Langsung ke konten utama

DAFFODIL

Bunga Daffodil: Foto Credit: Detikcom

Bagian 2

BERLIN membawa kabar, orang-orang yang berencana menculiknya sudah ditangkap. Mereka dijemput dari rumah sakit setelah menjalani perawatan.

“Kabar dari siapa?”

“Papaku. Papaku masih di kantor polisi sekarang.”

“Oh, syukurlah.”

“Sekarang, ceritakan bagaimana kamu bisa kabur dari tempat itu, Sis. Aku penasaran.” Berlin mengulangi pertanyaannya kemarin.

“Itu karena daffodil, Bel.”

“Iya. Kamu sudah mengatakannya dua hari kemarin. Di taman belakang rumahku juga ada daffodil, kan? Tapi, aku ‘nggak ngerti kaitannya dengan apa yang menimpamu.”

Berlin setengah memaksa, seperti ia memaksa Sisi mengajak ke rumahnya di hari nahas itu. Terpaksalah Sisi menjelaskan soal daffodil itu daripada Berlin mengomel.

“Bel, daffodil, azalea, rosary pea, dan pohon oleander yang di taman rumahmu itu, adalah bunga dan pohon yang mengandung racun pembunuh yang sangat efektif. Bagian apa saja dari bunga dan pohon itu, semuanya beracun.”

“Serius?”

“Serius”

“Jadi?”

“Ya, aku terpaksa memanfaatkan daffodil supaya aku bisa keluar dari sana. Beruntungnya, azalea, rosary pea, dan pohon oleander juga ada di belakang rumah tempat aku disekap. Komplet, semuanya ada seperti yang tumbuh di taman belakang rumahmu. Jadi, aku gunakan saja untuk melumpuhkan orang-orang itu.”

“Ya, Tuhan!”

“Aku nekat, Bel. Aku hanya mengurangi takarannya supaya efeknya tidak fatal, tapi sekadar takaran mereka hilang kesadaran untuk beberapa waktu sampai aku bisa leluasa kabur. Maksimal pingsan dalam waktu lima belas menit sampai setengah jam, lah. Aku tak tahu, seberapa takarannya yang pas. Aku juga takut, kalau mereka sampai mati. Masalahnya, aku juga harus keluar untuk memberitahu kamu. Sebab kamulah sasaran penculikan sebenarnya, bukan aku.”

“Aku gak bisa ngebayangin, Si. Kamu hebat, tapi juga bahaya banget buat kamu. Terus, bagaimana caranya kamu berikan mereka daffodil-nya?”

Sisi menggeleng. Sebenarnya ia enggan menceritakannya.[]


PAGI itu, samar-samar Sisi menangkap pembicaraan dari balik jendela tempatnya disekap bahwa pukul dua siang nanti orang-orang jahat itu sudah harus di Jakarta. Rencana menculik Berlin akan dieksekusi. Pukul sembilan nanti, mereka sudah akan bergerak. Teman mereka yang standby di Jakarta mengabari bahwa semua skenario berjalan seperti yang diharapkan.

Setengah jam setelah pembicaraan itu selesai, seorang dari mereka mendatangi Sisi. Kali ini bukan pria bertato yang mendatangi Sisi. Ia laki-laki pendek berambut panjang. Matanya belo. Kumisnya melintang dan tebal. Suaranya berat. Lehernya mengenakan kalung rantai besar. Begitu juga lengannya, menjuntai gelang rantai perak sebesar jari kelingkingnya yang gemuk.

“Hei, kamu bisa bikin mie rebus? Kami mau sarapan.”

“Bi-bisa, Om.” Jawab Sisi gugup.

“Bikinin tiga porsi. Sekalian buat kamu juga. Mie ada di meja dapur. Jangan lupa, pake telor, tambahkan sayur dan cabai yang banyak. Kamu tinggal ambil sayur di pekarangan samping. Cepet. Jangan lama! Dan ingat! Jangan coba-coba kabur! Percuma!”

Sisi mengangguk. Hatinya kecut. Namun, otaknya berpikir keras. Ini kesempatan ia bisa keluar dari sini. Jalannya sudah terbuka sedikit. Tapi, Sisi berubah pikiran. Ia tidak mau mencelakakan dirinya sendiri dengan nekat kabur saat itu juga.

Sisi membawa keranjang kecil. Dia akan mengambil sayur dan memetik cabai di pekarangan samping untuk memenuhi permintaan orang-orang itu. Sisi tahu, dari dalam rumah ia terus diawasi. Dan, betapa Sisi terkejut serta berbinar-binar. Bukan hanya sayuran yang ia temukan. Sisi juga menjumpai daffodil, azalea, rosary pea, dan pohon oleander. Kini, otak Sisi berputar cepat. Yang pertama, dia harus mendapatkannya.[]


Berlin mengikuti cerita Sisi dengan tidak berkedip. Ia hanya menarik napas naik turun, terbawa emosi Sisi. Sesekali ia mengusap tengkuknya sekadar mengusir perasaan bergidik.

