Langsung ke konten utama

ANAK KANDUNG LIBERALISME


Gene Robinson dan Mark Andrew dalam upacara pernikahan sipil mereka pada 2003. Photo Credit, https://www.bbc.com/

LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender),"anak kandung" sekularisme dan liberalisme semakin hangat dibincangkan. Momentum Deddy Corbuzier mengundang pasangan gay Ragil Mahardika dan Frederick Vollert di media podcast-nya, menaikkan suhu menjadi panas. Deddy bahkan dianggap bikin gaduh dan mendukung LGBT.

Ragil Mahardika diketahui menikah dengan Frederick Vollert; laki-laki asal Jerman. Selain Ragil, ada pasangan Jacky Rusli, pria Indonesia yang menikah dengan Sath Halim, pria asal Amerika. Ada Erwin Chandra dan Michael Hinz dari Jerman. Ada Wisnu Nugroho yang menikah dengan pria asal Perancis. Dan masih ada banyak pasangan gay di negeri mayoritas muslim ini.

Hari ini, 31 negara sudah melegalkan LGBT. Negara-negara itu menjadi tempat pelarian bagi pasangan "kawin lari" para homo. Maka, banyak pasangan homoseksual Indonesia yang menikah di sana untuk mendapatkan 'surat nikah' layaknya pasangan laki-laki dan perempuan normal.

Belanda menjadi yang pertama. Sejak 2001, Negeri Kincir Angin itu sudah melegalkan pernikahan sesama jenis. Taiwan merupakan negara di Asia yang sudah pula melegalkan LGBT pada 2019 di urutan ke-30. Urutan ke-31, Swiss menyusul ikut melegalkan.|

DALAM asumsi saya, Deddy tidak sepenuhnya salah. Bahkan boleh jadi, Deddy berjasa telah membuka mata banyak orang bahwa LGBT semakin menggila. Meski demikian, banyak yang belum ‘ngeh’. Padahal sangat mungkin, pengaruh LGBT sudah masuk hampir ke semua pekarangan rumah tiap keluarga di Indonesia. Buktinya, Deddy berani mengundang mereka menunjukkan wajah asli mereka tanpa malu-malu. Ngeri.

Yang lebih mengerikan, ada indikasi pihak-pihak tertentu berusaha melegalkan LGBT di Indonesia. Indikasi itu kuat sekali. Bila orang sekaliber Prof. Dr. Ahmad Syafi'i Ma'arif, tokoh yang sering diidentikkan sebagai pengusung pluraslime agama saja menitip pesan kepada Bambang Soesatyo, Ketua MPR RI dan meminta kepadanya agar LGBT tidak dilegalkan karena berlawanan dengan jiwa Pancasila, itu artinya, legalitas LGBT di Indonesia hanya tinggal menunggu waktu.|

LIBERALISASI merupakan respons dan fenomena khas dalam dunia Kristen. Problem teks Bible tampaknya yang menjadi pemicu. Bagaimana bisa demikian?

Para ahli teologi dan kitab suci Kristen di Barat masih mempertanyakan tentang Bibel. Who Wrote the Bible saja masih misteri. The Five Book of Torah atau The Five Book of Moses yang ditengarai ditulis oleh Moses masih dianggap sebagai “it’s one of the oldest puzzles in the world”. Tidak ada satu ayat pun di dalam Torah yang menyebutkan, bahwa Moses sebagai penulisnya. Sementara, banyak kontradiksi dijumpai pula di dalamnya.

Demikian halnya dengan problem Perjanjian Baru (The New Testament). Hal yang menjadi ganjalan penafsir Bibel adalah karena tidak adanya dokumen Bibel Perjanjian Baru yang original saat ini. Bahan-bahan yang ada juga bermacam-macam, berbeda pula satu dengan lainnya. Bahasa Yunani (Greek) sebagai bahasa asal Perjanjian Baru pun mengalami problem kanonifikasi teks Bibel yang sangat rumit. Hingga saat ini, ada sekitar 5.000 manuskrip teks Bibel dalam bahasa Greek yang berbeda satu dengan lainnya. Antara tahun 1516 sampai 1633 saja, terbit sekitar 160 versi Bibel dalam bahasa Yunani. Ruwet, ruwet, ruwet.

