Langsung ke konten utama

HANDPHONE JADI MAKMUM

Flyer Canva Design. Foto Credit Abdul Mutaqin
Di rumah, aku tidak pernah mendengar suara musik, tapi hari ini, justru aku mendengar musik di rumah Allah..”

SATU kali, Imam Masjidil Haram Syaikh Abdurrahman As Sudais begitu masygul. Pasalnya, ada ponsel milik jamaah yang rupanya tidak dimatikan lalu bernyanyi saat shalat berjamaah berlangsung. Syaikh As Sudais menangis usai mengimami shalat. Lalu, sembari menghadap kepada jamaah masjid, Syaikh As Sudais berkata seperti pada kalimat pembuka tulisan ini.

Ini masalah yang terus berulang. Jujur, banyak orang mengalami dan mendapati fenomena ini. Tadi subuh, keberulangan itu berlangsung di Al-Huda. Tidak kebayang apabila ringtone yang berbunyi, misalnya lagu “Goyang Dombret”. Hanya saja, di Al Huda tidak seperti Syaikh As Sudais, Imam tidak menyampaikan keprihatinannya. Barangkali karena ringtone yang berbunyi tadi subuh itu bukan ringtone lagu. 

Di beberapa masjid, peringatan untuk mengelola handphone ponsel menjelang shalat banyak dipasang. Sebelum khutbah dan shalat Jum’at dilaksanakan, pengurus masjid bahkan mengingatkan secara verbal kepada jamaah yang membawa handphone agar dimatikan. Jadi, handphone-nya harus “dibunuh” dulu.

Harus diakui bahwa masih ada kesenjangan kecerdasan antara produk handphone dengan pribadi pengguna. Handphone sudah bermetamorfosis menjadi smartphone –telepon genggam yang cerdas–, tapi banyak dari para pengguna mengalami sedikit keterlambatan berpikir. Ini menyedihkan. Handphone-nya sudah teknologi cerdas, tapi ada sebagian penggunanya belum tuntas belajar menuju cerdas berteknologi.

Manusia yang punya jiwa, punya akal budi, dan punya hati nurani, tidak boleh tunduk pada benda mati. Meskipun handphone itu bisa hidup dengan bersuara, menampilkan gambar, dan menyajikan gambar bergerak, ia tetap saja benda mati yang harus tunduk pada jiwa yang hidup. Sudah barang tentu, manusianya yang harus mengendalikan, bukan handphone yang mengendalikan hidup manusia.

Mengendalikan handphone saat di masjid itu simpel, simpel sekali. Pertama, yang paling aman, jangan bawa handphone ke masjid. Maklum, handphone tidak wajib shalat meskipun jadi makmum, yang wajib shalat hanya pemilik handphone yang ke masjid dan saudara-saudaranya.

Kedua, jika handphone memang terpaksa harus dibawa ke masjid untuk shalat atau mengikuti kajian, relakanlah untuk sementara handphone itu “dicabut nyawanya”. Atau, pengguna bisa memanfaatkan beberapa fitur, misalnya mengaktifkan mode pesawat (flight mode) sehingga fungsi non seluler tetap berjalan, tetapi tidak dapat melakukan panggilan, tidak bisa pula dihubungi. Atau gunakan mode hening (silent mode), mengubahnya dengan mode getar (vibration mode) sehingga tidak ada suara apa pun dari handphone yang mengganggu kekhusyukkan shalat berjamaah.

Ketiga, jika sudah terlanjur handphone berbunyi, matikan saja segera. Jangan biarkan ia “gegemberan” macam kambing kelaparan sepanjang durasi waktu yang cukup panjang. 

Emang boleh? Boleh.

Ada riwayat dari Imam Ahmad, Nasa’i dan At-Tirmidzi dari Siti ‘Aisyah RA. Suatu ketika Rasulullah sedang shalat di rumah dan pintu rumah tertutup. Lalu ‘Aisyah datang hendak masuk. Beliau pun berjalan lalu membukakan pintu kemudian melanjutkan shalat di tempatnya semula. Dan, digambarkan, bahwa pintu tersebut ada di arah kiblat.

Dari riwayat istri Rasulullah ini, bisa diambil pelajaran bahwa melakukan beberapa gerakan yang tidak ada hubungannya dengan shalat dapat kita kerjakan saat shalat apabila dimaksudkan untuk menghilangkan gangguan shalat. Artinya apa? Artinya, melakukan beberapa gerakan tersebut tidak membatalkan shalat dan bahkan justru merupakan keutamaan karena diperlukan untuk meniadakan gangguan shalat.

Pada riwayat lain, Rasulullah SAW pernah kok melakukan gerakan tambahan pada saat sedang shalat karena menggendong. Seperti diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim, Rasul pernah shalat sambil menggendong Umamah, cucu beliau. Jika beliau ruku’, beliau meletakkan Umamah. Jika beliau berdiri, beliau menggendong Umamah kembali. Menurut rekaman Imam Muslim, ketika itu beliau sedang menjadi imam shalat di masjid.

