Langsung ke konten utama

KAYA KALENG KALENG MISKIN AUTENTIK

Foto credit Reza Fauzi Nazar pada https://geotimes.id/

DALAM hidup, kaya dan miskin selalu berdampingan. Di antara kaya dan miskin, stres menyelinap di tengah-tengah. Jadi jangan heran, ada orang miskin yang stres, orang kaya juga ada yang stres.

Lah, kok bisa? Bisa, sebab stres hampir menjadi milik tiap orang, tak peduli miskin atau kaya. Hanya saja, selama ini, stres dipahami sebatas fenomena orang yang sedang tertawa cekikikan sendirian, nyengir-nyengir sendirian, joged-joged di jalan sendirian, ngomong atau marah-marah sendirian, ditambah penampilan yang kusut masai.

“Bocah stres!”

Begitulah kemudian orang menilai.

Stres

STRES itu reaksi, baik reaksi secara fisik maupun emosional (mental/psikis) apabila ada perubahan dari lingkungan yang mengharuskan seseorang menyesuaikan diri. Kondisi demikian itu, lazim dihadapi semua orang dari waktu ke waktu. Bisa jadi satu kali dalam jangka pendek, bisa juga berulang kali dalam jangka panjang.

Begini contoh gampangnya: Saat Anda sedang berbelanja di supermarket, trolly sudah penuh, posisi sudah di depan kasir. Saat giliran anda membayar, dompet Anda tidak ada di tas. Sementara, semua uang dan kartu ATM ada di sana. Apa yang Anda rasakan?

Anda tentu bereaksi. Reaksi yang paling dekat adalah panik atau atau tergagap-gagap berteriak; “dompet saya hilang!” Tubuh pun bereaksi. Keringat dingin mengembun, jantung lebih cepat berdetak, wajah pucat pasi.

Pada keadaan demikian itu, Anda dituntut untuk menyesuaikan diri dengan kondisi yang berubah cepat. Anda harus berpikir keras mencari jalan keluar agar bisa menemukan dompet dan bisa membayar tagihan. Anda juga harus bisa mengatasi tatapan mata orang di sekeliling kasir. Nah, dalam upaya menyesuaikan diri itu, Anda mengalami stres.

Rupanya, dompet Anda bukan pangkal masalah. Anda lupa, dompet bukan ditaruh di dalam tas, tapi di saku celana belakang yang longgar. Masalah Anda selesai. Anda bisa menarik napas lega. Saat masalah sudah teratasi, stres Anda hilang. Ini stres jangka pendek.

Stres jangka panjang biasanya menyangkut relasi dengan orang lain, seperti menghadapi lingkungan kerja yang buruk, kehilangan pekerjaan, tidak ada lagi kecocokan dengan pasangan, atau terkena penyakit tertentu. Kondisi perubahan seperti ini membutuhkan proses penyesuaian jangka panjang. Stresnya pun lebih panjang.

Miskin dan Kaya

Kemiskinan bagi sebagian orang adalah momok, menakutkan, menyedihkan, dan setumpuk stigma buruk. Karena itu, banyak orang berusaha keluar dari kemiskinan.

Akan tetapi, ada pula orang yang tidak peduli pada cap kemiskinan. Bisa jadi, karena ia merasa kaya (baca: merasa cukup), sementara orang menilainya sebagai “orang miskin” dengan ukuran-ukuran kasat mata.

Memang, umumnya orang miskin digambarkan dengan tidak punya rumah. Walaupun punya rumah, rumahnya jelek, sempit, tidak ada perabot bagus, dan berbagai anggapan semisalnya. Atau tidak punya kendaraan, baik roda dua atau roda empat. Itulah umumnya gambaran orang miskin secara kasat mata.

Sebaliknya, bila orang punya rumah bagus dan besar, isi perabotnya mahal, kendaraan pun ada semua, maka ia disebut orang kaya.

Miskin Kaya Stres Juga?

Apakah ada orang stres karena kemiskinan? Ada. Umumnya keadaan ini dialami karena orang tidak siap hidup miskin. Atau salah persepsi tentang kemiskinan. Dikira dengan kemiskinan, hilanglah harga dirinya, lenyaplah kebahagiaannya, dan habislah hidupnya.