Karena problem teks Bible ini, menurut Adian Husaini, Barat Kristen kemudian mengembangkan proses liberalisasi dan dekonstruksi besar-besaran terhadap berbagai doktrin Kristen. Salah satunya dalam bidang kajian kitab suci dengan mengembangkan hermeneutika yang mengkonstruksi konsep Bibel sebagai “The Word of God” dan mengembangkan metode historical criticism terhadap Bible. Terjawablah, mengapa hermeneutika diperlukan bagi Barat Kristen, bahwa firman Tuhan harus direkonstruksi, Bible harus dikritik.

Di kemudian hari, di samping dijadikan sebagai studi prinsip-prinsip general tentang interpretasi Bibel, para teolog dan filosof Barat mengembangkan hermeneutika sebagai metode penafsiran secara umum dalam ilmu-ilmu sosial dan humaniora.

Lalu, apa hubungannya problem teks Bible, hermeneutika, dan LGBT?|

PROBLEM-problem Bible yang sedemikian pelik itu dipecahkan dengan tafsir hermeneutika. Sebagai metode penafsiran, hermeneutika sangat memperhatikan konteks saat suatu teks ditafsirkan. Maka, menjadi sangat mungkin sebuah penafsiran akan ditinggalkan karena dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, kebutuhan, dan tuntutan masyarakat. 

Di Barat, LGBT sudah dianggap menjadi budaya dan diterima sebagai kebutuhan masyarakat yang normal dan harus dilindungi atas nama HAM dan atas nama hak privat. Maka, meskipun dalam Kitab Imamat 20:13 disebutkan: “Bila seorang laki-laki tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, jadi keduanya melakukan suatu kekejian, pastilah mereka dihukum mati dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri”, sebagian besar masyarakat mereka bisa menerima saat Gene Robinson menjadi uskup Gereja Anglikan di Keuskupan New Hampshire AS, pada Minggu, 2 November 2003 sedangkan Robinson adalah seorang gay. Tentu, pengangkatan Robinson menjadi sebagai legitimasi gereja terhadap pelaku homoseksual. Pengangkatan uskup gay ini mendapat dukungan dari kalangan liberal di samping penolakan dari kalangan konservatif.

Saat upacara pelantikannya, Robinson ditemani Mark Andrew, pasangan homo yang sudah menemani hidupnya selama 14 tahun. Andrew pula yang memasangkan topi bishop di kepala Robinson.|

DUNIA akademisi Universitas Islam Negeri di Indonesia pernah dihebohkan dengan disertasi yang mengabsahkan hubungan seksual di luar nikah. Penulis disertasi itu menggunakan metode hermeneutika dalam menafsirkan konsep milk al-yamin (kepemilikan atas budak) sebagai keabsahan hubungan seksual nonmarital. Milk al-yamin merupakan gagasan yang ditawarkan Muhammad Syahrur.

Penulis disertasi merasa prihatin dengan maraknya kriminalisasi, stigmatisasi dan pembatasan akses terhadap mereka yang melakukan hubungan seksual nonmarital. Ia juga beralasan, bahwa konsep milk al-yamin ala Muhammad Syahrur dibatasi dengan beberapa kondisi, di antaranya tidak boleh dilakukan dengan berzina dalam teori Syahrur. 

Zina menurut teori Syahrur, yakni hubungan seksual yang diperlihatkan ke publik. Jadi, dalam pandangan Syahrur, seorang laki-laki boleh berhubungan seksual dengan perempuan lain secara nonmarital seperti pada milk al-yamin sepanjang tidak dipertontonkan. Selama hubungan seksual itu dilakukan di kamar, tertutup, itu bukan zina.

Siapa Syahrur, dan siapa penulis disertasi itu?|

MUHAMMAD Syahrur tidak lain seorang sarjana teknik sipil, bukan ahli tafsir, atau sarjana yang mendalami syari’ah. Ia lahir di Damaskus, Syria pada 11 April 1938 M. Pada 1958, Syahrur mendapat beasiswa melanjutkan studi ke Moskow, Uni Soviet untuk belajar teknik sipil. Studinya dilanjutkan ke Ireland National University, Dublin, Irlandia, pada jurusan yang sama.

