Langsung ke konten utama

GAGAL GEMBIRA

Tari Topeng Cisalak pada Pembukaan Musyawarah Daerah Muhammadiyah Kota Depok ke-7, Sabtu, 27 Mei 2023. Sumber foto https://berita.depok.go.id/lestarikan-kearifan-lokal-musda-muhammadiyah-tampilkan-budaya-khas-depok

HARI ini, Ahad, 8 Dzul Qo'dah 1444 H, bertepatan dengan 28 Mei 2023 Musyawarah Daerah Muhammadiyah Kota Depok memasuki hari terakhir. Agenda pentingnya pemilihan pengurus 2022-2027. Semoga agenda terakhir hari ini berjalan sesuai harapan warga Muhammadiyah Kota Depok.

Bangga sekali rasanya, Muhammadiyah kota Depok dapat menggelar Musyawarah Daerah ke-7 dengan meriah, khidmat, dan berkeadaban. Saya yakin, demikianlah lazimnya perhelatan penting yang digelar Muhammadiyah, selalu begitu ending-nya. Istri saya yang hadir dan bercerita suasana meriah pada sesi pembukaan, menjadi referensi kelaziman itu.

Kemarin, pada Sabtu 27 Mei, saya membaca artikel bernas. Bahasanya ringan, tapi runtut. Komposisinya apik. Hampir tidak saya temukan di dalamnya kalimat tidak efektif sejak paragraf pembuka hingga paragraf penutup. Judulnya "Catatan Ringan Menjelang Musda Muhammadiyah Depok". Keren.

Penulisnya Khairulloh Ahyari. Isinya ungkapan bahagia dan apresiasi pada Muhammadiyah. Meski mengaku sebagai orang yang dibesarkan dan hidup dalam tradisi Nahdliyin yang tidak sepenuhnya paham tentang Muhammadiyah, Khairulloh dengan sangat jernih mengurai fakta di mana ia –dan seharusnya muslim Indonesia– merasa patut berterima kasih pada Muhammadiyah. Saya pribadi cukup surprised–apalagi belum mengenal dekat beliau. Anggota DPRD Depok dari Fraksi PKS itu ternyata juga wali murid di SD Muhammadiyah Meruyung.

Hanya saja, saya seakan “merana”. Saya tidak bisa menikmati sajian acara penting ini karena kondisi kesehatan. Agenda saya pada Sabtu sejak subuh sampai sore hari lumayan sibuk. Berencana baru akan hadir sebagai penggembira pada hari ini, hari kedua. Akan tetapi, niat itu tidak kesampaian juga karena persoalan kesehatan. Saya merasa “gagal gembira” di hari bersejarah bagi Muhammadiyah Kota Depok.

Di tengah gejala mual, kepala berat, dan keringat dingin yang mengembun terus, biarlah saya tumpahkan saja rasa “gagal gembira” pada tulisan ini untuk menjadi catatan pribadi untuk dikenang bahwa saya pernah “gagal gembira”. Bahkan untuk dibandingkan dengan penulis artikel "Catatan Ringan Menjelang Musda Muhammadiyah Depok" sekalipun, saya masih “gagal gembira”. Sebagai bagian kecil dari keluarga besar Muhammadiyah Kota Depok, ini semacam kealpaan meskipun tidak harus disesali berkepanjangan.

***

ADA harapan yang selalu tumbuh tiap kali kepemimpinan kolektif kolegial yang baru terpilih dalam forum musyawarah tertinggi di Muhammadiyah. Begitu juga dengan kepemimpinan yang akan terpilih pada Musyawarah Daerah hari ini.

Pada hemat saya, ada satu isu penting, yakni tentang keberadaan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Muhammadiyah Kota Depok. Saya tidak tahu, apakah isu ini diangkat atau tidak dalam sidang pleno Musyawarah Daerah ke-7 hari ini.

Saya bahagia, beberapa kali KBIH Muhammadiyah Kota Depok telah memberangkatkan jemaah umrah dan haji. Namun, kebahagiaan itu kehilangan jejak. Belakangan, keberadaan KBIH Muhammadiyah Kota Depok seakan senyap.

Sebagai yang sudah terdaftar dan mendapat porsi haji dalam beberapa tahun ke depan, tentu dapat melaksanakan rukun Islam ke-5 di bawah bimbingan KBIH Muhammadiyah Kota Depok adalah idaman. Ini bukan persoalan kemuhammadiyahan semata –sebab ibadah haji masih bisa ditempuh dengan jalur mandiri non-KBIH– melainkan ini persoalan sejarah.

