Langsung ke konten utama

Pizaro Citizen Journalism dan Palestina

Saya dan Pizaro saat launching salah satu seri buku saya "Kiai Kocak". Foto milik Lukman Hakim Sidik 

Namanya Pizaro Gozali Idrus. Saya memanggilnya Pizaro. Nama yang keren. Usianya lebih muda 10 tahun dari saya. Tapi, semua orang tahu, usia bukan ukuran lebih tua lebih berbobot. Begitu juga antara saya dan Pizaro. Bolehlah saya lebih tua darinya 10 tahun, namun kapasitas Pizaro lebih “tua” bertahun-tahun dari saya.

Awal mula kenal Pizaro dari Facebook, lalu membaca novelnya "The Brain Charger". Beberapa kali mengikuti kelasnya yang menarik; “Zionisme Internasional”, topik yang berat tapi menggemaskan. Setidaknya bagi saya begitu.

Di mata saya, Pizaro itu humble. Dia dengan rendah hati pernah bersedia membincangkan buku saya; “Kiai Kocak” di satu forum bedah buku. Padahal waktu itu, honornya sebagai pembicara kecil. Saking kecilnya, kalau sekarang saya tanya, dia pasti lupa. Wkwkwkwk.

Pada 2017, Pizaro menjadi Redaktur Anadolu Agency, kantor berita yang bermarkas di Ankara, Turki. Setahu saya, Anadolu termasuk kategori jurnalisme perang. Pizaro naik kelas lagi dengan menyandang Jurnalis Internasional.

Pizaro cerdas, itu sudah pasti. Sekarang, cerdasnya dia bikin mata saya berkunang-kunang saat membaca aktivitasnya. Dia Senior Fellow Asia Middle East Centre for Research and Dialogue, Kuala Lumpur. Juga anggota Palestine International Forum for Media. Dan, Kandidat Ph.D pada bidang Policy Research and International Studies, Universiti Sains Malaysia.

Sebagai anggota Palestine International Forum for Media, Pizaro kerap menulis tentang Palestina. Tulisannya termasuk produk jurnalistik yang paling jernih menggambarkan Palestina dan HAMAS. Tak heran, hari-hari ini, tulisan dan pembicaraannya tentang Palestina dan HAMAS sering menjadi rujukan pemerhati Palestina. Yang bukan beneran pemerhati Palestina seperti saya, pun merujuk Pizaro.

Saya termasuk yang baru tahu, bahwa agresor Israel sudah menjatuhkan 18.000 ton bom ke Gaza. Jumlah sebanyak itu setara 1,5 kali lipat lebih banyak dari bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima pada 6 Agustus 1945. Saya tahu soal ini dari salah satu status Pizaro di akun Facebooknya.

Ada salah satu tulisan Pizaro yang sangat menarik. Tulisan ini berisi guidance utamanya menurut saya untuk Citizen Journalism dengan istilah-istilah kunci saat mereka akan menulis tentang Palestina. Karena Citizen journalism adalah kegiatan jurnalis yang dilakukan oleh orang-orang yang bukan dari kalangan jurnalis profesional, saya memandang tulisan Pizaro penting diperhatikan Citizen Journalism mengindahkan keyword dari Pizaro supaya tidak keliru saat mendeskripsikan persoalan Palestina hari ini.

Begini kata Pizaro:

Pertama, hindari menulis kata “Konflik Palestina-Israel” karena yang terjadi di tanah Palestina bukan konflik, tapi penjajahan struktural. Istilah konflik tidak menggambarkan realitas sesungguhnya di Palestina yang mengalami kolonialisme sistematis oleh zionis. Istilah konflik tentunya juga tidak menggambarkan agresi dan ketidakadilan Israel terhadap masyarakat adat Palestina.

Kedua, media-media juga lebih memilih untuk menulis “bentrokan antara warga Palestina dan tentara Israel”. Berita-berita ini mengaburkan akar kekerasan Israel yang seolah-olah peristiwa ini hanya insiden sementara dan bukan kekerasan sistematis yang dilakukan penjajah Zionis sejak lama.

Ketiga, hindari menulis kata-kata “teroris Hamas”, “Teroris Palestina”, dan “tentara Israel”. Istilah ini mengesankan Hamas dan kelompok perlawanan Palestina lainnya adalah entitas ilegal, sedangkan Zionis adalah negara resmi dan tentara resmi. Padahal yang terjadi adalah sebaliknya. Zionis saat ini menduduki tanah curian yang menjadi hak sah bangsa Palestina.

Keempat, dalam menyebut kelompok perlawanan, langsung saja sebut Hamas. Menggunakan istilah “militan Hamas” sama saja mengabaikan fakta bahwa mereka memenangkan pemilu secara demokratis sejak tahun 2006.

Kelima, hindari menulis perlawanan bangsa Palestina tanpa konteks. Jelaskan dalam penulisan akar masalah mengapa bangsa Palestina melakukan perjuangan. Karena mereka mengalami penindasan secara panjang, tidak bebas menjalankan agamanya, hidup blokade, boikot ekonomi, kemiskinan, dll akibat penjajahan.