“Pertama, aku berharap orang-orang itu tidak paham daffodil, azalea, dan rosary pea. Jadi, mereka tidak curiga aku membawanya.”

“Hmmm. Dan mereka memang tidak tahu?”

“Mungkin. Yang, jelas semuanya bisa masuk keranjang bersama selada, sawi, dan cabe yang kupetik.”

Kata Sisi, memang jarang orang tahu, bunga daffodil yang berwarna kuning cerah, azalea yang merah muda sangat cantik, tapi juga mematikan.

Daffodil berakar berisi menyerupai bawang. Pada bagian akarnya ini, tersimpan racun yang apabila dikonsumsi bisa menyebabkan mati rasa pada sistem saraf tubuh dan kelumpuhan jantung. Azalea atau Rhododendron simsii itu pada seluruh bagian tubuhnya mengandung komponen andromedotoxins (grayanotoxins) yang tergolong beracun. Apabila dikonsumsi dapat menyebabkan beberapa rasa sakit, kelesuan, depresi, mual dan muntah, kelumpuhan progresif, koma, dan akhirnya kematian.

“Aku speechless,” gumam Berlin.

Azalea aku ambil getahnya. Rosary pea aku ambil bijinya yang menyerupai biji kacang polong. Nama ilmiahnya Abrus precatorius kalau tidak salah. Biji rosari yang berwarna merah hitam mengandung lectin yang disebut abrin.”

Berlin makin penasaran. Dia seperti sedang mendengarkan penjelasan Bu Eha tentang tumbuh-tumbuhan. Rasanya, Sisi setara pintarnya dengan guru Biologi yang murah senyum itu.

Kata Sisi, jika abrin dalam biji kacang polong rosari masuk ke dalam tubuh, maka ia akan menyebabkan ribosom tidak bekerja. Satu molekul abrin akan membunuh hingga 1.500 ribosom per detik. Abrin dapat membunuh dengan jumlah kurang dari 3 mikrogram. Efeknya, abrin dapat menyebabkan demam, mual, mengeluarkan busa, disfungsi gula darah dan juga kejang-kejang, lalu menyerang ginjal, kandung kemih, pendarahan retina, dan luka dalam yang menyebar.

“Getah pohon oleander sulit aku ambil. Aku lewatkan saja dia. Aku pikir, daffodil, azalea, dan rosary sudah cukup.”

Oleander yang memiliki nama latin Nerium Oleander kata Sisi kandungan racunnya, terutama pada getahnya sangat berbahaya. Satu daunnya saja kata Sisi lagi, dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa. Kontak dengan ranting, bunga, dan buahnya sudah cukup menyebabkan keracunan. Kandungan racunnya pun beragam, dari nerioside, oleandro side, saponins, sampai cardiac glycosides ada di dalam semua bagian oleander.

“Apa efeknya, Si?”

“Perlambatan denyut dan gagal jantung.”

Berlin menganga.[]


SISI membawa tiga porsi mie rebus yang sudah dicampur dengan rebusan akar daffodil, getah azalea, dan kacang rosary dilumatkan. Ia juga membuatkan teh dengan perasan lemon untuk menyamarkan sedikit racun-racun itu pada teh manis hangat yang ia sertakan. Tak urung, sambil menghidangkan mie dan teh itu, tubuh Sisi sedikit gemetar. Sisi benar-benar takut, racun dalam mie dan teh buatannya benar-benar akan membuat mereka mati.

“Hei, lama sekali cuma bikin mie!” Bentak laki-laki yang bertato itu.

“Ma-maaf, Om. Saya mandi dulu. Badan saya kotor dan bau.”

“Mie buat kamu mana?”

“Masih di dapur, Om.”

“Ya, sudah, sini cepat. Kami sudah lapar!”

Sisi berlalu. Detak jantungnya bertambah cepat. Dan, saat mereka menikmati sarapannya itu, Sisi nekat kabur. Ia kabur tanpa memperdulikan arah mana yang ia tuju. Yang penting ia bisa keluar sejauh-jauhnya sambil berharap dia menjumpai orang untuk meminta tolong.

Rupanya, rumah tempat Sisi disekap berada jauh dari keramaian atau kampung. Sisi sempat mengenali ada hutan kecil yang ia lalui saat itu. Semak belukar di kiri kanan dan beberapa sungai kecil yang ia temui.

