Langsung ke konten utama

ICMI DAN TRANSFORMASI MEDIA

Foto Credit: Gaya hidup digital ~ interaxiongroup.org

Transformasi

DAHULU sekali, asap punya kedudukan penting. Kepulannya punya makna tertentu. Untuk menyebut beberapa contoh seperti peradaban Yunani, Cina kuno, dan Suku Indian di Amerika, asap bukan sembarang asap. Ini yang pertama.

Kedua, merpati. Famili Columbidae dari ordo Columbiformes ini dianggap burung yang memiliki daya ingat yang kuat. Instink bisa kembali ke tempat asal juga akurat walaupun telah terbang mengelana dalam radius yang sangat jauh.

Dan ketiga, kentungan–orang kampung sekitar Depok menyebutnya “tong-tong”, pun sarat dengan values. Seperti asap dan merpati, kentungan punya peran penting sejak zaman kerajaan Demak, Mataram, Surakarta, dan Yogyakarta. Itu berlangsung sudah lama sekali, pada akhir abad ke-15 silam.

Akan tetapi, zaman sudah berubah. Era asap, Merpati, dan kentungan sudah berakhir. Asap lebih banyak mengepul di ujung batang kretek atau cerobong-cerobong pabrik yang nihil pesan penting, kecuali sekadar “pseudo pleasure” bagi “ahli hisap” dan polusi udara.

Sebagai duta, merpati sudah pensiun. Sekarang, ia menjadi simbol “kasih” primordialisme tertentu. Beruntung jika jadi burung kesayangan atau petarung di arena adu ketinggian. Jika nahas, direndam di wajan dan minyak panas. Matanya tak lagi lucu, tapi kusam, sekusam nasib mata ayam dan bebek goreng bersebelahan yang sudah dilumuri sambal, dihias rumput kemangi dan potongan mentimun segar.

Kentungan, ia masih menyisakan sedikit peran di masjid-masjid dan surau-surau tradisional. Masih pula menggantung satu dua di pos siskamling. Itu pun lebih banyak berfungsi sebagai aksesoris saja, sebagai syarat pembeda pos siskamling dengan pangkalan ojek. Ia jarang berbunyi, kecuali saat dipukul orang iseng dan bunyinya tidak membawa pesan apa pun.

Transformasi telah menggerus ketiganya dari peran budaya di masanya.

Media dan Generasi Baru

“MEDIUS”–bahasa Latin, artinya tengah, perantara atau pengantar. Kata ini diserap menjadi “media” dalam bahasa Indonesia.

Asap, merpati, dan keuntungan adalah media komunikasi jarak jauh. Dahulu, asap yang membumbung bisa berarti pesan ajakan perang atau perdamaian suatu peradaban tua. Merpati dilatih manusia menjadi duta kerajaan, pengirim pesan jarak jauh seorang raja, atau kurir asmara dua sejoli yang kasmaran. Dan keuntungan, ia bisa mengumpulkan massa, mengumumkan tanda bahaya, tanda waktu, dan media bunyi-bunyian untuk komunikasi antar masyarakat paling kuno di nusantara dengan suara pukulan yang sangat komunikatif. Coba perhatikan makna pola bunyi kentungan berikut ini dengan memperhatikan lambang “0” berarti pukulan, dan “–” berarti jeda:

0 – 0 – 0 – 0, berarti berita kematian atau pembunuhan.

00 – 00 – 00 – 00, pesan ada pencuri masuk wilayah kampung.

000 – 000 – 000 – 000, pesan ada kebakaran.

0000 – 0000 – 0000 – 0000, pesan ada bencana alam.

00000 – 00000 – 00000 – 00000, pesan ada pencurian.

0 – 0 0 0 0 0 0 0 – 0, pesan bahwa kondisi aman.

Dalam konteks relasi sosial, media menjadi esensi masyarakat setiap zamannya. Menjadi bagian penting dan berdampak dalam pola dan tingkah laku masyarakat. Tak heran, media menjadi salah satu pelopor perubahan (agen of change). Bahkan, media melalui pesan atau informasi, hiburan, pendidikan, maupun pesan-pesan lainnya dapat mempengaruhi sikap dan persepsi masyarakat secara signifikan.