Keenam, pastikan konsistensi dalam menggambarkan korban Palestina sebagai “terbunuh”, bukan “meninggal/tewas”. Hindari penggunaan kalimat pasif saat mendeskripsikan peristiwa. Dalam judul, sebutkan siapa yang melakukan tindakan tersebut, bukan hanya di mana tindakan tersebut terjadi, untuk menghindari ambiguitas dalam penulisan.

Ketujuh, berikan konteks penuh terhadap peristiwa-peristiwa tersebut, termasuk peristiwa-peristiwa sebelumnya yang telah menyebabkan kekerasan. Hindari menyiratkan bahwa tanggung jawab atas kekerasan hanya ada pada bangsa Palestina. Mereka adalah “korban” bukan “pelaku”. Jangan sampai yang terjadi dalam penulisan adalah sebaliknya.

Nah, ini keren. Bila Anda adalah bagian dari Citizen Journalism dan ingin menulis tentang Palestina, guidance dari Pizaro patut diperhatikan. Yang paling penting lagi, jangan jadi Citizen Journalism corong Zionis Yahudi yang kerap menuduh HAMAS adalah Syiah dan antek Yahudi.

Terima kasih, Pizaro. One day, Palestine will be free.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Three Cycles of Certainty

Peserta Kuliah Manajemen Kematian Komplek Griya Sasmita, Serua, Depok berpose dengan narasumber. Foto credit, Mas Mono. BISA jadi, teori kecerdasan ganda Howard Gardner dikagumi dalam kesadaran hidup. Gardner telah mengidentifikasi delapan kecerdasan: linguistik, logis-matematis, musikal, spasial, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, dan naturalistik . Gardner juga mempertimbangkan dua kecerdasan tambahan, eksistensial dan pedagogis . Teori Gardner banyak dibincangkan dan dipasangkan dalam teori belajar. Teori ini dianggap akademisi dan praktisi pendidikan sangat relevan dengan asumsi bahwa setiap peserta didik memiliki potensi kecerdasan berbeda tiap individu. Kecerdasan-kecerdasan di atas –sering disebut dengan multiple intelligences – di bangku sekolah dipandang penting untuk mengembangkan kecakapan hidup setiap peserta didik. Aplikasi dari teori ini berupa rancangan proses pembelajaran yang bisa menjangkau pengembangan kecerdasan paling dominan yang dimiliki peserta didik di

"MISTERI" DI BALIK "TARAWIH TERAKHIR"

Draft "Tarawih Terakhir" Kita harus mulai berpikir seperti sungai jika ingin meninggalkan warisan keindahan dan kehidupan untuk generasi mendatang." – David Brower. INI sepenggal kisah. Kisah tentang para pemburu pasir Ciliwung dalam draft buku “Tarawih Terakhir”. Semula, rencana buku ini akan diluncurkan pada 18 November 2021 saat 95 % buku sudah siap pada Agustus 2021. 18 November adalah “waktu keramat”, tepat saat Milad Muhammadiyah ke-109. Bagi warga persyarikatan, Milad itu seperti saatnya berjumpa kekasih. Senang, bahagia, dan semringah jadi satu. Akan tetapi, karena kendala teknis, momentum Milad akhirnya tidak bisa direngkuh. Ia berlalu. Rasanya, seperti ditinggalkan sang kekasih tercinta yang pergi tanpa pesan. Mengapa Milad? Ya, karena buku ini punya benang merah yang kuat dengan persyarikatan Muhammadiyah Ranting Pulo. Rekaman para pejuang penggali pasir Ciliwung untuk membangun masjid yang dulunya Langgar Pak Tua Naen. Masjid yang kelak dibangun mereka susah

2920 HARI

Ilustrasi Perempuan Berhijab. Foro Credit https://www.islampos.com/ TIGA hari lalu, saya dan istri begitu bahagia. Kabar tentang Vera membuat kami berdua semringah. Bagaimana kami tidak bahagia, Vera sudah sah menjadi seorang ibu. Vera sahabat istri saya, guru dari putra saya yang istimewa; Qurban Bayram Jaziila. Vera amat telaten mendampingi putra kami ini dengan segala keunikan Jaziila. Sewaktu duduk di kelas dua, sepatu melayang. Lain waktu, Vera dan Jaziila seperti rebutan tas, saling tarik. Pasalnya, Jaziila ngambek, dia tidak suka diberi PR dari Wali Kelasnya itu. 17 Juli esok, Jaziila sudah masuk SMA. Dia sudah berubah banyak. Dan, Vera diakuinya sebagai guru favorit saat ia kenang sekarang. Hanya saja, malam ini, raut wajah Jaziila tidak sesemringah seperti dia mengenang kelakuannya pada Vera semasa di SD dulu. *** TIGA hari berlalu kemarin, saya dan istri bergegas akan menjenguk Vera. Kami ingin merasakan aura bahagia bersama, juga bersama suaminya. Maka, meskipun sedikit cap