Langsung ke konten utama

RAYYA Bag.10



Pertaruhan

Dalam beberapa kasus, tiga puluh persen pasien agenesis vagine mengalami kelainan ginjal, sekitar dua belas persen memiliki kelainan tulang, dua pertiga dari kelompok ini mengalami masalah yang mempengaruhi tulang belakang, tulang rusuk atau anggota badan yang lain. 

Setelah serangkaian pemeriksaan yang aku jalani, aku dinyatakan sehat. Alhamdulillaah. Tidak ada gangguan pada otakku, gangguan yang dikhawatirkan Umi dan Ayah. Hanya saja kekhawatiran Umi dan Ayah belum hilang, sebab mereka harus berhadapan pada pilihan yang tidak kalah berat dan menyakitkan. Pada akhirnya dokter Didi memutuskan bahwa rahimku memang benar-benar harus diangkat. Entah, Ayah dan Umi yang lebih tahu alasan dokter Didi memutuskan tindakan itu. Barangkali, itulah jalan yang terbaik buatku.


Saat yang paling mendebarkan itu datang cepat sekali. Bagi Umi, itulah hari yang akan memupus cita-citaku ingin punya tujuh belas anak seperti nenek. Bagiku, hari itu adalah hari yang akan menghentikan rasa nyeri juga harapan tamu bulanan yang aku nanti-nantikan. Pisau bedah akan segera mengakhiri semuanya. Namun entah bagaimana mulanya, dokter Didi berpikir ingin mengeksplorasi rahimku sesaat operasi akan dilakukan. Dengan sopan, dokter Didi meminta maaf dan minta izin melakukannya. Aku hanya pasien. Aku menurut saja.

“Alhamdulillah,” seru dokter Didi seraya menyudahi eksplorasinya. Dokter itu menggeleng, tapi wajahnya terlihat cerah dan berseri-seri. Operasi dibatalkan. 

Dokter Didi mengusap kepalaku setelah mengucap kalimat syukur. Tetap saja aku tak mengerti apa arti di balik ucap syukur dan usapan di kepalaku itu. Umi dan Ayahku penasaran. Mereka tidak sabar ingin segera tahu hasil pemeriksaan atas rahimku.

“Hampir saja!” kata dokter Didi menambah penasaran Umi dan Ayahku.

Dokter Didi lalu mengatakan rahimku masih mungkin berfungsi normal. Ovariumku kemungkinan juga berfungsi baik. Aku masih mungkin bisa haid. Ada mulut rahim yang ditemukan. Hanya saja ada dinding tebal yang menghalangi mulut rahim itu. Di sinilah masalahnya. Karena dinding itu, darah haid tidak bisa keluar dari rahimku.

“Ya Allah,” kata dokter Didi lirih.

Dokter Didi mengatakan andaikata rahimku sudah diangkat, sama saja ia telah menutup takdirku dari kehamilan dan melahirkan anak-anakku. Ini ibarat sebuah pertaruhan yang sangat mahal baginya. Sebagai dokter, dia akan menyesali tindakannya itu mungkin untuk seumur hidup. Tentu saja Umi dan Ayah sangat gembira mendengarnya. Berkali-kali mereka mengucap hamdalah. Dokter Didi juga tampak bahagia. Hanya saja, saat Ayah bertanya sebenarnya apa yang terjadi padaku, dokter Didi terdiam sejenak, lalu mengatakan kemungkinan aku mengalami agenesis vagine, suatu kondisi di mana saluran otot yang menghubungkan serviks uterus ke vulva, berhenti berkembang karena lempeng vagina gagal untuk membentuk saluran. 

Kasus agenesis vagine terbilang cukup langka. Dalam 4000 sampai 10000 angka kelahiran hanya ada satu wanita yang mengidapnya. Takdir yang menuliskan namaku sebagai seorang dari mereka yang mengalami itu. Kata dokter Didi, masalah yang mungkin timbul karena agenesis vagine tidak berhenti sampai pada risiko pengangkatan rahim dan ovarium. Dalam beberapa kasus, tiga puluh persen pasien agenesis vagine mengalami kelainan ginjal, sekitar dua belas persen memiliki kelainan tulang, dua pertiga dari kelompok ini mengalami masalah yang mempengaruhi tulang belakang, tulang rusuk atau anggota badan yang lain. 

