Langsung ke konten utama

SEKOLAM AIR MATA


Andi Nur Rizqiyah Akhsan. Foto Credit Bang Teubri.

NAMANYA Andi Nur Rizqiyah Akhsan. Panggilannya Inay. Inay siswi Madrasah Aliyah, wisudawati jurusan Ilmu-Ilmu Sosial (IIS). Saat duduk di kelas XI, Inay aktif dalam kegiatan OSIS dan MPK. Saat di kelas XI ini pula, Inay berhasil duduk sebagai ketua OSIS.

Haru. Narasi dan lagu Inay lah penyebabnya. Inay berhasil menuntun memori hadirin pada in memoriam orang-orang terbaik di Madrasah Pembangunan yang berpulang setahun terakhir. Screen pada layar besar di muka panggung menampilkan profil Maryadi, Endang Rahayu, Suheri Anggara Putra, MG. Hasbullah, dan Rusli Ishaq mengiring narasi. Seketika rasa kehilangan menyeruak, berjalin berkelindan dengan kerinduan dan rasa hormat. Lalu, air mata bagai tumpah sekolam.

Semula, Inay hanya menarasikan sebatas sosok in memoriam dari keluarga besar Madrasah Pembangunan. Rupanya tidak sampai di situ. Inay juga bertutur in memoriam dari belahan jiwanya. Narasinya berpindah tentang kepergian paling dramatik bagi gadis kecil yang sedang tumbuh. Di sini, Narasi Inay bagai mengiris ingatan siapa saja yang telah ditinggalkan sang Bunda.

Inay sedang bertutur tentang kehilangan sosok kunci saat dia sangat membutuhkan pendampingan. Emosinya begitu stabil dari awal dia tampil sampai akhir dia turun panggung. Saya pikir, tegar dan hebat sekali anak ini. Dia menyelesaikan tugasnya dengan mulus, padahal dia sedang bertutur soal kepergian sang Bunda untuk selamanya dengan menahan beribu rana duka.

Bukan hanya itu, Inay berhasil menyambungkan hati dan perasaan hampir semua yang hadir di Universitas Terbuka Convention Center hari ini.

Memang, getar pada suara Inay masih terbaca saat bertutur. Akan tetapi, isak bahkan tangis bisa dia tahan. Gemuruh di dadanya bisa dia kendalikan. Sementara, mata hadirin sudah banyak yang sembab, panas, dan basah.

“Kalian didampingi Bunda hari ini Bukan?” Sapa Inay pada teman-temannya peserta wisudawan. “Ibu adalah anugerah terindah yang pernah kita miliki.” 

Begitu kira-kira ucap Inay yang saya ingat. Saya lupa persis kalimat bernasnya itu.

Bayangkan, Inay sanggup mengatakan hal itu dengan sangat jernih di saat hatinya menanggung kehilangan, di saat sahabat-sahabatnya bersuka cita bisa didampingi sang Bunda di hari wisuda, sementara Bunda Inay hanya mendampinginya di dalam benak. Maka, bukan hanya mata, hati pun basah saat screen menampilkan interaksi Inay kecil sampai pada kesempatan terakhir kebersamaan Inay pada sang Bunda.

Inay menutup penampilannya dengan membawakan lagu “Andaikan Kau Datang Kembali”, ciptaan Yon Koeswoyo, Koes Plus. Lagu ini sangat pas dimaknai Inay yang menceritakan sebuah hubungan antara manusia dan Tuhan, bahwa manusia akan berpisah dengan dunia untuk menghadap-Nya. Yon Koeswoyo sendiri sudah tutup usia pada 5 Januari 2018 di usia ke-78.

Pada salah satu baitnya, lagu ini seperti menyentak kesadaran manusia ketika dia datang kembali menghadap Tuhan pada saat kematiannya:
Andaikan Kau datang kembali…
Jawaban apa yang kan ku beri…
Adakah jalan yang kau temui…
Untuk kita kembali lagi…
Akhirnya, suara Inay benar-benar hilang ditelan keharuan. Matanya yang tampak mulai basah menatap screen di mana wajah Bundanya sedang tersenyum.

Beberapa detik lamanya Inay kehilangan suara, lalu mengalun lagi menutup syair Yon Koeswoyo:
Bersinarlah bulan purnama…
Seindah serta tulus cinta-Nya…
Bersinarlah terus sampai nanti…
Lagu ini ku akhiri…
Saya tengok kiri kanan, banyak pipi yang sedang diusap, banyak kelopak mata yang dikeringkan, termasuk saya.

***

PUKUL 15.47 WIB hari ini, saya mendapat kabar duka. Sahabat saya, Dra. Fauziyah Tri Astuti, Direktur Madrasah Muallimat Muhammadiyah Yogyakarta 2004-2015 berpulang. Bu Tutik–begitu beliau disapa–adalah juga guru BK di di MAN 2 Yogyakarta sebelum menjabat direktur di Muallimat. Bu Wahyu, guru MI Pembangunan adalah salah satu siswi Bu Tutik di MAN 2 Yogyakarta yang merasakan sentuhan guru BK yang dikenal lembut dan penyayang ini.

Saya mengenal Bu Tutik di Bali dalam satu forum pengembangan kurikulum madrasah. Sewaktu masih bergabung di Australia Indonesia Basic Education Program (AIBEP) bersama Pak Darul Janin dari Madrasah Pembangunan, saya dan Pak Darul kerap mengikuti workshop-workshop dan beberapa kali mengunjungi sekolah sasaran program AIBEP ke beberapa wilayah seperti Palembang, Lampung, termasuk Bali.

