Langsung ke konten utama

HARI BUKU DAN KONSISTENSI MENULIS


Saya, Anisa, Irwan Kelana, Pak Tris, dan Rahma satu jam menjelang launching Buku Sutrisno Muslimin Sang Inovator, Senin, 10 April 2023.

HARI ini tanggal 17 Mei, Rabu, 2023. 17 Mei diperingati sebagai Hari Buku. Bagi saya, Hari Buku Nasional bukan sekadar momen yang tepat untuk memperingati pentingnya budaya membaca buku, melainkan juga menulis, menulis buku. Seringkali disinggung dalam forum-forum literasi, budaya baca orang Indonesia masih rendah, apalagi literasi menulis, karena sejatinya menulis lebih kompleks dari sekadar membaca.

Hari Rabu itu istimewa. Di samping jatuh sebagai Hari Buku Nasional pada tahun ini, ia juga hari kelahiran saya meskipun bukan di bulan Mei. Bulan kelahiran saya jatuh pada musim bunga sedang mekar. Ya, bulan kelahiran saya bulan amat romantis. Barangkali, muatan romantisnya setara seperti saat Pak Alvian, kawan sebelah meja kerja saya, guru bahasa yang sastrawan itu mempersembahkan sekuntum mawar merah tanda cinta pada kekasihnya. Aiiih.

Balik maning nang laptop.

Memperingati Hari Buku Nasional bisa dengan beragam cara. Dari yang umum seperti membaca, atau menggelar acara yang fokus pada segala hal tentang buku dengan kemasan acara yang serius, edukatif, dan tentu mahal karena ada biaya yang dikeluarkan. Akan tetapi, asalkan acara itu bermakna dan tepat sasaran dengan tujuan Hari Buku Nasional, rasanya penting digelar sebagai bentuk investasi literasi di masa depan. Rasanya, terlalu banyak segmen literasi yang bisa diangkat dalam sebuah acara bertema literasi seperti pada Hari Buku Nasional.

Dunia pendidikan, atau spesifiknya dunia sekolah, seharusnya yang paling giat mengambil peran di sini. Sekolah jangan menafikan perannya sebagai Center of Literacy dalam arti yang unik, bukan dalam makna dasar literasi sekadar calistung di ruang kelas saja. Apalagi bila sekolah itu sudah punya koleksi buku karya siswa dan guru, keunikan itu sudah di genggaman. Tinggal selangkah lagi memeriahkan Hari Buku Nasional tidak sekadar mengucapkan “Selamat Hari Buku”.

Akan tetapi, tidak melewatkan menyampaikan ucapan “Selamat Hari Buku”, tanda penghargaan pada literasi masih ada ruhnya. Masih ada selebrasi kecil dalam bentuk flyer, tanda jantung literasi masih berdegup. Tentu, ini masih menggembirakan daripada senyap. Apalagi bila ada insan pedagogik yang berkata, “17 Mei, Hari buku. Emang?” 

Ambyar!

Menulis buku adalah salah satu cara autentik memaknai Hari Buku Nasional. Asalkan buku yang ditulis itu punya daya pikat, daya gugah, dan daya ubah pembacanya, kata Bambang Trim itu sudah cukup disebut sebagai buku yang bagus. Meskipun tidak harus best seller, buku yang bagus dalam kacamata saya seperti yang diungkapkan Nilanjana Sudeshna “Jhumpa” Lahiri, penulis kelahiran Inggris keturunan India. Nilanjana berkata dengan bahasa sastra berbau roman: 
That's the thing about books. They let you travel without moving your feet.
Saya pernah membaca sebuah blog. Pada satu tulisannya, sang blogger bercerita tentang novel “Kain Ihram Anak Kampung”. Ada satu paragraf yang saya garisbawahi, berisi kesan blogger itu tentang Istanbul. Kata blogger itu, penulis “Kain Ihram Anak Kampung” berhasil membawa dirinya terbang ke Istanbul. Penulisnya dinilai sangat ril menggambarkan kota yang dulu bernama Konstantinopel dengan sangat detail seakan-akan ia sedang berada di sana, persis seperti ungkapan Nilanjana di atas. 

Maka, terbayanglah salju yang turun di pelupuk mata kala itu, tulip yang mulai mekar di antara trotoar, dan lampu kota yang menyala terang di waktu malam saat saya membangun setting novel "Kain Ihram". Terbayang lagi hiruk-pikuknya Istiklal Caddesi di sebuah kedai kopi saya menepi.