Jangan dikira orang kaya tidak mengalami stres. Paling tidak, stresnya orang kaya adalah kebingungan bagaimana caranya menghabiskan uang. Stresnya orang kaya yang lebih kompleks, misalnya menyangkut pengelolaan, pengembangan, dan pengamanan aset. Pendek kata, ia dibikin stres oleh uangnya sendiri.

Ini uniknya dunia stres. Orang kaya stres mikirin belanja apalagi buat menghabiskan uang, orang miskin stres tidak habis-habis hanya sekadar untuk membeli seliter dua liter beras karena tidak punya uang.

Anti Stres

Semakin pandai orang menyikapi urusan dunianya, ia semakin bijak pada kekayaan dan kemiskinan. Semakin pandai orang mengelola urusan akhiratnya, ia semakin mengerti hakikat kekayaan dan kemiskinan. Dan, semakin pandai orang mengelola kehidupan dunia dan akhiratnya, ia semakin menyadari, bahwa kekayaan dan kemiskinan sama-sama ujian. Jadi, ia paham bahwa ia sedang diuji dengan kekayaan atau sedang diuji dengan kemiskinan.

Ada banyak orang miskin yang antri stres. Ia menjalani hidup normal. Mereka tidak banyak menuntut, tapi tetap bersyukur. Tidak mengeluh, tidak juga meminta-minta meskipun ia sangat membutuhkan bantuan. Kadang malah, ia masih sanggup memberi.

Ada banyak orang kaya yang anti stres. Ini orang kaya yang autentik, kaya yang paten, asli, orisinal kaya. Lahiriyahnya dia memang kaya, jiwanya juga kaya. Jadi, ia bukan kaya “kaleng-kaleng”.

Ciri-ciri orang kaya yang autentik tidak ngaku-ngaku “saya orang kaya”, tapi orang banyak tahu bahwa ia kaya. Ia juga dicintai kaum dhuafa. Mereka, orang-orang lemah itu merasa aman, lapang, dan merasa terjamin di sampingnya. Karena itu, bukan hanya rasa cinta orang-orang dhuafa itu bersikap, tapi juga segan dan hormat kepadanya.

Ciri yang lain, orang kaya yang autentik itu pandai menjaga air muka orang miskin. Ia lebih dahulu memenuhi kebutuhan dhuafa sebelum mereka memintanya. Kadang, orang kaya macam ini menyantuni kaum dhuafa itu tidak sebatas memberinya uang atau makan, tapi membekalinya dengan skill agar kelak mereka bisa mandiri dan tidak bergantung pada orang lain lagi.

Orang Kaya Kaleng Kaleng Orang Miskin Autentik

“Gua doain ya, biar lu kaya. Kayak gua.” Kata si orang kaya pada orang yang dipandangnya miskin.
“Terima kasih, Om. Saya mah, nggak perlu kaya.” Jawab si orang yang dipandang miskin.
“Deh, biar lu nggak stres.”
“Kaya juga belum tentu tidak stres. Yang penting cukup aja saya mah.”
“Didoain kaya enggak mau.”
“Kaya juga ribet, Om. Pertanyaan malaikatnya panjang.”
“!#$%#??\\#”

Dialog imajiner di atas, rasanya penting untuk dicermati. Pertama, bisa jadi kita salah memberi identifikasi tentang kaya-miskin. Orang yang kita sangka kaya, ternyata miskin. Dan orang yang kita sangka miskin, ternyata kaya.

Kedua, kesalahan identifikasi ini terjadi karena kaya-miskin terlalu dipandang secara lahiriyah dan mengabaikan sisi batiniyah. Orang disebut kaya jika dilihat ia punya segalanya, dan disebut miskin jika tidak punya apa-apa.

Ketiga, orang kaya autentik cenderung tidak memandang dan mengaku dirinya kaya. Mereka umumnya pribadi low profile, santun, dermawan, dan merasa ia harus dekat dengan orang lemah. Kekayaan miliknya menjadi penghubung dirinya dengan orang-orang miskin. Sebaliknya, orang kaya kaleng-kaleng itu masih butuh pengakuan. Seakan, ia belum sah jadi orang kaya sampai semua tahu bahwa dia kaya. Mereka cenderung tinggi hati, hedonis, pelit dan merasa ia harus bergaul dengan komunitas sendiri yang setara dengannya. Kekayaan menjadi garis demarkasi yang memisah dirinya dengan orang-orang miskin.

