. Kami ingin merasakan aura bahagia bersama, juga bersama suaminya. Maka, meskipun sedikit cap