Langsung ke konten utama

LITERASI MARWAH



Marwah. Foto Credit: https://kbbi.lektur.id/marwah

RAPAT pleno hari ini agak berwarna. Bukan hanya soal nilai peserta didik yang diplenokan, melainkan perkenalan guru baru “diplenokan” pula statusnya. Hahahaha. Seru. Pak Eko paling sering disebut-sebut. Entahlah, barangkali Pak Eko terlalu “mempesona” untuk diabaikan begitu saja. Ehehehehe. Apalagi saat waktu berpisah dengan Bu Raisa, Bu Kamila, dan Pak Asfia. List nama yang menggema bertambah, bukan hanya Pak Eko, tapi juga Sang Pujangga; Alvian Revaldi Sutisna, dan Miss Afni. Ehehehehehe.

Entahlah, jika hati ini terasa hampa ditinggal mereka, apalagi yang bertiga itu. Wkwkwkwkwkwk. Maaf ya, kawan. Semoga mereka bertiga mendapat pengalaman berharga di madrasah tercinta ini.

Ehem. Ada persoalan substansial yang disinggung Pak Kamad saat memberi pengantar pleno. Boleh jadi, ini terlalu substansial dalam konteks relasi sesama pendidik, pendidik dengan peserta didik, dan pendidik dengan orang tua wali peserta didik. Ini menyangkut marwah atau kehormatan. Apalagi marwah pendidik. Semoga soal marwah ini tidak diabaikan peserta pleno karena tertutup oleh pesona Pak Eko. Eh …

Pendidik, peserta didik, dan orang tua wali peserta didik merupakan circle yang sangat kompleks. Meskipun relasi circle ini dibangun pada spirit mendidik, akan tetapi, disadari atau tidak, pola hubungan itu meskipun kasuistik kerap keluar dari konteks pendidikan.

Bagaimanapun, pendidik bekerja pada sebuah lembaga, berhadapan dengan aturan lembaga, dan saling berkompetisi untuk meraih jenjang karier tertentu atau posisi-posisi sebagai bentuk capaian kinerjanya. Untuk hal jenjang karier ini, berhadap-hadapan dengan kawan seiring untuk meraih posisi itu tidak bisa dihindari. Celah inilah yang rawan, di mana pola hubungan kerap keluar dari konteks pendidikan, bahkan seperti perilaku paradoksal seorang pendidik.

Sebagai pendidik, ia terikat oleh etika. Tentu tidak elok dan cenderung naif bila di belakang, ia sengaja menyampaikan informasi yang tidak sepenuhnya benar dan cenderung menjatuhkan rekan sejawat hanya untuk mengambil simpati, baik simpati peserta didik, wali peserta didik, atau bahkan pimpinan.

Efeknya besar. Bila informasi itu bocor sampai ke telinga sejawat, lalu dijadikan sebagai topik diskusi di tempat ngopi, percayalah bahwa pondasi ketidkpercayaan kepada teman sejawat itu sedang dibangun di atas lantai rumah pendidikan, paradoks.

Bayangkan, bila ada wali peserta didik mencecar wali kelas karena tidak puas dengan kinerja penanganan anak dengan bahasa yang pedas dan nyelekit. Satu dua fenomena ini terjadi saat pembagian raport berlangsung. Pemicunya sangat mungkin karena masukan dan informasi sepihak teman sejawat. Dalam kasus ini, tiga kesenjangan sudah menganga antara teman sejawat, peserta didik, dan wali peserta didik. Percayalah, saat itu etiket pendidik sudah hampir runtuh di tangan seorang pendidik.

Bayangkan juga, bila ada peserta didik curhat pada gurunya karena baru saja diajak bicara oleh guru tertentu berbagai informasi sepihak dengan nada menjatuhkan. Percayalah, fenomena membuat bingung peserta didik tentang gurunya sedang berlangsung. Persepsi peserta didik sedang diarahkan pada ambiguitas moral tentang guru-gurunya. Ini bahaya.

Apakah narasi ini narasi halu?

Bukan. Ini bukan narasi halu. Ini pernah terjadi, bahkan sangat mungkin akan terulang lagi. Potensi terulang akan tertutup bila substansi yang disinggung Pak Kamad saat memberi pengantar pleno direnungkan dalam-dalam, lalu diterjemahkan dalam pola relasi sejawat yang sehat.