***

MENURUT catatan Lewis Barthema, ia mendapati muslim nusantara sudah berhaji pada 1503 M. Lewis menyaksikan ada banyak jemaah haji yang berasal dari greater India (India Major-anak benua India) dan lesser India (India Minor, Insular India-kepulauan Nusantara). Lewis memang “nakal”. Da pura-pura jadi muslim untuk bisa sampai ke Makkah waktu itu dan menuliskan kisahnya.

Meskipun perjalanan haji waktu itu ditempuh melalui laut dengan medan yang sangat berat dan memakan waktu yang lama, tapi jemaah haji nusantara selalu meningkat dari tahun ke tahun pada rentang abad ke-16, 17, 18, dan awal abad ke-19. Pada abad ke-19, angka tertinggi jemaah tercatat pada 1896 M / 1313 H dengan 11.788 jemaah nusantara yang berhaji.

Selain persoalan transportasi laut –perjalanan haji dengan menggunakan transportasi udara di Indonesia baru dimulai pada 1952– problem jemaah haji waktu itu adalah soal keamanan, pemerasan, penipuan, dan aturan pemerintah Belanda yang amat memberatkan jemaah. Pemerasan dan penipuan bahkan menjadi catatan kelam penyelenggaraan haji saat itu.

Banyak jemaah haji dari Indonesia dengan bekal uang yang sedikit dimanfaatkan para calo haji atau syekh. Mereka dijanjikan akan tetap bisa berangkat sampai ke Makkah dengan bekal yang sedikit itu. Akan tetapi, saat mereka sampai di Singapura dan kehabisan uang, mereka ditelantarkan. Memang, tiket yang mereka beli sebenarnya hanya untuk sampai di Singapura saja. Ini akal-akalan calo haji itu.

Sebagian besar jemaah yang masih punya sisa uang malah diperas terus-menerus dengan dijanjikan akan tetap diberangkatkan ke Makkah. Namun, janji tinggal janji. Uang habis, mereka tidak bisa melanjutkan perjalanan.

Para calon jemaah yang masih punya sedikit uang akhirnya membeli surat keterangan di Singapura yang isinya menyatakan bahwa mereka telah melaksanakan ibadah haji di Makkah untuk menutupi rasa malu pada masyarakat di kampung halaman. Mereka-mereka inilah yang dalam literatur haji nusantara tempo doeloe dijuluki “Haji Singapura”.

***

MUHAMMADIYAH adalah pioneer bagi perbaikan penyelenggaraan ibadah haji pada pada awal abad ke-20. Melalui Bagian Penolong Haji yang diketuai oleh KH. M. Sudjak, Muhammadiyah melakukan terobosan-terobosan dengan melakukan beberapa upaya untuk menjadikan pelaksanaan ibadah haji di Indonesia menjadi lebih baik. Muhammadiyah giat menyelenggarakan kursus, penerangan dan pengajian bagi yang akan melaksanakan ibadah haji, serta menjadi pihak perantara antara pihak maskapai pelayaran dengan para calon jemaah haji.

Pada 1922, KH. Ahmad Dahlan mengirim K.H. M. Sudjak dan Mas Wirjopertomo ke Haramain sebagai utusan guna melakukan penyelidikan dan penelitian terhadap pelayanan yang diberikan kepada jemaah selama musim haji. Qadarallah, saat melaksanakan tugas tersebut, Mas Wirjopertomo wafat di Makkah.

Usaha-usaha Muhammadiyah itu mendapat perhatian dari pihak pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun 1922, Volksraad mengadakan perubahan-perubahan dalam Ordonansi Haji yang dikenal dengan Pilgrims Ordonansi 1922, yang menyatakan bahwa bangsa pribumi dapat mengusahakan pengangkutan untuk calon jemaah haji.

Penting digarisbawahi, Ordonansi Haji 1922 berisi beberapa hal mendasar. Pertama, memperluas pelabuhan yang semula hanya Batavia dan Padang, ditambah dengan Makassar, Surabaya, Tanjung Priok, Palembang, Sabang, dan Emmahaven sebagai pelabuhan haji. Kedua, pembeliaan tiket pulang pergi bagi jemaah haji dari Hindia Belanda mulai disahkan. Ketiga, penjelasan dan aturan mengenai kondisi kapal haji, perlengkapan haji, kebersihan, dan kesehatan. Semua hal yang berhubungan dengan kapal guna keselamatan para jemaah haji selama pelayaran menjadi kebijakan yang dikeluarkan dari Ordonansi Haji 1922 ini.