Syahrur hidup dalam tradisi intelektual Eropa Timur. Saat berada di Moskow, minat Syahrur pada filsafat Marx dan Hegel mulai terbentuk. Ia kerap menghadiri berbagai diskusi tentang pemikiran keduanya. 

Pada saat studi di Irlandia, Syahrur semakin menekuni lagi bidang filsafat dan berkenalan dengan banyak pemikir yang membentuk pandangannya di kemudian hari. Syahrur mendiskusikan pemikiran Immanuel Kant, Fichte, G.F. Hegel, Alfred North Whitehead, Bertrand Russel, dan lain-lain. Banyak yang menilai, pemikiran Syahrur merupakan sintesa dari filsafat spekulatif Whitehead, rasionalisme idealis para filosof Jerman serta strukturalisme dari nalar matematika-teknik yang membentuk suatu pemikiran yang tidak lazim (unorthodox).

Tidak mengherankan apabila pemikiran Syahrur sangat dipengaruhi oleh tradisi Barat, terutama dalam hukum keluarga. Pandangannya tentang milk al-yamin tampaknya digagas dari kebiasaan dan tradisi (‘urf) masyarakat Barat liberal yang memandang praktik samen leven (musakanah, kumpul kebo) adalah perkara biasa dan boleh-boleh saja. 

Dengan kacamata hermeneutik-Barat yang sedemikian bebas itu, mulailah Syahrur menawarkan  gagasan pemikiran dekonstruktif. Syahrur mulai mengkritik syari'at. Ia mencurigai bahwa kajian keislaman telah terjebak dalam tradisi taklid dan mengekor pada tradisi pemikiran klasik. Karena itu, Syahrur menyatakan perlunya umat Islam membebaskan diri dari bingkai pemikiran taklid dan tidak ilmiah. 

Ya, Syahrur menuduh umat Islam terjebak pada taklid pada tafsiran ulama klaisk, sementara Syahrur sendiri sudah masuk perangkap pada pola pikir liberal sekuler saat melihat agamanya sendiri. Artinya, Syahrur sendiri taklid pada pemikiran Barat sekuler-liberal yang ia kagumi.

Pemikiran Syahrur ini ditawarkan penulis disertasi tentang konsep milk al-yamin; Abdul Aziz. Disertasi Abdul Aziz disidangkan melalui ujian terbuka pada hari Rabu 28 Agustus 2019 di UIN Sunan Kalijaga dan diluluskan dengan beberapa catatan dari para penguji.|

SYAHRUR hanya salah satu dari sarjana Muslim yang kepincut hermeneutika. Belakangan, Nasr Hamid Abu Zayd, sarjana muslim liberal asal Mesir juga gigih mengusung hermeneutika. Secara sadar, Abu Zayd bahkan menyebut bahwa homoseksual adalah fenomena yang alami. Abu Zayd menyadari, bahwa Islam tidak akan pernah mengakui homoseksual kecuali sebagai perilaku menyimpang. Perlu revolusi yang nyata berupa perubahan cara berpikir tentang Al-Qur’an dalam hubungannya dengan kehidupan manusia.

Cara inilah yang dilakukan Scott Siraj al-Haqq Kugle yang membuat penafsiran baru tentang homoseksual. menurut Kugle, para ahli hukum Islam selama seribu tahun lebih telah salah paham dalam soal penafsiran kisah Luth. Padahal, katanya, kaum Luth dihukum oleh Allah bukan karena mereka homo, tetapi karena mereka kafir dan membangkang.

Di Indonesia, tidak sedikit tokoh yang latah menerapkan hermeneutika. Mereka terang-terangan menuduh para ulama klasik telah melakukan banyak sekali penafsiran al-Qur’an yang dipelintir demi maksud-maksud politik, sementara klaim objektivitas dan paling benar sendiri (truth claim) selalu dikedepankan.

