Langsung ke konten utama

SI EASY GOING YANG MENGUDARA

Fathan Naufal Setiawan, Alumnus MTS. Pembangunan UIN Jakarta. Video Credit, Fatan Naufal Setiawan.


DAHULU, keberhasilan belajar selalu diukur dengan ranking. Ia bak panggung selebrasi, semacam mimbar kehormatan bagi juara kelas. Maksudnya baik, sebagai motivasi belajar. Akan tetapi, kenyataannya tidak selamanya demikian. Bagi sebagian orang, ranking seperti ketok palu putusan hakim pengadilan; kamu pintar atau kamu bodoh.

Ranking seperti bola liar yang menggelinding ke mana-mana. Ia jadi topik pembicaraan keluarga besar di forum arisan, konten berita saat kumpul lebaran, atau pengumuman dari mulut ke mulut saat acara kondangan pernikahan sepupu.

Maka, dalam forum silaturahim yang baik itu, ada wajah-wajah semringah, bercahaya, dan berbinar-binar. Ada pula yang muram, kecut, dan kusut masai. Yang semringah, semua tahu siapa mereka. Yang muram, kecut, dan kusut masai, semua pun tahu. Semua beralih rupa karena 'tuah' 7 huruf: ranking.|

PROSES belajar seperti membakar roti dalam oven dengan api kecil, tapi konsisten. Memang, roti akan lama matangnya, tapi hasilnya baik, kematangannya merata, tidak ada bagian yang mentah, setengah matang, terlalu matang, atau gosong. Perfetto.

Hanya saja, kematangan roti bisa didapat dalam sekali proses pembakaran. Sementara kematangan proses pembelajaran harus melewati banyak jenjang, butuh kesabaran, terus menerus dinyalakan, dan konsisten.

Kesabaran dan konsistensi itulah yang seringkali dikorupsi oleh ranking secara tidak disadari. Orang tua, bahkan guru sendiri seperti kehilangan kesabaran hanya karena membaca peringkat. Keduanya sama-sama menyangka bahwa mereka telah berhasil dan gagal dalam waktu yang bersamaan di atas selembar kertas leger. Padahal jalan panjang proses belajar belum usai, seperti panjangnya jalan kehidupan.|

SEJAK kemarin saya bahagia sekali. Tuah tujuh huruf yang berbunyi: ranking itu telah pupus. Semakin yakin lah saya, seharusnya ranking tidak lagi disimpan berlama-lama di dalam benak orang tua dan guru sampai 'diberhalakan' bagai mantra di forum-forum keluarga dan di ruang-ruang kelas. Semua karena Fathan Naufal Setiawan. Saya percaya, pasti di lain hari, bukan hanya satu Fathan yang memvibrasi kebahagiaan sejak kemarin itu, tapi oleh 'Fathan-Fathan' yang lain.

Bagaimana saya tidak bahagia sekaligus tercengang?

Fathan, siswa saya yang kecil imut, tidak pernah lepas peci saat di sekolah, senyumnya lebar, dalam beberapa kesempatan terseok mengejar remedial Bahasa Inggris, ternyata sempat sekolah di Amerika. Lha, sekolah di Amerika, warga sekolahannya ngomongnya pasti bahasa Inggris, kan. Piye iki?

Fathan bocah easy going, kebangetan easy going malah waktu itu. Seakan, dia tidak punya masalah apa pun. Hari-harinya di sekolah dijalani dengan senyumnya yang lebar.

Pada awal-awal pertengahan semester di kelas tujuh, daftar remedial Fathan membuat saya dan mamanya 'meriang'. Gawat ini. Sebagai Wali Kelas, bahkan saya merasa 'gagal'. Mamanya juga demikian. Tapi si Fathan cuma cengar-cengir. Ngeselin, kan? Hahahahah.

Saya harus tarik napas panjang, relaksasi, dan memupuk kepercayaan diri bahwa masalah Fathan hanya dia belum menemukan pola belajar yang tepat saja. Fathan masih asyik dengan dirinya sendiri, tanggung jawab belajarnya belum tumbuh, dan harus dibangunkan dari ke-easy going-annya saja.|

FATHAN dan mamanya membuka memori interaksi saya yang elegan dengan wali peserta didik, pada orang tua Fathan 14 tahun lalu. Sayang, jika memori itu hanya saya nikmati sendiri. Saya membagikannya di sini.

Mamanya Fathan orang yang mengerti betul kemampuan Fathan. Karena itu, ia tak sungkan membuka ruang komunikasi yang sehat pada saya sebagai Wali Kelas.

Saya menyampaikan capaian akademik Fathan berdasarkan data, catatan BK, dan informasi guru tiap mata pelajaran. Tidak ada yang saya tutup-tutupi, tidak ada rasa gula-gula untuk menyenangkan orang tua Fathan, juga tidak membiarkan orang tua Fathan gelisah sendirian.

Sementara, tak sepatah pun orang tua membela dengan puji-puji bahwa di rumah Fathan begini-begitu, tak sepatah pula pun menyalahkan guru-guru Fathan, melainkan ia bertanya, "Apa yang harus kita lakukan untuk Fathan, Pak?"

Apa yang harus kita lakukan untuk Fathan, merupakan ekspresi dari orang yang memiliki kesadaran bahwa proses belajar menjadi tanggung jawab bersama. Orang tua Fathan tidak mengatakan, apa yang harus saya lakukan untuk Fathan. Atau, 
Apa yang akan Bapak lakukan untuk Fathan? Ya, very wise.


