Langsung ke konten utama

RASAKAN BEDANYA!

Untuk sukses, kadang kita butuh kesalahan. Foto Credit, the blowup, on unsplash. com

Soft Skill Menulis

MENYAJIKAN narasi yang enak dibaca, mengalir, koheren, argumentatif, dan runut termasuk soft skill menulis. Ini bisa dipelajari dan dilatih. Asalkan tekun dan giat berlatih, siapa saja bisa menguasai soft skill menulis yang baik itu.

Sebentar. Tekun dan giat berlatih menulis belum cukup. Ada satu lagi, punya reviewer. Tentu reviewer yang saya maksud reviewer yang punya keahlian menyunting. Reviewer me-review draft tulisan sebelum diterbitkan. Jika draft belum lolos dari tangan reviewer, perbaiki dahulu.

Saya punya reviewer. Ia guru bahasa Indonesia, editor profesional pemegang lisensi dari Lembaga Sertifikasi Profesi Penulis dan Editor Profesional (LSPPEP) dan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Namanya, Dani Wahyudi. Saya menyapanya dengan sapaan “Pak Dani”. 

Pak Dani selalu membaca draft tulisan saya sebelum diterbitkan di majalah sekolah yang kami asuh; Majalah Al-Ashri. Meskipun posisi saya di Majalah Al-Ashri kala itu sebagai Pemimpin Redaksi, tapi saya belum puas jika draft saya belum "melewati" meja Pak Dani. 

Pak Dani ini reviewer saya sejak saya aktif menulis. Saya kerap memintanya membaca draft tulisan saya meskipun sekadar tulisan opini sebelum saya terbitkan pada blog pribadi saya. Untuk beberapa buku dan novel saya yang sudah diterbitkan, Pak Dani bahkan menjadi editor di sana.

Mengapa reviewer itu penting?

Seorang reviewer bisa mendeteksi dengan cepat kesalahan ringan maupun kesalahan berat sebuah naskah di tangannya. Salah tik (typo) biasanya yang paling mudah diketahui reviewer. Kesalahan berat seperti ketidaktepatan pilihan kata (diksi), susunan redaksi yang tidak logis, kalimat tidak efektif, pun tidak luput dari jangkauan mata reviewer.

Reviewer ini semacam editor. Ia memberi masukan, saran, dan perbaikan sebelum naskah diterbitkan. Seorang reviewer begitu jeli untuk sekadar memberi masukan soal ketepatan penggunaan kata. Misalnya, kapan harus menggunakan kata pada atau kepada. Kapan harus menggunakan kata adalah, ialah, merupakan, yakni, dan yaitu, masing-masing dan tiap-tiap, antara kata dan lain-lain dan kata dan sebagainya.

Nah, di situlah mengapa reviewer itu penting. Kita bisa belajar menilai, apakah tulisan kita sudah tepat atau belum, naskah kita sudah layak di-publish atau belum. Jadi, dari reviewer, kita bukan saja belajar bagaimana menulis yang baik, tapi juga belajar melakukan pekerjan swasunting.|

Penggunaan Kata

SEPERTI menerapkan rumus matematika, begitu pula menerapkan rumus penggunaan kata. Seperti poin yang sudah disinggung di awal tulisan, kapan harus menggunakan kata pada dan kepada. Bagi seorang reviewer, dua kata itu menjadi objek sorotan.

Mengutip Bambang Trim, kata pada digunakan untuk merujuk objek kata atau frasa yang berunsur bukan orang. Kata kepada digunakan untuk merujuk objek kata atau frasa yang berunsur orang. Jadi, menempatkan dua kata ini ada rumusnya meskipun terkesan sama saja.

Baiklah, mungkin contoh berikut dapat memperjelas pemakaian kedua kata tersebut: (1) Dompet ini harus dikembalikan kepada yang berhak. Kata “yang berhak”, itu unsur orang. (2) Semua orang harus taat pada aturan. Kata “aturan”, bukan unsur orang. Nah, pada kata atau frasa berunsur orang atau bukan berunsur orang itulah kata kepada dan pada digunakan.

