Langsung ke konten utama

ROKOK DAN TRAGEDI KETAPEL


Ilustari ketapel: Forto Credit: https://www.kilasbali.com/

Mata kanan dikabarkan bisa cacat permanen. Bisa jadi, psikologisnya pun ‘cacat’ lebih permanen. Mata yang cacat itu bukan karena rusak dimakan penyakit, bukan pula sebab kecelakaan. Mata kanan itu rusak dan menjadi cacat karena diketapel. Miris.

Tahu ketapel?

Pada masa purba, orang menggunakan pelontar peluru dari batu dengan senjata bernama manjanik. Nah, ketapel itu semacam modifikasi dari manjanik. Orang kampung saya menyebutnya “slepetan”, peralatan tempur untuk memburu tekukur, tupai, atau kelelawar.

Adalah Zaharman, orang yang mengalami insiden slepetan itu. Zaharman boleh jadi tidak menduga mata kanannya akan berakhir cacat di lingkungan pendidikan. Ya, Zaharman seorang guru di sebuah SMA di Rejang Lebong, Bengkulu, di tempatnya mengajar.

Lalu, apa dosa Zaharman? Apakah dia korupsi dana BOS? Ketahuan jual beli kursi siswa baru yang tersingkir karena kebijakan zonasi? Atau ia tertangkap basah melakukan pelanggaran etik sehingga mata kanannya pantas dislepet?

Menurut berita, bukan dosa-dosa di atas pemicu Zaharman dislepet. Kesalahan Zaharman karena ia peduli. Ia menegur ada siswanya yang kedapatan merokok di area kantin sekolah. Berembus pula kabar, Zaharman marah dan menendang salah seorang siswanya yang lari menghindar saat ditegur.

Itulah kesalahan Zaharman. Kesalahan ini memicu kemarahan orang tua siswa bersangkutan yang kemudian datang ke sekolah seperti anak-anak kampung saya hendak berburu tekukur, tupai, atau kelelawar. Dan, sebutir peluru terlontar dari replika manjanik tepat mengenai mata Zaharman. Buk!|

Kasus yang dialami Zaharman terus berulang dalam bentuk dan motif yang berbeda-beda. Bukan sekali dua kali guru menerima perlakuan demikian. Seakan, konflik guru-siswa-orang tua seperti tak jua putus mata rantainya.

Bahkan, kasus-kasus guru diadukan ke polisi karena menegur atau bahkan sekadar mencubit siswa kerap terjadi. Orang tua tidak berkenan anaknya diingatkan atau dicubit di area pendidikan. Lalu, orangtua merasa pantas membawa polisi ke sekolah buat menggelandang dan memenjarakan guru anaknya sendiri.

Bila saja guru boleh menyerah, maka menyerah sajalah. Biarkan saja siswa merokok di sekolah atau di ruang kelas saat guru mereka menerangkan pelajaran. Bila itu tidak cukup, perintah saja guru mereka pergi ke warung. Beri guru itu selembar dua lembar 10 ribuan untuk membeli rokoknya. Lalu, minta guru itu menyalakan korek api dan menyulut ujung rokok yang sudah terselip di bibir sang murid seperti dalam cerita film-film mafia di Kuba. Biar drama soal rokok ini lebih seru disaksikan.

Biarkan saja mereka berlaku demikian. Jangan diingatkan! Jangan pula dicubit! Biarkan saja! Daripada nanti guru dilaporkan ke polisi dan masuk penjara.|

Tiap orang setuju, bahwa tidak semua guru berperilaku baik. Ada oknum guru yang berperilaku buruk. Ustaz yang bejat pun ada. Memang, sebagai “yang digugu dan ditiru”, tentu tidak elok, bahkan tidak etis apabila seorang yang menjadi teladan, namun bermoral rendah. Sebab, kerendahan moral tidak bisa diadaptasi oleh masyarakat yang masih menghormati akhlak, setia sebagai agen transformasi nilai-nilai kebaikan ke tengah-tengah masyarakat seperti masyarakat pendidikan. Maka, bilamana ada oknum guru atau ustaz yang tidak bermoral, serta merta dianggap rusaklah dunia pendidikan.

Oknum guru atau ustaz yang tidak bermoral, memang tidak cocok di sini. Teori kesusilaan Voltaire: “Hiduplah seperti apa yang kamu inginkan dan berbuatlah terhadap sesamamu seperti yang kamu inginkan ia berbuat terhadapmu” tidak cocok diterapkan selain di Perancis sejak masa Aufklärung pada awal abad ke-18 silam. Tidak pula cocok dengan retorika Rousseau yang sangat terkenal:“Manusia terlahir bebas, dan dimana-mana ia terbelenggu.” Ini berlaku di Barat.

Barat memang terinspirasi dari tradisi ilmu dan peradaban Yunani, salah satu unsur penting peradaban Barat sekarang. Di Yunani, dahulu kala, bahkan para cendekiawan sangat menghargai dunia pelacuran, seperti masyarakat Barat menghargai free sex, samen leven, dan paham kebebasan.

Demonsthenes, seorang filosof Yunani, mengungkap pandangan kaum cendekiawan yang pintar menjustifikasi amalan bejat: Kami mempunyai institusi pelacuran kelas tinggi (courtesans) untuk keseronokan (keindahan), gundik untuk kesehatan harian tubuh, dan istri untuk melahirkan anak halal dan untuk menjadi penjaga rumah yang dipercayai. Kurang apa lagi?