Tentu, di satu sisi, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Hindia Belanda memberikan motivasi bagi muslim pribumi untuk berhaji dengan layanan yang lebih baik.

Pada 1923, dibentuklah organisasi Hindia Timur yang khusus memperjuangkan perbaikan perjalanan haji Indonesia. H. Oemar Sahid Tjokroaminoto, H. Agus Salim, dan K.H. M. Sudjak merupakan tokoh-tokoh yang terlibat di Hindia Timur ini. Sebagai realisasi dari Pilgrims Ordonansi 1922, R.A.A. Djajadiningrat, R. Muljadi Djojomartono, H. Agus Salim, dan K.H. M. Sudjak berusaha mengorganisir pengangkutan jemaah haji sendiri. Atas upaya mereka ini, hadir seorang muslim asal Hongkong bernama H. Husein mengerahkan kapalnya “Kapal Islam” untuk membantu umat muslim Indonesia berhaji. Sayang, pada 1924, kapal ini sudah tidak beroperasi.

Pada 1930, dalam Kongres Muhammadiyah ke-17 di Minangkabau, gagasan untuk membangun pelayaran sendiri bagi pelaksanaan ibadah haji Indonesia menjadi keputusan kongres. KH. M. Sudjak menghadap Departement Van Marine pemerintah Belanda. Hasil kongres ditolak. 

Penolakan itu mendorong anggota Volksraad berjuang untuk mewujudkan pelayaran haji sendiri. Maka, pada 1932, diadakan perubahan pada Pilgrims Ordonansi 1922 dengan Staatsblad 1932 Nomor 544 mendapat tambahan artikel 22a. Artikel tersebut menjadi dasar hukum dalam pemberian izin bagi organisasi Indonesia untuk mendirikan pelayaran sendiri.

Muhammadiyah terus berjuang. Maka, pada kongresnya yang ke-24 di Banjarmasin, kongres memutuskan didirikannya maskapai pelayaran sendiri bernama N.V. Scheepvaart dan Hendel May (Induce).

Perjuangan Muhammadiyah ini membuahkan hasil memuaskan dalam memperbaiki pelaksanaan ibadah haji di Indonesia. Pemerintah Belanda saat itu mengakui dan mengesahkan adanya pelayaran dalam suatu Badan Pelayaran Indonesia dengan dikeluarkannya Besluit Directeur van Justitie No. A/42/2/9 pada tanggal 18 Januari 1941.

***

SAAT ini, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah dijabat oleh Prof. Hilman Latief, MA, Ph.D, kader Muhammadiyah. Pak Hilman dinilai berhasil pada penyelenggaraan haji pada 2022 kemarin.

Salah satu inovasi di masa Pak Hilman bekerja adalah kehadiran Aplikasi Haji Pintar. Aplikasi ini dikembangkan Kemenag sebagai terobosan efektivitas tata kelola penyelenggaraan ibadah haji. Melalui aplikasi ini, jemaah dimudahkan untuk melakukan estimasi keberangkatan dan dapat mengakses konten manasik sehingga bisa menjadi sarana belajar jemaah.

Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi, Tawfiq F Al Rabiah memberikan penghargaan tertinggi kepada Pemerintah Indonesia melalui Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah di bawah manajemen Pak Hilman. Penghargaan ini merupakan apresiasi pemerintah Saudi, khususnya dalam penyediaan aplikasi Haji Pintar oleh Kemenag. Pak Hilman langsung yang menerima penghargaan itu pada Selasa, 10 Januari 2023 di Superdome, Jeddah, Arab Saudi, di sela penyelenggaraan Pameran Haji dan Umrah.

Jadi, saya berharap, esok hari bisa berhaji melalui KBIH Muhammadiyah Depok saja. Semoga sejarah perjuangan Muhammadiyah tidak terputus, sebagaimana Pak Hilman menyegarkan ingatan kita kembali pada perjuangan Muhammadiyah bagi hadirnya layanan haji yang memuaskan jamaah Indonesia.

Semoga Pimpinan Daerah Muhammadiyah yang terpilih pada Musyawarah Daerah Muhammadiyah Kota Depok yang ke-7 menangkap api sejarah haji warisan Muhammadiyah ini. 

Depok, selepas maghrib, Mei 2023.