Demikian pula penggunaan dan lain-lain versus dan sebagainya sering tidak tepat karena dikira sama saja. Padahal, kata dan lain-lain digunakan untuk menyebutkan sebagian pada unsur-unsur tidak sejenis. Adapun kata dan sebagainya digunakan untuk penyebutan contoh sebagian pada unsur-unsur sejenis. Contoh: 
Bibi membeli beras, terigu, sayur-mayur, arang batok dan lain-lain
Paman membeli peralatan listrik, yaitu stop kontak, saklar, kabel, dan lain sebagainya
Kata adalah, ialah, merupakan, yakni, dan yaitu lebih merepotkan penggunaannya bila tidak cermat memahami fungsi kata itu digunakan. Dikira sama, padahal tidak. Adalah digunakan untuk menjelaskan hubungan subjek yang ‘identik dengan’, ‘sama halnya dengan’, atau ‘termasuk ke dalam golongan’. Contoh:
Presiden RI ke-2 adalah Soeharto.
Kamus adalah buku referensi yang berisi kata dan makna.
Saya adalah pengagum Buya HAMKA.
Kata ialah digunakan untuk menguraikan sebuah pengertian yang dimulai dengan kata benda (nomina). Contoh:
Presiden ialah kepala pemerintahan negara republik.
KBBI ialah kamus ekabahasa yang diterbitkan Badan Bahasa.
Kata merupakan digunakan untuk menguraikan pengertian tentang rupa atau wujud dari sesuatu. Contoh:
Korupsi merupakan bahaya laten bagi ketahanan ekonomi bangsa.
Kesantunan merupakan sifat yang semakin hilang dalam pergaulan saat ini.
Kata yaitu/yakni digunakan apabila unsur yang menguraikan pengertian dimulai dengan kata bukan nomina. Contoh:
Merokok yaitu menghisap racun yang berbayar.
Cukuplah beberapa kata di atas sekadar contoh penggunaan kata. Tentu, seorang reviewer dengan kemahiran menyunting, kompleksitas penggunaan kata di atas bukan persoalan seperti umumnya penulis yang enggan melakukan swasunting. Meskipun penulis yang baik adalah penyunting yang baik, tapi dalam praktiknya, tidaklah selalu demikian. Maka dari itu, percayakan draft tulisan pada reviewer sebelum di-publish.|

Panjang dan Bernas

BERNAS menurut KBBI online berarti a 1 berisi penuh (tentang butir padi, susu, bisul, dan sebagainya): buah padi --; 2 ki banyak isinya (tentang pidato, petuah, ceramah, dan sebagainya); 3 dapat dipercaya: janjinya selalu --. Dari makna ini, tulisan bernas berarti tulisan yang padat isinya.

Tulisan dengan paragraf dan kalimat yang panjang belum tentu bernas. Sering terjadi, paragraf dengan kalimat panjang malah sukar dimengerti apa pesan di balik paragraf itu. Panjang kalimatnya hanya tumpahan ide mentah. Ia belum diolah menjadi kalimat efektif dalam satu atau beberapa paragraf yang koheren, logis, dan efektif. Alih-alih ingin menjelaskan persoalan secara panjang lebar, malah membuat pusing pembaca berkepanjangan. 

Tulisan bernas bukan berisi penuh dengan kosa kata, tapi kosong pada efektivitas makna yang disampaikan. Tulisan bernas itu enak dibaca, mengalir, koheren, argumentatif, runut, serta bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. 

Ada teori menulis yang menarik saya dapat dari seorang kawan. Saya mengenalnya sejak 2007. Kami sama-sama alumni UIN. Ia dari Fakultas Dakwah, saya Tarbiyah. Saya banyak belajar teknik menulis darinya. Ia jurnalis Anadolu Agency untuk wilayah Asia Pasifik. Kata kawan ini, menulis untuk media online berbeda dengan menulis buku. Kalimat dalam satu paragraf untuk media online sebaiknya tidak lebih dari tujuh kata. Maksimal sepuluh kata. Saya lalu menyelisik tulisan-tulisan saya di blog. Saya jadi tahu, ada beberapa paragraf tulisan saya kalimatnya jelas masih “kegendutan”. Kalimat-kalimat itu masih bisa disusun dalam dua atau tiga kalimat ringkas.

Saya tergoda. Paragraf itu saya susun ulang dengan kalimat lebih ringkas. Yey! Benar! Kalimat yang ringkas enak dibaca, tidak bikin capek, dan menjadi bernas. Rupanya, tulisan bernas tidak harus dengan susunan kalimat panjang. Sebaliknya, kalimat yang panjang-panjang hanya membuat napas seakan putus di tengah kalimat saat ia dibaca.|

DI tangan penulis tertentu, ide sederhana bisa menjadi tulisan berbobot. Kata kuncinya terletak pada penguasaan teknik menulis. Bisa jadi paragrafnya hanya susunan kalimat-kalimat pendek yang tidak lebih dari tujuh sampai sepuluh kata saja. Akan tetapi diksinya bagus, penggunaan katanya tepat, ejaannya benar, komposisi kalimatnya padu, dan alur berpikir tiap kalimat dalam satu paragraf saling menjelaskan. Tentu saja, kebenaran isi tiap susunan kalimatnya dapat dipertanggungjawabkan. Poin ini saya kira yang paling penting dari pesan sebuah paragraf.

Berlatih membuat paragraf dengan kalimat pendek yang mudah dipahami, jauh lebih baik daripada mahir menulis paragraf dengan kalimat panjang, tapi membuat dahi berkerut-kerut. Contoh:
Bu Fitri yang seorang manajer sebuah perusahaan asing sekaligus sering nyambi sebagai guru matematika di sebuah madrasah terkenal dan mahal di Ciputat yang merupakan tempat kuliah anak-anak artis ibukota, memiliki dua orang anak yang juga bersekolah di madrasah di mana ia mengajar.
Apa yang Anda rasakan saat membaca kalimat di atas? Capek bukan? Lalu, apakah pesan kalimat itu bisa segera Anda mengerti? Kasus tulisan seperti ini banyak dijumpai dalam artikel atau opini pada media online.