Sayang sekali, saya tidak sempat mencatat Uniform Resource Locator (URL) blog itu untuk melacak dengan mudah web yang mengarah ke website, halaman web, atau dokumen tertentu di internet saat akan dirujuk lagi. Entah, mengapa saya melewatkan proses ini, proses yang bisa menjawab tuduhan asal ngecap


***

“IF there’s a book that you want to read, but it hasn’t been written yet, then you must write it.” Begitu tulis Toni Morrison untuk memantik siapa saja yang hobi membaca untuk mulai menulis. Memang, penulis selalu punya peluang mempersembahkan buku unik yang pertama hadir di dunia pada pembacanya, sementara si pembaca boleh jadi hanya orang yang ke seribu yang membaca buku itu.

Umumnya, seorang penulis adalah pembaca setia. Sebab, ia tidak akan bisa menulis sempurna bila ia tidak setia membaca. Setelah itu, ia setia menulis.

Kata orang, memelihara konsistensi itu sangat sulit. Demikian pula konsistensi menulis. Maka, saya begitu kagum dengan para penulis yang hampir setiap tahun menelurkan satu judul buku atau lebih, baik fiksi maupun nonfiksi. Apakah mereka itu tidurnya saja sambil menulis, ya?

Di Hari Buku Nasional hari ini, Rabu 17 Mei 2023, saya teringat seorang penulis berbakat. Namanya Mutiara Sya’bani, penulis KKPK (Kecil-kecil Punya Karya). Sewaktu masih menjadi Kepala UPT. Perpustakaan Madrasah Pembangunan, saya sempat mengagendakan akan menghadirkan Muti–begitu biasa penulis ini dipanggil–untuk berbagi pengalaman menulis dengan peserta didik MI (Madrasah Ibtidaiyah) Pembangunan. 

KKPK terbitan DAR! Mizan, semacam imprint yang menerbitkan sastra anak, Divisi Anak dan Remaja dari penerbit Mizan untuk karya-karya sastra yang ditulis oleh anak.KKPK di perpustakaan Madrasah Pembangunan sangat digemari, laris betul bak kacang goreng di tangan peserta didik MI Pembangunan. 

Hanya saja, niat menghadirkan Muti belum kesampaian sampai tugas tambahan saya di perpustakaan berakhir pada Februari kemarin. Semoga rencana ini diteruskan Kepala UPT Perpustakaan berikutnya.

Saya belum pernah berjumpa Muti, tapi saya kenal baik bundanya Muti. Usia Muti masih sangat belia, baru kelas 8. Ia menulis sejak kelas 1 SD. Hari ini, karyanya sudah 50 judul di KKPK, satu komik berjudul “Jagoan Komik Cilik” terbit di Pustaka Al-Kautsar pada 2020, dan satu komik berjudul “Bianglala Asa”, sebuah Kumpulan Cerpen pemenang Lomba Cerpen anak Gramedia terbitan BIP pada 2021. 

Pada April kemarin, lagi, Muti baru menyelesaikan satu naskah kumpulan cerpen; KKPK Edisi Reuni. Naskah ini diproyeksikan terbit pada pertengahan tahun 2023 ini. Hmm, makan apa anak ini? Semoga Muti bisa menjaga ritme menulisnya dari waktu ke waktu, bisa konsisten.

***

MEMELIHARA konsistensi menulis dengan memulai menulis, sukar saya bedakan rasa beratnya. Itu karena mana yang lebih berat dari keduanya, saya kurang berminat menyoal. Akan tetapi, bagaimana menjadikan menulis sebagai aktivitas rutin, itu yang lebih penting dipersoalkan. 

Umumnya orang tidak memulai menulis karena alasan takut; takut jelek, takut salah, takut bukunya tidak laku, dan ketakutan-ketakutan lain yang diciptakannya sendiri. Padahal dia punya resources yang cukup melimpah, kecuali skill menulis yang perlu dilatih. Sementara resources-nya yang lain seperti ilmu, pengalaman, ide, gagasan, serta kedudukan seperti "dibunuh" oleh ketakutan yang tidak lebih hanyalah bayang-bayang semu. 