Sisi terus berlari. Hingga sampai di sebuah area seperti sawah yang kering dengan rumpun padi yang sudah membusuk, dari kejauhan, Sisi melihat asap membubung. Sepertinya itu asap dari bakaran jerami di tengah sawah. Sisi yakin, pasti ada orang di sana. Maka, dengan sisa-sisa tenaganya, Sisi terus berlari sampai akhirnya ia merasa tubuhnya oleng, terjerembab, dan tidak ingat apa-apa lagi.[]


PADA hari yang sama, ditemukan tiga laki-laki tergeletak dengan napas tersengal-sengal di tegalan tidak jauh dari tempat Sisi ditemukan. Saat itu juga, mereka diangkut ke rumah sakit oleh perangkat desa. Besar kemungkinan mereka mengejar Sisi setelah menyadari Sisi telah kabur. Akan tetapi efek racun dalam mie dan teh yang masuk ke dalam tubuh mereka bekerja tepat pada waktunya sebelum mereka berhasil menangkap Sisi.

Saat mereka masih dirawat itu, laporan atas kasus penculikan Sisi ditemukan benang merahnya. Polisi mencocokkan pengakuan Sisi, laporan papanya Berlin, dan keterangan perangkat Desa Kampung Sengon. Semuanya cocok.

Penculik itu telah salah menculik. Mereka ditahan, selanjutnya menunggu jadwal persidangan. Beritanya ramai di media massa.[]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Three Cycles of Certainty

Peserta Kuliah Manajemen Kematian Komplek Griya Sasmita, Serua, Depok berpose dengan narasumber. Foto credit, Mas Mono. BISA jadi, teori kecerdasan ganda Howard Gardner dikagumi dalam kesadaran hidup. Gardner telah mengidentifikasi delapan kecerdasan: linguistik, logis-matematis, musikal, spasial, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, dan naturalistik . Gardner juga mempertimbangkan dua kecerdasan tambahan, eksistensial dan pedagogis . Teori Gardner banyak dibincangkan dan dipasangkan dalam teori belajar. Teori ini dianggap akademisi dan praktisi pendidikan sangat relevan dengan asumsi bahwa setiap peserta didik memiliki potensi kecerdasan berbeda tiap individu. Kecerdasan-kecerdasan di atas –sering disebut dengan multiple intelligences – di bangku sekolah dipandang penting untuk mengembangkan kecakapan hidup setiap peserta didik. Aplikasi dari teori ini berupa rancangan proses pembelajaran yang bisa menjangkau pengembangan kecerdasan paling dominan yang dimiliki peserta didik di

"MISTERI" DI BALIK "TARAWIH TERAKHIR"

Draft "Tarawih Terakhir" Kita harus mulai berpikir seperti sungai jika ingin meninggalkan warisan keindahan dan kehidupan untuk generasi mendatang." – David Brower. INI sepenggal kisah. Kisah tentang para pemburu pasir Ciliwung dalam draft buku “Tarawih Terakhir”. Semula, rencana buku ini akan diluncurkan pada 18 November 2021 saat 95 % buku sudah siap pada Agustus 2021. 18 November adalah “waktu keramat”, tepat saat Milad Muhammadiyah ke-109. Bagi warga persyarikatan, Milad itu seperti saatnya berjumpa kekasih. Senang, bahagia, dan semringah jadi satu. Akan tetapi, karena kendala teknis, momentum Milad akhirnya tidak bisa direngkuh. Ia berlalu. Rasanya, seperti ditinggalkan sang kekasih tercinta yang pergi tanpa pesan. Mengapa Milad? Ya, karena buku ini punya benang merah yang kuat dengan persyarikatan Muhammadiyah Ranting Pulo. Rekaman para pejuang penggali pasir Ciliwung untuk membangun masjid yang dulunya Langgar Pak Tua Naen. Masjid yang kelak dibangun mereka susah

2920 HARI

Ilustrasi Perempuan Berhijab. Foro Credit https://www.islampos.com/ TIGA hari lalu, saya dan istri begitu bahagia. Kabar tentang Vera membuat kami berdua semringah. Bagaimana kami tidak bahagia, Vera sudah sah menjadi seorang ibu. Vera sahabat istri saya, guru dari putra saya yang istimewa; Qurban Bayram Jaziila. Vera amat telaten mendampingi putra kami ini dengan segala keunikan Jaziila. Sewaktu duduk di kelas dua, sepatu melayang. Lain waktu, Vera dan Jaziila seperti rebutan tas, saling tarik. Pasalnya, Jaziila ngambek, dia tidak suka diberi PR dari Wali Kelasnya itu. 17 Juli esok, Jaziila sudah masuk SMA. Dia sudah berubah banyak. Dan, Vera diakuinya sebagai guru favorit saat ia kenang sekarang. Hanya saja, malam ini, raut wajah Jaziila tidak sesemringah seperti dia mengenang kelakuannya pada Vera semasa di SD dulu. *** TIGA hari berlalu kemarin, saya dan istri bergegas akan menjenguk Vera. Kami ingin merasakan aura bahagia bersama, juga bersama suaminya. Maka, meskipun sedikit cap