Bandingkan bila susunan kalimatnya dipecah menjadi lebih ringkas seperti ini:
Bu Fitri seorang manajer sebuah perusahaan asing. Ia bekerja sambilan sebagai guru matematika di sebuah madrasah terkenal dan mahal di Ciputat tempat sekolah anak-anak artis ibukota. Bu Fitri memiliki dua orang anak. Kedua anaknya bersekolah di madrasah tempatnya mengajar.
Bagaimana rasanya menikmati paragraf dengan komposisi kalimat yang lebih simpel pada contoh yang kedua? Pasti jelas perbedaannya bukan?

Ide yang padat, tidak berarti harus disusun dalam paragraf dengan barisan kalimat panjang. Ia bisa dikemas dalam paragraf dengan kalimat yang ringkas. Di samping smooth, kalimat ringkas tampak lebih smart. Rasakan bedanya!|

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Three Cycles of Certainty

Peserta Kuliah Manajemen Kematian Komplek Griya Sasmita, Serua, Depok berpose dengan narasumber. Foto credit, Mas Mono. BISA jadi, teori kecerdasan ganda Howard Gardner dikagumi dalam kesadaran hidup. Gardner telah mengidentifikasi delapan kecerdasan: linguistik, logis-matematis, musikal, spasial, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, dan naturalistik . Gardner juga mempertimbangkan dua kecerdasan tambahan, eksistensial dan pedagogis . Teori Gardner banyak dibincangkan dan dipasangkan dalam teori belajar. Teori ini dianggap akademisi dan praktisi pendidikan sangat relevan dengan asumsi bahwa setiap peserta didik memiliki potensi kecerdasan berbeda tiap individu. Kecerdasan-kecerdasan di atas –sering disebut dengan multiple intelligences – di bangku sekolah dipandang penting untuk mengembangkan kecakapan hidup setiap peserta didik. Aplikasi dari teori ini berupa rancangan proses pembelajaran yang bisa menjangkau pengembangan kecerdasan paling dominan yang dimiliki peserta didik di

"MISTERI" DI BALIK "TARAWIH TERAKHIR"

Draft "Tarawih Terakhir" Kita harus mulai berpikir seperti sungai jika ingin meninggalkan warisan keindahan dan kehidupan untuk generasi mendatang." – David Brower. INI sepenggal kisah. Kisah tentang para pemburu pasir Ciliwung dalam draft buku “Tarawih Terakhir”. Semula, rencana buku ini akan diluncurkan pada 18 November 2021 saat 95 % buku sudah siap pada Agustus 2021. 18 November adalah “waktu keramat”, tepat saat Milad Muhammadiyah ke-109. Bagi warga persyarikatan, Milad itu seperti saatnya berjumpa kekasih. Senang, bahagia, dan semringah jadi satu. Akan tetapi, karena kendala teknis, momentum Milad akhirnya tidak bisa direngkuh. Ia berlalu. Rasanya, seperti ditinggalkan sang kekasih tercinta yang pergi tanpa pesan. Mengapa Milad? Ya, karena buku ini punya benang merah yang kuat dengan persyarikatan Muhammadiyah Ranting Pulo. Rekaman para pejuang penggali pasir Ciliwung untuk membangun masjid yang dulunya Langgar Pak Tua Naen. Masjid yang kelak dibangun mereka susah

2920 HARI

Ilustrasi Perempuan Berhijab. Foro Credit https://www.islampos.com/ TIGA hari lalu, saya dan istri begitu bahagia. Kabar tentang Vera membuat kami berdua semringah. Bagaimana kami tidak bahagia, Vera sudah sah menjadi seorang ibu. Vera sahabat istri saya, guru dari putra saya yang istimewa; Qurban Bayram Jaziila. Vera amat telaten mendampingi putra kami ini dengan segala keunikan Jaziila. Sewaktu duduk di kelas dua, sepatu melayang. Lain waktu, Vera dan Jaziila seperti rebutan tas, saling tarik. Pasalnya, Jaziila ngambek, dia tidak suka diberi PR dari Wali Kelasnya itu. 17 Juli esok, Jaziila sudah masuk SMA. Dia sudah berubah banyak. Dan, Vera diakuinya sebagai guru favorit saat ia kenang sekarang. Hanya saja, malam ini, raut wajah Jaziila tidak sesemringah seperti dia mengenang kelakuannya pada Vera semasa di SD dulu. *** TIGA hari berlalu kemarin, saya dan istri bergegas akan menjenguk Vera. Kami ingin merasakan aura bahagia bersama, juga bersama suaminya. Maka, meskipun sedikit cap