Begitulah perilaku sarjana muslim yang mengadopsi pemikiran Barat. Kadang, mereka terlihat lebih orientalis dari pada orientalis kulit putih dengan turut serta mengkritisi Alquran. Apakah para sarjana muslim itu tidak mau lagi membedakan martabat Alquran yang tidak memiliki problem seperti problem yang dihadapi Bible sehingga harus dipahami dengan hermeneutika?|

MELINDUNGI generasi muda dari LGBT sudah sangat mendesak, sama mendesaknya dengan mengajak mereka pada literasi bahaya liberalisme. Katakan pada anak-anak kita, katakan pada generasi muda: No LGBT! No Liberalism! |

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Three Cycles of Certainty

Peserta Kuliah Manajemen Kematian Komplek Griya Sasmita, Serua, Depok berpose dengan narasumber. Foto credit, Mas Mono. BISA jadi, teori kecerdasan ganda Howard Gardner dikagumi dalam kesadaran hidup. Gardner telah mengidentifikasi delapan kecerdasan: linguistik, logis-matematis, musikal, spasial, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, dan naturalistik . Gardner juga mempertimbangkan dua kecerdasan tambahan, eksistensial dan pedagogis . Teori Gardner banyak dibincangkan dan dipasangkan dalam teori belajar. Teori ini dianggap akademisi dan praktisi pendidikan sangat relevan dengan asumsi bahwa setiap peserta didik memiliki potensi kecerdasan berbeda tiap individu. Kecerdasan-kecerdasan di atas –sering disebut dengan multiple intelligences – di bangku sekolah dipandang penting untuk mengembangkan kecakapan hidup setiap peserta didik. Aplikasi dari teori ini berupa rancangan proses pembelajaran yang bisa menjangkau pengembangan kecerdasan paling dominan yang dimiliki peserta didik di

"MISTERI" DI BALIK "TARAWIH TERAKHIR"

Draft "Tarawih Terakhir" Kita harus mulai berpikir seperti sungai jika ingin meninggalkan warisan keindahan dan kehidupan untuk generasi mendatang." – David Brower. INI sepenggal kisah. Kisah tentang para pemburu pasir Ciliwung dalam draft buku “Tarawih Terakhir”. Semula, rencana buku ini akan diluncurkan pada 18 November 2021 saat 95 % buku sudah siap pada Agustus 2021. 18 November adalah “waktu keramat”, tepat saat Milad Muhammadiyah ke-109. Bagi warga persyarikatan, Milad itu seperti saatnya berjumpa kekasih. Senang, bahagia, dan semringah jadi satu. Akan tetapi, karena kendala teknis, momentum Milad akhirnya tidak bisa direngkuh. Ia berlalu. Rasanya, seperti ditinggalkan sang kekasih tercinta yang pergi tanpa pesan. Mengapa Milad? Ya, karena buku ini punya benang merah yang kuat dengan persyarikatan Muhammadiyah Ranting Pulo. Rekaman para pejuang penggali pasir Ciliwung untuk membangun masjid yang dulunya Langgar Pak Tua Naen. Masjid yang kelak dibangun mereka susah

2920 HARI

Ilustrasi Perempuan Berhijab. Foro Credit https://www.islampos.com/ TIGA hari lalu, saya dan istri begitu bahagia. Kabar tentang Vera membuat kami berdua semringah. Bagaimana kami tidak bahagia, Vera sudah sah menjadi seorang ibu. Vera sahabat istri saya, guru dari putra saya yang istimewa; Qurban Bayram Jaziila. Vera amat telaten mendampingi putra kami ini dengan segala keunikan Jaziila. Sewaktu duduk di kelas dua, sepatu melayang. Lain waktu, Vera dan Jaziila seperti rebutan tas, saling tarik. Pasalnya, Jaziila ngambek, dia tidak suka diberi PR dari Wali Kelasnya itu. 17 Juli esok, Jaziila sudah masuk SMA. Dia sudah berubah banyak. Dan, Vera diakuinya sebagai guru favorit saat ia kenang sekarang. Hanya saja, malam ini, raut wajah Jaziila tidak sesemringah seperti dia mengenang kelakuannya pada Vera semasa di SD dulu. *** TIGA hari berlalu kemarin, saya dan istri bergegas akan menjenguk Vera. Kami ingin merasakan aura bahagia bersama, juga bersama suaminya. Maka, meskipun sedikit cap