Kondisi penderita agenesis vagine berbeda-beda. Ada yang memiliki vagina yang lebih pendek dari ukuran normal, kelainan pada saluran reproduksi, rahimnya kecil, atau bahkan tidak memiliki rahim. Aku dikatakan dokter Didi masih beruntung karena masih memiliki rahim, hanya saja kata dokter Didi, aku tetap harus menjalani operasi, operasi pengeluaran darah haid yang tersumbat. Kemungkinan besar, darah yang tidak bisa keluar itulah yang memicu rasa nyeri yang menyerangku. Saat ayahku bertanya bagaimana untuk mengeluarkan darah haid selanjutnya, apakah selalu operasi? 

“Itu urusan belakangan. Nanti kita pikirkan.”

Aku lihat Umi dan Ayahku diam membisu. Aku tak tahu apa yang tengah mereka pikirkan mendengar jawaban dokter Didi. Aku sendiri lebih tidak mengerti.[] 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Three Cycles of Certainty

Peserta Kuliah Manajemen Kematian Komplek Griya Sasmita, Serua, Depok berpose dengan narasumber. Foto credit, Mas Mono. BISA jadi, teori kecerdasan ganda Howard Gardner dikagumi dalam kesadaran hidup. Gardner telah mengidentifikasi delapan kecerdasan: linguistik, logis-matematis, musikal, spasial, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, dan naturalistik . Gardner juga mempertimbangkan dua kecerdasan tambahan, eksistensial dan pedagogis . Teori Gardner banyak dibincangkan dan dipasangkan dalam teori belajar. Teori ini dianggap akademisi dan praktisi pendidikan sangat relevan dengan asumsi bahwa setiap peserta didik memiliki potensi kecerdasan berbeda tiap individu. Kecerdasan-kecerdasan di atas –sering disebut dengan multiple intelligences – di bangku sekolah dipandang penting untuk mengembangkan kecakapan hidup setiap peserta didik. Aplikasi dari teori ini berupa rancangan proses pembelajaran yang bisa menjangkau pengembangan kecerdasan paling dominan yang dimiliki peserta didik di

"MISTERI" DI BALIK "TARAWIH TERAKHIR"

Draft "Tarawih Terakhir" Kita harus mulai berpikir seperti sungai jika ingin meninggalkan warisan keindahan dan kehidupan untuk generasi mendatang." – David Brower. INI sepenggal kisah. Kisah tentang para pemburu pasir Ciliwung dalam draft buku “Tarawih Terakhir”. Semula, rencana buku ini akan diluncurkan pada 18 November 2021 saat 95 % buku sudah siap pada Agustus 2021. 18 November adalah “waktu keramat”, tepat saat Milad Muhammadiyah ke-109. Bagi warga persyarikatan, Milad itu seperti saatnya berjumpa kekasih. Senang, bahagia, dan semringah jadi satu. Akan tetapi, karena kendala teknis, momentum Milad akhirnya tidak bisa direngkuh. Ia berlalu. Rasanya, seperti ditinggalkan sang kekasih tercinta yang pergi tanpa pesan. Mengapa Milad? Ya, karena buku ini punya benang merah yang kuat dengan persyarikatan Muhammadiyah Ranting Pulo. Rekaman para pejuang penggali pasir Ciliwung untuk membangun masjid yang dulunya Langgar Pak Tua Naen. Masjid yang kelak dibangun mereka susah

2920 HARI

Ilustrasi Perempuan Berhijab. Foro Credit https://www.islampos.com/ TIGA hari lalu, saya dan istri begitu bahagia. Kabar tentang Vera membuat kami berdua semringah. Bagaimana kami tidak bahagia, Vera sudah sah menjadi seorang ibu. Vera sahabat istri saya, guru dari putra saya yang istimewa; Qurban Bayram Jaziila. Vera amat telaten mendampingi putra kami ini dengan segala keunikan Jaziila. Sewaktu duduk di kelas dua, sepatu melayang. Lain waktu, Vera dan Jaziila seperti rebutan tas, saling tarik. Pasalnya, Jaziila ngambek, dia tidak suka diberi PR dari Wali Kelasnya itu. 17 Juli esok, Jaziila sudah masuk SMA. Dia sudah berubah banyak. Dan, Vera diakuinya sebagai guru favorit saat ia kenang sekarang. Hanya saja, malam ini, raut wajah Jaziila tidak sesemringah seperti dia mengenang kelakuannya pada Vera semasa di SD dulu. *** TIGA hari berlalu kemarin, saya dan istri bergegas akan menjenguk Vera. Kami ingin merasakan aura bahagia bersama, juga bersama suaminya. Maka, meskipun sedikit cap