Langsung ke konten utama

PENTIGRAF

 


Angka Tiga. Foto Credit https://www.psikologimimpi.com/

PENTIGRAF. Anda pernah mendengar genre karya sastra ini?

Sebagai yang terus belajar menulis, saya tertarik. Sempat sih, satu kali meski samar-samar menangkap perbincangan genre ini. Hanya saja, tak serius saya menyelisik.

Tiga Paragraf

Belakangan, Pak Hae, rekan guru saya bahkan sudah pula punya kumpulan (antologi) pentigraf. Rasanya, saya semakin tertinggal. Padahal menurut Warsono dalam http://warsono.gurusiana.id/article/2020/6/belajar-pentigraf-dari-sang-penggagas-94350?bima_access_status=not-logged, genre ini sudah diperkenalkan pada 1980. Berarti, telat sekali bagi saya mengenal sastra yang satu ini.

Kali ini, saya ingin memperkenalkan pentigraf dari dua sumber. Dari tulisan Warsono di atas dan dari Kampung Pentigraf Indonesia (KPI). Pembaca bisa merujuk ke sini: https://www.facebook.com/groups/133536197048183. Hanya dua sumber, sebenarnya belum cukup bagi saya menyerap informasi tentang pentigraf meskipun isi dua sumber di atas sudah menjelaskan soal pentigraf.

Pentigraf lekat pada Prof Dr Tengsoe Tjahjono, sastrawan dan akademisi Universitas Negeri Surabaya (UNESA). Prof Tengsoe disebut-sebut sebagai penggagas yang memperkenalkan pentigraf pada khalayak, khususnya penyuka sastra pada 1980. Prof Tengsoe membuat komunitas Kampung Pentigraf Indonesia (KPI) di Facebook sebagai wadah penulis pentigraf pada April 2016.

Menurut Prof Tengsoe, karya bisa disebut pentigraf apabila memenuhi unsur sebagai berikut:

1. Panjang tulisan 3 paragraf, sekitar 210 kata.
2. Paragraf harus mengikuti pengertian paragraf yang benar. Satu paragraf, satu gagasan pokok.
3. Secara teknis penulisan di komputer: satu paragraf, satu kali ENTER.
4. Sebagai cerpen, pentigraf juga memiliki ciri-ciri narasi yaitu: a. ada alur (dalam alur ada konflik), b. ada tokoh yang menggerakkan alur, c. ada topik, persoalan yang dialami tokoh, d. ada latar (entah waktu, ruang, keadaan), entah latar fisik maupun latar rohani, d. selalu ada kejutan yang tak bisa diduga pembaca.

Nah, itulah pentigraf menurut penggagasnya.

Perlu digaris bawahi tiga kata kunci pentigraf: cerpen, tiga, dan paragraf. Inilah karakter dari pentigraf.

Cerpen atau cerita pendek merupakan bagian dari prosa. Umumnya, cerpen fokus pada peristiwa yang berdiri sendiri atau berkaitan. Karena pendek, cerpen sering diistilahkan dengan karya untuk dibaca sekali duduk.

Lalu, mengapa harus tiga paragraf?

Ada alasan di balik tiga paragraf itu. Soal alasan itu mutlak atau tidak dan bisa didiskusikan, itu soal lain. Yang jelas, sang penggagas pentigraf memberikan alasan bahwa dengan tiga paragraf, penulis akan mampu memaksimalkan kehadiran elemen-elemen cerpen. Penulis juga bisa mengatur laju alur dengan leluasa. Dan, penulis bisa menawarkan pesan moral dengan cepat, tepat, dan mudah diterima pembaca.

Batu Sandungan

Saya penasaran. Bertemulah saya pada situs https://www.gerejakalasan.org/ setelah berselancar mencari tahu. Di sana, saya temukan pentigraf karya Prof Dr Tengsoe Tjahjono. Saya turunkan utuh karya beliau sebagai contoh pentigraf paling autentik. Judulnya Batu Sandungan.
Ini terjadi di negeri antah berantah. Konon para orang kaya selalu bersekongkol dengan para petugas pajak agar tidak membayar pajak untuk negara. “Jangan laporkan seluruh harta kekayaanku agar tidak terlalu banyak pajak yang harus aku bayar,” perintahnya kepada petugas pencatat harta kekayaan. Para orang kaya itu semakin hari semakin kaya, hartanya bertimbun untuk tujuh keturunan.

Hari demi hari pemasukan negara itu menurun. Pembangunan pun mangkrak. Jalan raya, jembatan, gedung sekolah, pabrik, dan sebagainya terbengkalai. Jumlah karyawan dan pegawai negara yang dirumahkan semakin banyak, pengangguran pun meningkat. Jumlah orang miskin yang harus dibiayai negara meningkat tajam. Lalu, bagaimana dengan orang-orang kaya itu? Mereka tak bisa lagi membelanjakan uangnya sebab kebutuhan pokok sulit didapatkan. Hartanya tak bisa menyelamatkan dirinya.