Jadi, sudah jatuh talak antara ilmu dan moral di Barat. Maka, di Barat, mungkin saja ada guru atau murid tidak akan dianggap tercela bila kedapatan dia mabuk alkohol, merokok, atau segala hal yang bertentangan dengan nilai-nilai ketimuran selama itu urusan privat. Tapi di sini, ilmu dan moral masih serasi berdampingan, meskipun untuk mempertahankannya dunia pendidikan semakin keteteran.|

Pada umumnya, guru di Indonesia masih memegang kuat moral etik. Bilamana ia menegur siswa yang merokok di lingkungan sekolah, bahkan terkesan kejam karena menendang siswa bersangkutan, rasanya itu belum keluar dari maksud mendidik agar moral anak didiknya terjaga. Ia ingin siswanya bukan sekadar menghindari rokok, melainkan mematuhi larangan merokok di area pendidikan. Tentu, ia tidak akan ambil pusing bila siswanya itu merokok di rumahnya sendiri bareng orang tuanya sekalian.

Bilamana di bandara, rumah sakit, stasiun kereta, atau area publik ada imbauan dilarang merokok, tentu larangan merokok di area sekolah lebih bisa diterima banyak orang. Bukan hanya siswa, orang tua pun tidak sukar memahami aturan ini. Bukankah orang tua itu pendidik yang utama bagi anaknya?

Bila ada guru karena sebab menegur siswanya yang merokok di kantin sekolah, lalu ia diketapel hingga sebelah matanya menjadi buta, memang sangat disayangkan. Itu sama saja harga sebiji mata pemberian Tuhan ditukar sebatang rokok seharga dua ribu perak.

Guru yang baik memegang nilai moral. Ia mendampingi siswanya agar teguh memegang moralitas hanya sependek waktu di sekolah. Sedangkan orang tua siswa yang baik menjadi partner guru dalam pendampingan moral setiap waktu sepanjang hidup anak-anak mereka.

Ruang Guru yang mulai sepi, 9 Agustus 2023.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Three Cycles of Certainty

Peserta Kuliah Manajemen Kematian Komplek Griya Sasmita, Serua, Depok berpose dengan narasumber. Foto credit, Mas Mono. BISA jadi, teori kecerdasan ganda Howard Gardner dikagumi dalam kesadaran hidup. Gardner telah mengidentifikasi delapan kecerdasan: linguistik, logis-matematis, musikal, spasial, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, dan naturalistik . Gardner juga mempertimbangkan dua kecerdasan tambahan, eksistensial dan pedagogis . Teori Gardner banyak dibincangkan dan dipasangkan dalam teori belajar. Teori ini dianggap akademisi dan praktisi pendidikan sangat relevan dengan asumsi bahwa setiap peserta didik memiliki potensi kecerdasan berbeda tiap individu. Kecerdasan-kecerdasan di atas –sering disebut dengan multiple intelligences – di bangku sekolah dipandang penting untuk mengembangkan kecakapan hidup setiap peserta didik. Aplikasi dari teori ini berupa rancangan proses pembelajaran yang bisa menjangkau pengembangan kecerdasan paling dominan yang dimiliki peserta didik di

"MISTERI" DI BALIK "TARAWIH TERAKHIR"

Draft "Tarawih Terakhir" Kita harus mulai berpikir seperti sungai jika ingin meninggalkan warisan keindahan dan kehidupan untuk generasi mendatang." – David Brower. INI sepenggal kisah. Kisah tentang para pemburu pasir Ciliwung dalam draft buku “Tarawih Terakhir”. Semula, rencana buku ini akan diluncurkan pada 18 November 2021 saat 95 % buku sudah siap pada Agustus 2021. 18 November adalah “waktu keramat”, tepat saat Milad Muhammadiyah ke-109. Bagi warga persyarikatan, Milad itu seperti saatnya berjumpa kekasih. Senang, bahagia, dan semringah jadi satu. Akan tetapi, karena kendala teknis, momentum Milad akhirnya tidak bisa direngkuh. Ia berlalu. Rasanya, seperti ditinggalkan sang kekasih tercinta yang pergi tanpa pesan. Mengapa Milad? Ya, karena buku ini punya benang merah yang kuat dengan persyarikatan Muhammadiyah Ranting Pulo. Rekaman para pejuang penggali pasir Ciliwung untuk membangun masjid yang dulunya Langgar Pak Tua Naen. Masjid yang kelak dibangun mereka susah

2920 HARI

Ilustrasi Perempuan Berhijab. Foro Credit https://www.islampos.com/ TIGA hari lalu, saya dan istri begitu bahagia. Kabar tentang Vera membuat kami berdua semringah. Bagaimana kami tidak bahagia, Vera sudah sah menjadi seorang ibu. Vera sahabat istri saya, guru dari putra saya yang istimewa; Qurban Bayram Jaziila. Vera amat telaten mendampingi putra kami ini dengan segala keunikan Jaziila. Sewaktu duduk di kelas dua, sepatu melayang. Lain waktu, Vera dan Jaziila seperti rebutan tas, saling tarik. Pasalnya, Jaziila ngambek, dia tidak suka diberi PR dari Wali Kelasnya itu. 17 Juli esok, Jaziila sudah masuk SMA. Dia sudah berubah banyak. Dan, Vera diakuinya sebagai guru favorit saat ia kenang sekarang. Hanya saja, malam ini, raut wajah Jaziila tidak sesemringah seperti dia mengenang kelakuannya pada Vera semasa di SD dulu. *** TIGA hari berlalu kemarin, saya dan istri bergegas akan menjenguk Vera. Kami ingin merasakan aura bahagia bersama, juga bersama suaminya. Maka, meskipun sedikit cap