Langsung ke konten utama

SOAL GOOGLE FORM ANDA BISA DIBONGKAR

Kalau guru berhenti belajar, sebaiknya berhenti mengajar.


HARI ini, saya bertemu dengan seorang kawan, guru di sebuah sekolah Islam di Kuningan, Jakarta Selatan. Kami bertemu di waroengmieco, warung kopi dengan tagline “Ngopi sepuasnya, bayar seikhlasnya” khusus untuk kopi item. Selain kopi, tersedia beragam menu asyik dan gaul.

Warung ini milik kawan saya juga. Dahulu, sewaktu buku Kiai Kocak terbitan Pustaka Al Kautsar sedang mendapatkan momentum, ia setia menemani bedah buku Kiai Kocak di panggung Islamic Book Fair di Jakarta, Surabaya, Bandung, dan beberapa forum bedah buku di kampus.

Kawan saya yang guru itu juga bukan sekadar kawan. Dia pernah mengawal dan memasilitasi bedah buku seri kedua "Kiai Kocak; Puasa Kompak Lebaran Dua Shift" yang terbit pada 2012. Kedua-dua kawan ini, boleh dibilang supporter sejak mula saya membangun tradisi menulis dan menerbitkan buku.

Kami mengobrol banyak hal. Dari soal Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), sampai berbagi trik memanfaatkan Google sebagai media pembelajaran. Begitulah, sambil ngopi, obrolan terus mengalir. Lalu, kami fokus pada mendesain soal online dengan memanfaatkan Google Form.

Sampai pada satu poin, kening saya berkerut. Kawan saya mewanti-wanti. “Hati-hati, Pak. Soal online yang di Google Form, gampang dibongkar,” katanya. Yang menjengkelkan, cara membongkarnya sangat sangat simpel.

Bapak dan Ibu Guru yang sudah memanfaatkan Google Form untuk merancang soal online Pilihan Ganda (PG) misalnya, meskipun proses perakitannya mudah, tetap saja melelahkan. Apalagi jika soal disertai gambar, grafik, film, atau berkas penyerta pokok soal. Lalu, sudah lelah-lelah kita buat soal dengan segala pernak-perniknya itu, tahu-tahu, soal kita bisa dibongkar dengan begitu mudahnya hanya dengan satu langkah yang mungkin tidak pernah terpikirkan sebelumnya.

Saya penasaran. Lalu, saya ambil sampel satu soal Penilaian Harian Sejarah Kebudayaan Islam Kelas 7, pelajaran yang saya ampu dari Drive saya. Saya gunakan trik pembobol yang sedang kami bicarakan. Dan, ambyar! Di layar, terbaca semua soal dan kunci jawabannya sekalian. Jadi, apa hendak dikatakan, seberapa HOTS-nya soal Pilihan Ganda yang kita buat, akan menjadi soal yang “ADEM” dengan trik sederhana ini. Seberapa sulit pun soal matematika misalnya, dengan trik ini, peserta didik SMP yang masih belum bisa menjumlah pun, bisa menjawabnya sambil “merem”.

“Bapak tahu. Saya tahu trik ini dari siapa?” Tanya teman saya. “Dari siswa saya sendiri, Pak!”

Lha? Hahahahah. Kening saya tambah berkerut.

Jadi, pada kasus ini, soal yang dibuat guru malah dibuat seperti kelinci percobaan muridnya sendiri. Akan tetapi, di lain sisi, para guru harus mengakui, bahwa terkadang, skill memanfaatkan teknologi IT, kemampuan peserta didik sudah selangkah, bahkan empat sampai lima langkah lebih maju. Karena itu, tidak ada kata “berhenti belajar” bagi seorang guru benar-benar bukan sekadar slogan. Tidak salah juga quote yang menampar kita, “Kalau guru berhenti belajar, sebaiknya berhenti mengajar.” Nyatanya, dalam bidang IT, 'saingan' terdekat guru bukan rekan sesama guru, akan tetapi peserta didiknya sendiri.

Sepanjang saya sering ngobrol dengan teman sejawat perihal merancang soal dengan Google Form, belum pernah sekalipun kami masuk pada diskusi soal pembobolan ini. Seingat saya, sama sekali belum pernah. Saya tidak tahu, mungkin dalam diskusi-diskusi terbatas sesama master teacher itu di sekolah tempat saya mengajar, terutama yang sudah sampai pada level trainer untuk teman sejawat, mungkin masalah ini sudah khatam dibicarakan. Tulisan ini, bisa jadi cukup dibaca sambil senyam-senyum.

Namun, bagi saya, tidak. Saya yang penguasaan IT masih blepotan, tentu miris dengan fakta di atas. Miris karena hari ini masih juga belum terampil merancang soal dengan Google Form. Sementara di luar sana, sudah ribuan peserta didik sanggup merancang cara membongkar soal ujian yang dibuat guru dengan Google Form. Ini zaman apa coba?

Bisa jadi, saya yang terlalu tertinggal jauh. Sebegitu jauhnya, sejak kenal pemanfaatan Google Form untuk membuat soal online, baru Ahad 12 Juli 2020 sore ini, “melek” bahwa soal semacam itu gampang dibongkar. Yang menggelikan, saya dapatkan fakta ini bukan di ruang diskusi atau pelatihan resmi, akan tetapi dalam forum ngopi santai dengan kawan setelah sekian lama tak bersua.