Jadi, misalnya nih, ada di antara kita bawa handphone ke masjid, lalu pas shalat ia berdering karena lupa dimatikan, segera matikan, jangan tunggu ia mati sendiri. Membiarkan deringan sangat mengganggu kekhusyukan shalat. Apalagi sampai mengganggu kekhusyukan orang lain, ini bisa jadi merupakan keburukan yang bertambah-tambah.

Pelajaran juga nih, sebaiknya, jangan pasang ringtone lagu atau musik. Karena kalau handphone itu nyanyi saat shalat berlangsung karena lupa dimatikan, itu salah tempat. Khawatir kalau-kalau pas handphone itu nyanyi, Syaikh Abdurrahman As Sudais sedang mampir shalat di masjid kita, berabe. Nanti, yang tak enak hati pengurus DKM yang membatin, “ini masjid, apa panggung dangdut tujuh belasan?"

Oh, iya. Hindari juga pasang ringtone azan, ya. Sebab, tetap saja mengganggu jika handphone itu tiba-tiba mengumandangkan azan di saat imam sudah baca surat. Nanti jamaah bertanya-tanya, ini siapa lagi yang azan?

Jadi, kata kuncinya, membawa handphone ikut shalat berjamaah di masjid tidak ada larangan. Hanya saja, buat dia tidur atau mati sekalian.😊

Salam literasi digital.|

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Three Cycles of Certainty

Peserta Kuliah Manajemen Kematian Komplek Griya Sasmita, Serua, Depok berpose dengan narasumber. Foto credit, Mas Mono. BISA jadi, teori kecerdasan ganda Howard Gardner dikagumi dalam kesadaran hidup. Gardner telah mengidentifikasi delapan kecerdasan: linguistik, logis-matematis, musikal, spasial, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, dan naturalistik . Gardner juga mempertimbangkan dua kecerdasan tambahan, eksistensial dan pedagogis . Teori Gardner banyak dibincangkan dan dipasangkan dalam teori belajar. Teori ini dianggap akademisi dan praktisi pendidikan sangat relevan dengan asumsi bahwa setiap peserta didik memiliki potensi kecerdasan berbeda tiap individu. Kecerdasan-kecerdasan di atas –sering disebut dengan multiple intelligences – di bangku sekolah dipandang penting untuk mengembangkan kecakapan hidup setiap peserta didik. Aplikasi dari teori ini berupa rancangan proses pembelajaran yang bisa menjangkau pengembangan kecerdasan paling dominan yang dimiliki peserta didik di

"MISTERI" DI BALIK "TARAWIH TERAKHIR"

Draft "Tarawih Terakhir" Kita harus mulai berpikir seperti sungai jika ingin meninggalkan warisan keindahan dan kehidupan untuk generasi mendatang." – David Brower. INI sepenggal kisah. Kisah tentang para pemburu pasir Ciliwung dalam draft buku “Tarawih Terakhir”. Semula, rencana buku ini akan diluncurkan pada 18 November 2021 saat 95 % buku sudah siap pada Agustus 2021. 18 November adalah “waktu keramat”, tepat saat Milad Muhammadiyah ke-109. Bagi warga persyarikatan, Milad itu seperti saatnya berjumpa kekasih. Senang, bahagia, dan semringah jadi satu. Akan tetapi, karena kendala teknis, momentum Milad akhirnya tidak bisa direngkuh. Ia berlalu. Rasanya, seperti ditinggalkan sang kekasih tercinta yang pergi tanpa pesan. Mengapa Milad? Ya, karena buku ini punya benang merah yang kuat dengan persyarikatan Muhammadiyah Ranting Pulo. Rekaman para pejuang penggali pasir Ciliwung untuk membangun masjid yang dulunya Langgar Pak Tua Naen. Masjid yang kelak dibangun mereka susah

2920 HARI

Ilustrasi Perempuan Berhijab. Foro Credit https://www.islampos.com/ TIGA hari lalu, saya dan istri begitu bahagia. Kabar tentang Vera membuat kami berdua semringah. Bagaimana kami tidak bahagia, Vera sudah sah menjadi seorang ibu. Vera sahabat istri saya, guru dari putra saya yang istimewa; Qurban Bayram Jaziila. Vera amat telaten mendampingi putra kami ini dengan segala keunikan Jaziila. Sewaktu duduk di kelas dua, sepatu melayang. Lain waktu, Vera dan Jaziila seperti rebutan tas, saling tarik. Pasalnya, Jaziila ngambek, dia tidak suka diberi PR dari Wali Kelasnya itu. 17 Juli esok, Jaziila sudah masuk SMA. Dia sudah berubah banyak. Dan, Vera diakuinya sebagai guru favorit saat ia kenang sekarang. Hanya saja, malam ini, raut wajah Jaziila tidak sesemringah seperti dia mengenang kelakuannya pada Vera semasa di SD dulu. *** TIGA hari berlalu kemarin, saya dan istri bergegas akan menjenguk Vera. Kami ingin merasakan aura bahagia bersama, juga bersama suaminya. Maka, meskipun sedikit cap