Di Bali, Bu Tutik adalah tamu dari sekolah unggulan mewakili Muallimat. Dari perkenalan ini, persahabatan kami berlanjut. Terakhir saya bertemu Bu Tutik saat saya mengisi writing clinic di Muallimat pada 2019 memenuhi undangan Pimpinan Ranting Ikatan Pelajar Muhammadiyah Madrasah Muallimat Muhammadiyah Yogyakarta.

Allah ya Rabb. Rupanya Bu Tutik berpulang selang tujuh jam menyusul suaminya, Drs H Taufiq Imron M.Si yang lebih dahulu wafat pada pukul 05.00 WIB. Bu Tutik mengembuskan napas terakhir di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta setelah shalat zuhur di saat rumah duka, di kampung Suronatan NG 2/892, Kelurahan Notoprajan, Kemantren Ngampilan sedang mempersiapkan acara pemakaman suaminya. 

Bu Tutik dan Pak Imran seperti janjian, ingin tetap bersama menghadap pencipta-Nya. Bu Wahyu bilang, meninggalnya mereka bikin iri banyak pasangan. Dan, air mata saya menitik lagi.

Jenazah Pak Taufik dan Bu Tutik ditempatkan pada posisi berdampingan. Foto Credit azzam.zonajogja.com

Rencananya, jenazah almarhum Pak Taufik dan almarhumah Bu Tutik akan dimakamkan berdampingan di Khusnul Khotimah Sentolo, Kulonprogo hari ini, Ahad 21 Mei 2023. Selamat jalan Bu Tutik, Pak Imran. Semoga Allah ridha dengan kembalinya Ibu dan Bapak menghadap-Nya.

***

Saya merasa, seakan Inay menjadi headline bagi relasi hidup dan mati pada tema yang dituturkan Inay hari ini. Masya Allah, semoga menjadi bahan renungan dan refleksi. Aamiin.

Depok, pada malam hujan mengguyur, 21 Mei 2023.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Three Cycles of Certainty

Peserta Kuliah Manajemen Kematian Komplek Griya Sasmita, Serua, Depok berpose dengan narasumber. Foto credit, Mas Mono. BISA jadi, teori kecerdasan ganda Howard Gardner dikagumi dalam kesadaran hidup. Gardner telah mengidentifikasi delapan kecerdasan: linguistik, logis-matematis, musikal, spasial, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, dan naturalistik . Gardner juga mempertimbangkan dua kecerdasan tambahan, eksistensial dan pedagogis . Teori Gardner banyak dibincangkan dan dipasangkan dalam teori belajar. Teori ini dianggap akademisi dan praktisi pendidikan sangat relevan dengan asumsi bahwa setiap peserta didik memiliki potensi kecerdasan berbeda tiap individu. Kecerdasan-kecerdasan di atas –sering disebut dengan multiple intelligences – di bangku sekolah dipandang penting untuk mengembangkan kecakapan hidup setiap peserta didik. Aplikasi dari teori ini berupa rancangan proses pembelajaran yang bisa menjangkau pengembangan kecerdasan paling dominan yang dimiliki peserta didik di

"MISTERI" DI BALIK "TARAWIH TERAKHIR"

Draft "Tarawih Terakhir" Kita harus mulai berpikir seperti sungai jika ingin meninggalkan warisan keindahan dan kehidupan untuk generasi mendatang." – David Brower. INI sepenggal kisah. Kisah tentang para pemburu pasir Ciliwung dalam draft buku “Tarawih Terakhir”. Semula, rencana buku ini akan diluncurkan pada 18 November 2021 saat 95 % buku sudah siap pada Agustus 2021. 18 November adalah “waktu keramat”, tepat saat Milad Muhammadiyah ke-109. Bagi warga persyarikatan, Milad itu seperti saatnya berjumpa kekasih. Senang, bahagia, dan semringah jadi satu. Akan tetapi, karena kendala teknis, momentum Milad akhirnya tidak bisa direngkuh. Ia berlalu. Rasanya, seperti ditinggalkan sang kekasih tercinta yang pergi tanpa pesan. Mengapa Milad? Ya, karena buku ini punya benang merah yang kuat dengan persyarikatan Muhammadiyah Ranting Pulo. Rekaman para pejuang penggali pasir Ciliwung untuk membangun masjid yang dulunya Langgar Pak Tua Naen. Masjid yang kelak dibangun mereka susah

2920 HARI

Ilustrasi Perempuan Berhijab. Foro Credit https://www.islampos.com/ TIGA hari lalu, saya dan istri begitu bahagia. Kabar tentang Vera membuat kami berdua semringah. Bagaimana kami tidak bahagia, Vera sudah sah menjadi seorang ibu. Vera sahabat istri saya, guru dari putra saya yang istimewa; Qurban Bayram Jaziila. Vera amat telaten mendampingi putra kami ini dengan segala keunikan Jaziila. Sewaktu duduk di kelas dua, sepatu melayang. Lain waktu, Vera dan Jaziila seperti rebutan tas, saling tarik. Pasalnya, Jaziila ngambek, dia tidak suka diberi PR dari Wali Kelasnya itu. 17 Juli esok, Jaziila sudah masuk SMA. Dia sudah berubah banyak. Dan, Vera diakuinya sebagai guru favorit saat ia kenang sekarang. Hanya saja, malam ini, raut wajah Jaziila tidak sesemringah seperti dia mengenang kelakuannya pada Vera semasa di SD dulu. *** TIGA hari berlalu kemarin, saya dan istri bergegas akan menjenguk Vera. Kami ingin merasakan aura bahagia bersama, juga bersama suaminya. Maka, meskipun sedikit cap