Keempat, orang kaya autentik itu jelas kaya lahir batin. Sebaliknya, orang kaya kaleng-kaleng itu hakikatnya orang miskin autentik.

Kelima, stres hanya dialami bagi siapa saja yang tidak mengerti hakikat kaya dan miskin. Karena itu, orang kaya autentik cenderung sehat dan tidak mudah stres. Begitu juga orang yang merasa cukup meskipun dipandang sebagai miskin. 

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,"Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya harta dunia, akan tetapi kekayaan yang hakiki itu adalah kaya akan jiwa." (HR Al-Bukhari-Muslim).

Jadi, jelas bedanya bukan?

Jum'ah mubarak.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Three Cycles of Certainty

Peserta Kuliah Manajemen Kematian Komplek Griya Sasmita, Serua, Depok berpose dengan narasumber. Foto credit, Mas Mono. BISA jadi, teori kecerdasan ganda Howard Gardner dikagumi dalam kesadaran hidup. Gardner telah mengidentifikasi delapan kecerdasan: linguistik, logis-matematis, musikal, spasial, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, dan naturalistik . Gardner juga mempertimbangkan dua kecerdasan tambahan, eksistensial dan pedagogis . Teori Gardner banyak dibincangkan dan dipasangkan dalam teori belajar. Teori ini dianggap akademisi dan praktisi pendidikan sangat relevan dengan asumsi bahwa setiap peserta didik memiliki potensi kecerdasan berbeda tiap individu. Kecerdasan-kecerdasan di atas –sering disebut dengan multiple intelligences – di bangku sekolah dipandang penting untuk mengembangkan kecakapan hidup setiap peserta didik. Aplikasi dari teori ini berupa rancangan proses pembelajaran yang bisa menjangkau pengembangan kecerdasan paling dominan yang dimiliki peserta didik di

"MISTERI" DI BALIK "TARAWIH TERAKHIR"

Draft "Tarawih Terakhir" Kita harus mulai berpikir seperti sungai jika ingin meninggalkan warisan keindahan dan kehidupan untuk generasi mendatang." – David Brower. INI sepenggal kisah. Kisah tentang para pemburu pasir Ciliwung dalam draft buku “Tarawih Terakhir”. Semula, rencana buku ini akan diluncurkan pada 18 November 2021 saat 95 % buku sudah siap pada Agustus 2021. 18 November adalah “waktu keramat”, tepat saat Milad Muhammadiyah ke-109. Bagi warga persyarikatan, Milad itu seperti saatnya berjumpa kekasih. Senang, bahagia, dan semringah jadi satu. Akan tetapi, karena kendala teknis, momentum Milad akhirnya tidak bisa direngkuh. Ia berlalu. Rasanya, seperti ditinggalkan sang kekasih tercinta yang pergi tanpa pesan. Mengapa Milad? Ya, karena buku ini punya benang merah yang kuat dengan persyarikatan Muhammadiyah Ranting Pulo. Rekaman para pejuang penggali pasir Ciliwung untuk membangun masjid yang dulunya Langgar Pak Tua Naen. Masjid yang kelak dibangun mereka susah

2920 HARI

Ilustrasi Perempuan Berhijab. Foro Credit https://www.islampos.com/ TIGA hari lalu, saya dan istri begitu bahagia. Kabar tentang Vera membuat kami berdua semringah. Bagaimana kami tidak bahagia, Vera sudah sah menjadi seorang ibu. Vera sahabat istri saya, guru dari putra saya yang istimewa; Qurban Bayram Jaziila. Vera amat telaten mendampingi putra kami ini dengan segala keunikan Jaziila. Sewaktu duduk di kelas dua, sepatu melayang. Lain waktu, Vera dan Jaziila seperti rebutan tas, saling tarik. Pasalnya, Jaziila ngambek, dia tidak suka diberi PR dari Wali Kelasnya itu. 17 Juli esok, Jaziila sudah masuk SMA. Dia sudah berubah banyak. Dan, Vera diakuinya sebagai guru favorit saat ia kenang sekarang. Hanya saja, malam ini, raut wajah Jaziila tidak sesemringah seperti dia mengenang kelakuannya pada Vera semasa di SD dulu. *** TIGA hari berlalu kemarin, saya dan istri bergegas akan menjenguk Vera. Kami ingin merasakan aura bahagia bersama, juga bersama suaminya. Maka, meskipun sedikit cap