Hari ini, transformasi media sudah terlalu jauh meninggalkan era asap, merpati, dan kentungan. Dari ketiga media itu, kentungan boleh dikata yang paling mutakhir. Media ini masih dirasakan kehadirannya oleh orang Indonesia generasi Baby Boomer (lahir pada 1946-1964) dan generasi X (lahir pada 1965-1980). Boleh jadi, merekalah pegiat media sebagai pemukul kentungan untuk mengabarkan berbagai pesan.

Sekarang, masyarakat hidup di zaman media digital. Dengan perangkat teknologi serba canggih, media yang bisa menyajikan pesan dan berbagai informasi secara cepat, massif, dan mudah hasil rekayasa visual seperti pesan asap, audio seperti pesan kentungan, dan adventure seperti pengalaman merpati melanglang buana dalam satu momen.

Gawai dan media sosial sebagai media dari era digital hari ini, hampir berada di genggaman jemari tiap orang. Indonesia–menurut Sensus Penduduk 2020–dihuni 69,38 juta jiwa generasi milenial (25,87%) dan 74,93 juta jiwa generasi Z (27,84%), dua generasi yang paling akrab dengan media digital. Mereka itu generasi yang lahir pada 1981-2013, dekat dengan dunia maya, sudah mengenal teknologi, dan akrab dengan gadget sejak kecil.

Hegemoni Media Sosial Generasi Baru

HARI ini, mayoritas generasi milenial dan generasi Z Indonesia akrab dengan berbagai platform media sosial. Pengguna Media Sosial Aktif menyentuh angka 170 juta (61,8% dari jumlah populasi di Indonesia). Dari angka 170 juta itu, Youtube, Whatsapp, Instagram, Facebook, dan Twitter menjadi yang paling populer digunakan. Rata-rata setiap hari, pengguna media sosial Indonesia melalui perangkat apa pun menghabiskan sekitar 3 jam, 41 menit. Demikian menurut rilis Hootsuite (We are Social): Indonesian Digital Report 2021.

Bila data ini dibaca dan dihubungkan dengan temuan Varkey Foundation (Generation Z : Global Citizen Survey, 2017) yang mencatat bahwa agama menjadi salah satu faktor penting kebahagiaan Generasi Z, Indonesia berada pada posisi teratas dengan angka sangat fantastik (93%). Angka ini jauh mengungguli Nigeria (86%), Turki (71%), dan Afrika Selatan (70%). Dari 20 negara yang menjadi sampel, Jepang menjadi negara yang paling skeptis menganggap agama sebagai sumber kebahagiaan (9%) di bawah Perancis (18%) dan Jerman (21%).

Tentu ini sangat menarik. Secara umum bisa disimpulkan, bahwa generasi Z Indonesia masih memandang agama sebagai faktor kebahagiaan hidup yang paling signifikan. Artinya, religiusitas generasi baru Indonesia masih belum jauh bergeser dengan generasi-generasi sebelumnya.

Survey ini memang memotret pendapat 5 tahun lalu. Akan tetapi, masih cukup relevan untuk melihat dinamika kehidupan generasi baru Indonesia dan persepsi beragama mereka di tengah hegemoni media digital dan media sosial. Fakta ini menjadi peluang sekaligus tantangan dalam proses transformasi di era digital, khususnya dalam membentuk sikap dan persepsi beragama kaum muda.

ICMI dan Peluang Transformasi di Era Digital

MEDIA apa saja, manual atau digital, ia bersifat netral. Akan tetapi, values dan muatannya tidak bisa dibiarkan netral. Nilai-nilai agama tidak bisa menganggap konten yang berdampak buruk yang diunggah di Youtube, Whatsapp, Instagram, Facebook, atau Twitter disebut netral. Apalagi bila dampak buruk itu menggerus nilai-nilai akhlak sebagai salah satu pilar Islam yang dijunjung tinggi.

Seperti pisau bermata dua, media digital punya sisi baik dan buruk. Ia bisa digunakan untuk mempengaruhi banyak pengguna pada kebaikan atau menjerumuskan pada hal-hal yang nista. Saya kira, salah satu agenda penting ICMI saat ini adalah mengambil peran dalam proses transformasi media digital yang menampilkan informasi yang bernilai edukasi, mencerahkan, dan hiburan yang sehat bagi generasi baru hari ini.

Untuk itu perlu gerakan membangun literasi media melalui seminar, workshop, atau program-program sebangun yang mendukung seperti pelatihan jurnalistik, writing skill, dan bagaimana memanfaatkan media sosial sebagai media dakwah, pendidikan, dan hiburan yang sehat khas cendekiawan.