======
Rujukan:

Azyumardi Azra, 2013, Jaringan Ulama: Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII, Jakarta: Kencana.

M. Shaleh Putuhena, Historiografi Haji Indonesia, 2007. Yogyakarta: LKiS.

M. Dien Madjid, 2008, Berhaji di Masa Kolonial, Jakarta: CV Sejahtera.

Sumuran Harahap dan Mr. Mursidi, 2003, Lintasan Sejarah Perjalanan Jemaah Haji Indonesia, Jakarta : Intimedia Ciptanusantara.


Abdul Mutaqin, 2022, Pengantin Fort van der Capellen Romansa Tanah Batavia dan Padangsche Bovenlanden, Jakarta: Pustaka MP.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Three Cycles of Certainty

Peserta Kuliah Manajemen Kematian Komplek Griya Sasmita, Serua, Depok berpose dengan narasumber. Foto credit, Mas Mono. BISA jadi, teori kecerdasan ganda Howard Gardner dikagumi dalam kesadaran hidup. Gardner telah mengidentifikasi delapan kecerdasan: linguistik, logis-matematis, musikal, spasial, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, dan naturalistik . Gardner juga mempertimbangkan dua kecerdasan tambahan, eksistensial dan pedagogis . Teori Gardner banyak dibincangkan dan dipasangkan dalam teori belajar. Teori ini dianggap akademisi dan praktisi pendidikan sangat relevan dengan asumsi bahwa setiap peserta didik memiliki potensi kecerdasan berbeda tiap individu. Kecerdasan-kecerdasan di atas –sering disebut dengan multiple intelligences – di bangku sekolah dipandang penting untuk mengembangkan kecakapan hidup setiap peserta didik. Aplikasi dari teori ini berupa rancangan proses pembelajaran yang bisa menjangkau pengembangan kecerdasan paling dominan yang dimiliki peserta didik di

"MISTERI" DI BALIK "TARAWIH TERAKHIR"

Draft "Tarawih Terakhir" Kita harus mulai berpikir seperti sungai jika ingin meninggalkan warisan keindahan dan kehidupan untuk generasi mendatang." – David Brower. INI sepenggal kisah. Kisah tentang para pemburu pasir Ciliwung dalam draft buku “Tarawih Terakhir”. Semula, rencana buku ini akan diluncurkan pada 18 November 2021 saat 95 % buku sudah siap pada Agustus 2021. 18 November adalah “waktu keramat”, tepat saat Milad Muhammadiyah ke-109. Bagi warga persyarikatan, Milad itu seperti saatnya berjumpa kekasih. Senang, bahagia, dan semringah jadi satu. Akan tetapi, karena kendala teknis, momentum Milad akhirnya tidak bisa direngkuh. Ia berlalu. Rasanya, seperti ditinggalkan sang kekasih tercinta yang pergi tanpa pesan. Mengapa Milad? Ya, karena buku ini punya benang merah yang kuat dengan persyarikatan Muhammadiyah Ranting Pulo. Rekaman para pejuang penggali pasir Ciliwung untuk membangun masjid yang dulunya Langgar Pak Tua Naen. Masjid yang kelak dibangun mereka susah

2920 HARI

Ilustrasi Perempuan Berhijab. Foro Credit https://www.islampos.com/ TIGA hari lalu, saya dan istri begitu bahagia. Kabar tentang Vera membuat kami berdua semringah. Bagaimana kami tidak bahagia, Vera sudah sah menjadi seorang ibu. Vera sahabat istri saya, guru dari putra saya yang istimewa; Qurban Bayram Jaziila. Vera amat telaten mendampingi putra kami ini dengan segala keunikan Jaziila. Sewaktu duduk di kelas dua, sepatu melayang. Lain waktu, Vera dan Jaziila seperti rebutan tas, saling tarik. Pasalnya, Jaziila ngambek, dia tidak suka diberi PR dari Wali Kelasnya itu. 17 Juli esok, Jaziila sudah masuk SMA. Dia sudah berubah banyak. Dan, Vera diakuinya sebagai guru favorit saat ia kenang sekarang. Hanya saja, malam ini, raut wajah Jaziila tidak sesemringah seperti dia mengenang kelakuannya pada Vera semasa di SD dulu. *** TIGA hari berlalu kemarin, saya dan istri bergegas akan menjenguk Vera. Kami ingin merasakan aura bahagia bersama, juga bersama suaminya. Maka, meskipun sedikit cap