“Bayarlah pajak agar kalian tak menjadi batu sandungan bagi banyak orang dan bagi kamu sendiri,” kata Sang Guru Agung. Namun, ketika itu tak banyak orang yang mau mendengarkan. Sekarang mereka baru merasakan akibatnya. Batu sandungan itu sungguh bisa menghancurkan kehidupan bersama.
Nah, sekarang, jadi terbayang, bagaimana wujud pentigraf itu dari karya penggagasnya langsung. Berani mencoba?

Ini, ada link cukup informatif. Isinya kumpulan pentigraf. Ditulis oleh Gatot Sarmidi, dosen sastra pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas PGRI Kanjuruhan Malang. Silakan meluncur ke sini: https://repository.penerbiteureka.com/publications/349121/kumpulan-pentigraf-dan-cerita-pendek-bleng-blong-rembulan-malam.

Ayolah! Mulai menulis pentigraf.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Three Cycles of Certainty

Peserta Kuliah Manajemen Kematian Komplek Griya Sasmita, Serua, Depok berpose dengan narasumber. Foto credit, Mas Mono. BISA jadi, teori kecerdasan ganda Howard Gardner dikagumi dalam kesadaran hidup. Gardner telah mengidentifikasi delapan kecerdasan: linguistik, logis-matematis, musikal, spasial, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, dan naturalistik . Gardner juga mempertimbangkan dua kecerdasan tambahan, eksistensial dan pedagogis . Teori Gardner banyak dibincangkan dan dipasangkan dalam teori belajar. Teori ini dianggap akademisi dan praktisi pendidikan sangat relevan dengan asumsi bahwa setiap peserta didik memiliki potensi kecerdasan berbeda tiap individu. Kecerdasan-kecerdasan di atas –sering disebut dengan multiple intelligences – di bangku sekolah dipandang penting untuk mengembangkan kecakapan hidup setiap peserta didik. Aplikasi dari teori ini berupa rancangan proses pembelajaran yang bisa menjangkau pengembangan kecerdasan paling dominan yang dimiliki peserta didik di

"MISTERI" DI BALIK "TARAWIH TERAKHIR"

Draft "Tarawih Terakhir" Kita harus mulai berpikir seperti sungai jika ingin meninggalkan warisan keindahan dan kehidupan untuk generasi mendatang." – David Brower. INI sepenggal kisah. Kisah tentang para pemburu pasir Ciliwung dalam draft buku “Tarawih Terakhir”. Semula, rencana buku ini akan diluncurkan pada 18 November 2021 saat 95 % buku sudah siap pada Agustus 2021. 18 November adalah “waktu keramat”, tepat saat Milad Muhammadiyah ke-109. Bagi warga persyarikatan, Milad itu seperti saatnya berjumpa kekasih. Senang, bahagia, dan semringah jadi satu. Akan tetapi, karena kendala teknis, momentum Milad akhirnya tidak bisa direngkuh. Ia berlalu. Rasanya, seperti ditinggalkan sang kekasih tercinta yang pergi tanpa pesan. Mengapa Milad? Ya, karena buku ini punya benang merah yang kuat dengan persyarikatan Muhammadiyah Ranting Pulo. Rekaman para pejuang penggali pasir Ciliwung untuk membangun masjid yang dulunya Langgar Pak Tua Naen. Masjid yang kelak dibangun mereka susah

2920 HARI

Ilustrasi Perempuan Berhijab. Foro Credit https://www.islampos.com/ TIGA hari lalu, saya dan istri begitu bahagia. Kabar tentang Vera membuat kami berdua semringah. Bagaimana kami tidak bahagia, Vera sudah sah menjadi seorang ibu. Vera sahabat istri saya, guru dari putra saya yang istimewa; Qurban Bayram Jaziila. Vera amat telaten mendampingi putra kami ini dengan segala keunikan Jaziila. Sewaktu duduk di kelas dua, sepatu melayang. Lain waktu, Vera dan Jaziila seperti rebutan tas, saling tarik. Pasalnya, Jaziila ngambek, dia tidak suka diberi PR dari Wali Kelasnya itu. 17 Juli esok, Jaziila sudah masuk SMA. Dia sudah berubah banyak. Dan, Vera diakuinya sebagai guru favorit saat ia kenang sekarang. Hanya saja, malam ini, raut wajah Jaziila tidak sesemringah seperti dia mengenang kelakuannya pada Vera semasa di SD dulu. *** TIGA hari berlalu kemarin, saya dan istri bergegas akan menjenguk Vera. Kami ingin merasakan aura bahagia bersama, juga bersama suaminya. Maka, meskipun sedikit cap