Apa pun motivasinya, materi atau immateri, fenomena demikian harus diakhiri. Spirit pendidikan adalah menyehatkan; menyehatkan relasi, menyehatkan komunikasi, dan menyehatkan hubungan tiga pilar pendidikan; sekolah, orang tua, dan masyarakat.
Sebaiknya bagi orang yang berilmu, janganlah membuat dirinya sendiri menjadi hina lantaran berbuat tamak terhadap sesuatu yang tidak semestinya, dan hendaknya menjaga dari perkara yang dapat menjadikan hinanya ilmu dan para pemegang ilmu, sebaliknya, berbuatlah tawadlu (sikap tengah-tengah antara sombong dan kecil hati) dan iffah.
Ungkapan di atas mengisyaratkan bahwa orang yang berilmu adalah orang yang selalu menghindarkan diri dari segala akhlak dan perbuatan yang tercela, memelihara diri dari kenistaan (seperti sifat tamak dengan mengharap sesuatu dari orang lain secara berlebih-lebihan) sehingga tidak menimbulkan kesan yang hina terhadap ilmu dan sifat ilmuwan. Orang yang berilmu sepatutnya bersifat tawadhu (merendahkan hati tetapi tidak minder) dan iffah (memelihara diri dari beragam barang haram).

Demikian ungkapan Imam Az zarnuji dalam kitabnya “Ta'lim al-Muta’allim”, kitab yang mengulas tentang adab seorang pendidik, kitab yang sangat populer di kalangan pondok pesantren dan madrasah.

Jadi, guru mulia bukan hanya karena karya, melainkan juga karena menjaga marwah.

Selamat menyongsong tahun ajaran baru 2023/2024.

Salam literasi.

Ruang Pleno, Kamis, 15 Juni 2023.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Three Cycles of Certainty

Peserta Kuliah Manajemen Kematian Komplek Griya Sasmita, Serua, Depok berpose dengan narasumber. Foto credit, Mas Mono. BISA jadi, teori kecerdasan ganda Howard Gardner dikagumi dalam kesadaran hidup. Gardner telah mengidentifikasi delapan kecerdasan: linguistik, logis-matematis, musikal, spasial, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, dan naturalistik . Gardner juga mempertimbangkan dua kecerdasan tambahan, eksistensial dan pedagogis . Teori Gardner banyak dibincangkan dan dipasangkan dalam teori belajar. Teori ini dianggap akademisi dan praktisi pendidikan sangat relevan dengan asumsi bahwa setiap peserta didik memiliki potensi kecerdasan berbeda tiap individu. Kecerdasan-kecerdasan di atas –sering disebut dengan multiple intelligences – di bangku sekolah dipandang penting untuk mengembangkan kecakapan hidup setiap peserta didik. Aplikasi dari teori ini berupa rancangan proses pembelajaran yang bisa menjangkau pengembangan kecerdasan paling dominan yang dimiliki peserta didik di

"MISTERI" DI BALIK "TARAWIH TERAKHIR"

Draft "Tarawih Terakhir" Kita harus mulai berpikir seperti sungai jika ingin meninggalkan warisan keindahan dan kehidupan untuk generasi mendatang." – David Brower. INI sepenggal kisah. Kisah tentang para pemburu pasir Ciliwung dalam draft buku “Tarawih Terakhir”. Semula, rencana buku ini akan diluncurkan pada 18 November 2021 saat 95 % buku sudah siap pada Agustus 2021. 18 November adalah “waktu keramat”, tepat saat Milad Muhammadiyah ke-109. Bagi warga persyarikatan, Milad itu seperti saatnya berjumpa kekasih. Senang, bahagia, dan semringah jadi satu. Akan tetapi, karena kendala teknis, momentum Milad akhirnya tidak bisa direngkuh. Ia berlalu. Rasanya, seperti ditinggalkan sang kekasih tercinta yang pergi tanpa pesan. Mengapa Milad? Ya, karena buku ini punya benang merah yang kuat dengan persyarikatan Muhammadiyah Ranting Pulo. Rekaman para pejuang penggali pasir Ciliwung untuk membangun masjid yang dulunya Langgar Pak Tua Naen. Masjid yang kelak dibangun mereka susah

2920 HARI

Ilustrasi Perempuan Berhijab. Foro Credit https://www.islampos.com/ TIGA hari lalu, saya dan istri begitu bahagia. Kabar tentang Vera membuat kami berdua semringah. Bagaimana kami tidak bahagia, Vera sudah sah menjadi seorang ibu. Vera sahabat istri saya, guru dari putra saya yang istimewa; Qurban Bayram Jaziila. Vera amat telaten mendampingi putra kami ini dengan segala keunikan Jaziila. Sewaktu duduk di kelas dua, sepatu melayang. Lain waktu, Vera dan Jaziila seperti rebutan tas, saling tarik. Pasalnya, Jaziila ngambek, dia tidak suka diberi PR dari Wali Kelasnya itu. 17 Juli esok, Jaziila sudah masuk SMA. Dia sudah berubah banyak. Dan, Vera diakuinya sebagai guru favorit saat ia kenang sekarang. Hanya saja, malam ini, raut wajah Jaziila tidak sesemringah seperti dia mengenang kelakuannya pada Vera semasa di SD dulu. *** TIGA hari berlalu kemarin, saya dan istri bergegas akan menjenguk Vera. Kami ingin merasakan aura bahagia bersama, juga bersama suaminya. Maka, meskipun sedikit cap