Jika alasan tidak menulis karena takut tulisan jelek, nasihat James Whitfield Ellison, novelis ternama, penulis “Finding Forrester”, “Akeelah and the Bee”, “Master Prim” dan masih banyak lagi karyanya yang inspiratif menjadi penting direnungkan. Ellison pernah memberi tips dalam menulis “Mulailah menulis, jangan berpikir. Berpikir itu nanti saja. Yang penting menulis dulu. Tulis draft pertamamu itu dengan hati. Baru nanti kau akan menulis ulang dengan kepalamu. Kunci utama menulis adalah menulis, bukannya berpikir.”

Nah, jadi begitu.

Selamat Hari Buku, selamat memulai, dan memelihara konsistensi menulis.

Ruang Guru MTs Pembangunan, 17 Mei 2023.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Three Cycles of Certainty

Peserta Kuliah Manajemen Kematian Komplek Griya Sasmita, Serua, Depok berpose dengan narasumber. Foto credit, Mas Mono. BISA jadi, teori kecerdasan ganda Howard Gardner dikagumi dalam kesadaran hidup. Gardner telah mengidentifikasi delapan kecerdasan: linguistik, logis-matematis, musikal, spasial, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, dan naturalistik . Gardner juga mempertimbangkan dua kecerdasan tambahan, eksistensial dan pedagogis . Teori Gardner banyak dibincangkan dan dipasangkan dalam teori belajar. Teori ini dianggap akademisi dan praktisi pendidikan sangat relevan dengan asumsi bahwa setiap peserta didik memiliki potensi kecerdasan berbeda tiap individu. Kecerdasan-kecerdasan di atas –sering disebut dengan multiple intelligences – di bangku sekolah dipandang penting untuk mengembangkan kecakapan hidup setiap peserta didik. Aplikasi dari teori ini berupa rancangan proses pembelajaran yang bisa menjangkau pengembangan kecerdasan paling dominan yang dimiliki peserta didik di

"MISTERI" DI BALIK "TARAWIH TERAKHIR"

Draft "Tarawih Terakhir" Kita harus mulai berpikir seperti sungai jika ingin meninggalkan warisan keindahan dan kehidupan untuk generasi mendatang." – David Brower. INI sepenggal kisah. Kisah tentang para pemburu pasir Ciliwung dalam draft buku “Tarawih Terakhir”. Semula, rencana buku ini akan diluncurkan pada 18 November 2021 saat 95 % buku sudah siap pada Agustus 2021. 18 November adalah “waktu keramat”, tepat saat Milad Muhammadiyah ke-109. Bagi warga persyarikatan, Milad itu seperti saatnya berjumpa kekasih. Senang, bahagia, dan semringah jadi satu. Akan tetapi, karena kendala teknis, momentum Milad akhirnya tidak bisa direngkuh. Ia berlalu. Rasanya, seperti ditinggalkan sang kekasih tercinta yang pergi tanpa pesan. Mengapa Milad? Ya, karena buku ini punya benang merah yang kuat dengan persyarikatan Muhammadiyah Ranting Pulo. Rekaman para pejuang penggali pasir Ciliwung untuk membangun masjid yang dulunya Langgar Pak Tua Naen. Masjid yang kelak dibangun mereka susah

2920 HARI

Ilustrasi Perempuan Berhijab. Foro Credit https://www.islampos.com/ TIGA hari lalu, saya dan istri begitu bahagia. Kabar tentang Vera membuat kami berdua semringah. Bagaimana kami tidak bahagia, Vera sudah sah menjadi seorang ibu. Vera sahabat istri saya, guru dari putra saya yang istimewa; Qurban Bayram Jaziila. Vera amat telaten mendampingi putra kami ini dengan segala keunikan Jaziila. Sewaktu duduk di kelas dua, sepatu melayang. Lain waktu, Vera dan Jaziila seperti rebutan tas, saling tarik. Pasalnya, Jaziila ngambek, dia tidak suka diberi PR dari Wali Kelasnya itu. 17 Juli esok, Jaziila sudah masuk SMA. Dia sudah berubah banyak. Dan, Vera diakuinya sebagai guru favorit saat ia kenang sekarang. Hanya saja, malam ini, raut wajah Jaziila tidak sesemringah seperti dia mengenang kelakuannya pada Vera semasa di SD dulu. *** TIGA hari berlalu kemarin, saya dan istri bergegas akan menjenguk Vera. Kami ingin merasakan aura bahagia bersama, juga bersama suaminya. Maka, meskipun sedikit cap