Diskusi berlanjut dengan memikirkan langkah solutif. Saya gali dengan pertanyaan pokok, bagaimana trik agar soal di Google Form tetap aman meskipun bisa dibongkar? Jawabannya dengan mengonversi teks soal ke dalam format gambar, bisa hasil foto dengan kamera atau hasil screenshoot. Yang kedua, selain teks dalam format gambar, soal harus diacak. Cara ini masih memberikan informasi kunci jawaban, akan tetapi tidak bisa dipastikan kunci jawaban tersebut untuk soal nomor berapa karena format soal yang diacak. Ini trik dari kawan saya yang sudah diujikan.

Sampai kemudian, saya menemukan cara sangat sederhana, lebih sederhana dari cara yang digunakan kawan saya itu. Cara ini tidak perlu mengonversi teks soal dalam bentuk gambar, tidak pula soal mesti diacak. Saat itu juga saya ujikan trik tersebut dengan kawan saya. 

Dan, berhasil. Hooray! 

Saya bisa pastikan, Anda pun sudah tahu trik yang saya maksud saat tulisan ini rampung Anda baca.

Sore yang mencerahkan.

Waroeng ME CO. 12 Juli 2010.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Three Cycles of Certainty

Peserta Kuliah Manajemen Kematian Komplek Griya Sasmita, Serua, Depok berpose dengan narasumber. Foto credit, Mas Mono. BISA jadi, teori kecerdasan ganda Howard Gardner dikagumi dalam kesadaran hidup. Gardner telah mengidentifikasi delapan kecerdasan: linguistik, logis-matematis, musikal, spasial, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, dan naturalistik . Gardner juga mempertimbangkan dua kecerdasan tambahan, eksistensial dan pedagogis . Teori Gardner banyak dibincangkan dan dipasangkan dalam teori belajar. Teori ini dianggap akademisi dan praktisi pendidikan sangat relevan dengan asumsi bahwa setiap peserta didik memiliki potensi kecerdasan berbeda tiap individu. Kecerdasan-kecerdasan di atas –sering disebut dengan multiple intelligences – di bangku sekolah dipandang penting untuk mengembangkan kecakapan hidup setiap peserta didik. Aplikasi dari teori ini berupa rancangan proses pembelajaran yang bisa menjangkau pengembangan kecerdasan paling dominan yang dimiliki peserta didik di

"MISTERI" DI BALIK "TARAWIH TERAKHIR"

Draft "Tarawih Terakhir" Kita harus mulai berpikir seperti sungai jika ingin meninggalkan warisan keindahan dan kehidupan untuk generasi mendatang." – David Brower. INI sepenggal kisah. Kisah tentang para pemburu pasir Ciliwung dalam draft buku “Tarawih Terakhir”. Semula, rencana buku ini akan diluncurkan pada 18 November 2021 saat 95 % buku sudah siap pada Agustus 2021. 18 November adalah “waktu keramat”, tepat saat Milad Muhammadiyah ke-109. Bagi warga persyarikatan, Milad itu seperti saatnya berjumpa kekasih. Senang, bahagia, dan semringah jadi satu. Akan tetapi, karena kendala teknis, momentum Milad akhirnya tidak bisa direngkuh. Ia berlalu. Rasanya, seperti ditinggalkan sang kekasih tercinta yang pergi tanpa pesan. Mengapa Milad? Ya, karena buku ini punya benang merah yang kuat dengan persyarikatan Muhammadiyah Ranting Pulo. Rekaman para pejuang penggali pasir Ciliwung untuk membangun masjid yang dulunya Langgar Pak Tua Naen. Masjid yang kelak dibangun mereka susah

2920 HARI

Ilustrasi Perempuan Berhijab. Foro Credit https://www.islampos.com/ TIGA hari lalu, saya dan istri begitu bahagia. Kabar tentang Vera membuat kami berdua semringah. Bagaimana kami tidak bahagia, Vera sudah sah menjadi seorang ibu. Vera sahabat istri saya, guru dari putra saya yang istimewa; Qurban Bayram Jaziila. Vera amat telaten mendampingi putra kami ini dengan segala keunikan Jaziila. Sewaktu duduk di kelas dua, sepatu melayang. Lain waktu, Vera dan Jaziila seperti rebutan tas, saling tarik. Pasalnya, Jaziila ngambek, dia tidak suka diberi PR dari Wali Kelasnya itu. 17 Juli esok, Jaziila sudah masuk SMA. Dia sudah berubah banyak. Dan, Vera diakuinya sebagai guru favorit saat ia kenang sekarang. Hanya saja, malam ini, raut wajah Jaziila tidak sesemringah seperti dia mengenang kelakuannya pada Vera semasa di SD dulu. *** TIGA hari berlalu kemarin, saya dan istri bergegas akan menjenguk Vera. Kami ingin merasakan aura bahagia bersama, juga bersama suaminya. Maka, meskipun sedikit cap