Divisi Media, Komunikasi dan Humas ICMI Orda Depok rasanya punya kepentingan untuk menggarap segmentasi ini. Bagaimana juga, meskipun temuan Varkey Foundation di atas sangat menggembirakan, tidak dipungkiri dampak negatif media digital, khususnya media sosial tidak kalah mengerikan. Narasi-narasi kebencian, hoax, pornografi, blasphemy dan desakralisasi agama bertebaran di media sosial. Dan, itulah salah tantangan yang harus dijawab.

Semoga.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Three Cycles of Certainty

Peserta Kuliah Manajemen Kematian Komplek Griya Sasmita, Serua, Depok berpose dengan narasumber. Foto credit, Mas Mono. BISA jadi, teori kecerdasan ganda Howard Gardner dikagumi dalam kesadaran hidup. Gardner telah mengidentifikasi delapan kecerdasan: linguistik, logis-matematis, musikal, spasial, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, dan naturalistik . Gardner juga mempertimbangkan dua kecerdasan tambahan, eksistensial dan pedagogis . Teori Gardner banyak dibincangkan dan dipasangkan dalam teori belajar. Teori ini dianggap akademisi dan praktisi pendidikan sangat relevan dengan asumsi bahwa setiap peserta didik memiliki potensi kecerdasan berbeda tiap individu. Kecerdasan-kecerdasan di atas –sering disebut dengan multiple intelligences – di bangku sekolah dipandang penting untuk mengembangkan kecakapan hidup setiap peserta didik. Aplikasi dari teori ini berupa rancangan proses pembelajaran yang bisa menjangkau pengembangan kecerdasan paling dominan yang dimiliki peserta didik di

"MISTERI" DI BALIK "TARAWIH TERAKHIR"

Draft "Tarawih Terakhir" Kita harus mulai berpikir seperti sungai jika ingin meninggalkan warisan keindahan dan kehidupan untuk generasi mendatang." – David Brower. INI sepenggal kisah. Kisah tentang para pemburu pasir Ciliwung dalam draft buku “Tarawih Terakhir”. Semula, rencana buku ini akan diluncurkan pada 18 November 2021 saat 95 % buku sudah siap pada Agustus 2021. 18 November adalah “waktu keramat”, tepat saat Milad Muhammadiyah ke-109. Bagi warga persyarikatan, Milad itu seperti saatnya berjumpa kekasih. Senang, bahagia, dan semringah jadi satu. Akan tetapi, karena kendala teknis, momentum Milad akhirnya tidak bisa direngkuh. Ia berlalu. Rasanya, seperti ditinggalkan sang kekasih tercinta yang pergi tanpa pesan. Mengapa Milad? Ya, karena buku ini punya benang merah yang kuat dengan persyarikatan Muhammadiyah Ranting Pulo. Rekaman para pejuang penggali pasir Ciliwung untuk membangun masjid yang dulunya Langgar Pak Tua Naen. Masjid yang kelak dibangun mereka susah

2920 HARI

Ilustrasi Perempuan Berhijab. Foro Credit https://www.islampos.com/ TIGA hari lalu, saya dan istri begitu bahagia. Kabar tentang Vera membuat kami berdua semringah. Bagaimana kami tidak bahagia, Vera sudah sah menjadi seorang ibu. Vera sahabat istri saya, guru dari putra saya yang istimewa; Qurban Bayram Jaziila. Vera amat telaten mendampingi putra kami ini dengan segala keunikan Jaziila. Sewaktu duduk di kelas dua, sepatu melayang. Lain waktu, Vera dan Jaziila seperti rebutan tas, saling tarik. Pasalnya, Jaziila ngambek, dia tidak suka diberi PR dari Wali Kelasnya itu. 17 Juli esok, Jaziila sudah masuk SMA. Dia sudah berubah banyak. Dan, Vera diakuinya sebagai guru favorit saat ia kenang sekarang. Hanya saja, malam ini, raut wajah Jaziila tidak sesemringah seperti dia mengenang kelakuannya pada Vera semasa di SD dulu. *** TIGA hari berlalu kemarin, saya dan istri bergegas akan menjenguk Vera. Kami ingin merasakan aura bahagia bersama, juga bersama suaminya. Maka, meskipun sedikit cap