Komunikasi yang baik dan terbuka, pendampingan proses belajar anak, dan saling memberi kepercayaan antara sekolah dan orangtua, rasanya menjadi kesimpulan saya atas orangtua Fathan dengan apa yang dicapai Fathan hari ini. Bahwa belajar merupakan proses panjang yang harus dibangun bersama, dalam kesadaran yang sama, dan saling percaya pada peran masing-masing untuk menjadikan anak sesuai bakat dan kecerdasannya. Semoga saya tidak keliru.|


Fathan bersama instruktur terbang: Sheik Amir setelah lulus ujian akhir sekolah penerbangan Wayman Aviation. Foto Credit, Fathan Naufal Setiawan.


FATHAN menghabiskan waktu 2,5 tahun di Amerika. Ia belajar di sekolah pilot, belajar Commercial Single Engine di Mazzei Flying Service, di Fresno, California. Melanjutkan belajar Commercial Multi Engine di Wayman Aviation, di Pembroke Pines, Florida, pada akhir 2014 sampai 2017. Sekarang, Fathan berkarir di 
AirAsia Indonesia

Fathan di ruang kemudi pesawat Airbus A320, saat penerbangan menuju Bandar Udara Internasional Kualanamu di Medan dari Bandar Udara Internasional Jogjakarta di Kulon Progo. Foto Cedit, Fathan Naufal Setiawan.


Mata saya berair mendapati kiriman foto anak yang dahulu nilainya membuat saya meriang itu di Madrasah Pembangunan. Bahkan Fathan tak melupakan tradisi baik Madrasah Pembangunan sampai ia sudah menjadi pilot sekali pun. Kenangan Fathan menjadikan saya speechless. Alhamdulillah.


Swafoto Fathan dalam pesawat latihan Piper Tomahawk PA-38 saat terbang cross country ke Fresno Yosemite International Airport, di Fresno dari Oceano County Airport di Oceano, California saat sekolah pilot.


Tetap menjadi santun dan membumi ya, Fathan, meskipun tiap hari kamu berada di ketinggian. Capaian terbaikmu bukan sekadar seorang pilot, tapi Pilot yang Salih.|


Garut, Racik Desa, menuju Sampireun. Rabu, 6 Juli 2022.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Three Cycles of Certainty

Peserta Kuliah Manajemen Kematian Komplek Griya Sasmita, Serua, Depok berpose dengan narasumber. Foto credit, Mas Mono. BISA jadi, teori kecerdasan ganda Howard Gardner dikagumi dalam kesadaran hidup. Gardner telah mengidentifikasi delapan kecerdasan: linguistik, logis-matematis, musikal, spasial, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, dan naturalistik . Gardner juga mempertimbangkan dua kecerdasan tambahan, eksistensial dan pedagogis . Teori Gardner banyak dibincangkan dan dipasangkan dalam teori belajar. Teori ini dianggap akademisi dan praktisi pendidikan sangat relevan dengan asumsi bahwa setiap peserta didik memiliki potensi kecerdasan berbeda tiap individu. Kecerdasan-kecerdasan di atas –sering disebut dengan multiple intelligences – di bangku sekolah dipandang penting untuk mengembangkan kecakapan hidup setiap peserta didik. Aplikasi dari teori ini berupa rancangan proses pembelajaran yang bisa menjangkau pengembangan kecerdasan paling dominan yang dimiliki peserta didik di

"MISTERI" DI BALIK "TARAWIH TERAKHIR"

Draft "Tarawih Terakhir" Kita harus mulai berpikir seperti sungai jika ingin meninggalkan warisan keindahan dan kehidupan untuk generasi mendatang." – David Brower. INI sepenggal kisah. Kisah tentang para pemburu pasir Ciliwung dalam draft buku “Tarawih Terakhir”. Semula, rencana buku ini akan diluncurkan pada 18 November 2021 saat 95 % buku sudah siap pada Agustus 2021. 18 November adalah “waktu keramat”, tepat saat Milad Muhammadiyah ke-109. Bagi warga persyarikatan, Milad itu seperti saatnya berjumpa kekasih. Senang, bahagia, dan semringah jadi satu. Akan tetapi, karena kendala teknis, momentum Milad akhirnya tidak bisa direngkuh. Ia berlalu. Rasanya, seperti ditinggalkan sang kekasih tercinta yang pergi tanpa pesan. Mengapa Milad? Ya, karena buku ini punya benang merah yang kuat dengan persyarikatan Muhammadiyah Ranting Pulo. Rekaman para pejuang penggali pasir Ciliwung untuk membangun masjid yang dulunya Langgar Pak Tua Naen. Masjid yang kelak dibangun mereka susah

2920 HARI

Ilustrasi Perempuan Berhijab. Foro Credit https://www.islampos.com/ TIGA hari lalu, saya dan istri begitu bahagia. Kabar tentang Vera membuat kami berdua semringah. Bagaimana kami tidak bahagia, Vera sudah sah menjadi seorang ibu. Vera sahabat istri saya, guru dari putra saya yang istimewa; Qurban Bayram Jaziila. Vera amat telaten mendampingi putra kami ini dengan segala keunikan Jaziila. Sewaktu duduk di kelas dua, sepatu melayang. Lain waktu, Vera dan Jaziila seperti rebutan tas, saling tarik. Pasalnya, Jaziila ngambek, dia tidak suka diberi PR dari Wali Kelasnya itu. 17 Juli esok, Jaziila sudah masuk SMA. Dia sudah berubah banyak. Dan, Vera diakuinya sebagai guru favorit saat ia kenang sekarang. Hanya saja, malam ini, raut wajah Jaziila tidak sesemringah seperti dia mengenang kelakuannya pada Vera semasa di SD dulu. *** TIGA hari berlalu kemarin, saya dan istri bergegas akan menjenguk Vera. Kami ingin merasakan aura bahagia bersama, juga bersama suaminya. Maka, meskipun sedikit cap