Langsung ke konten utama

Sang Kakek

Kakek dan Belanda Depok


Malam ini, Kamis 9 April 2020, tidak sengaja menonton acara bedah rumah di televisi. Targetnya rumah sebuah keluarga di daerah Rumpin, Bogor. Semelow apa pun kemasan acara reality show itu, bukan itu yang menjadi perhatian saya, melainkan cerita ayah tentang kakek. Rupanya, Kakek saya punya kisah dengan Rumpin. Dan kisah itu dibuka Ayah malam ini.

Kakek saya lahir, besar, dan hidup di masa penjajahan Belanda. Wafat kira-kira empat tahun sebelum saya lahir. Ia sempat mengikuti beberapa kebijakan kolonial. Salah satunya, mengikuti kewajiban bekerja ke wilayah Rumpin bersama beberapa laki-laki sekampung untuk dipekerjakan tiga kali dalam seminggu. Bila mangkir, risikonya kena denda.

Tiap hari, makannya nasi dengan sayur kangkung, kata Ayah mengutip cerita Kakek sewaktu ia bekerja di Rumpin.

Sepotong kisah yang tentu tidak lengkap, sementara saya begitu haus ingin banyak tahu. Tidak ada data tahun kapan peristiwa itu berlangsung, apa yang dikerjakan kakek, berapa lamanya, kecuali bersama siapa kakek berangkat ke Rumpin waktu itu jelas disebut Ayah, salah satunya Wak Mipan. Saya masih mengingat Wak Mipan karena sempat berjumpa sewaktu beliau masih hidup. Lama sekali, waktu saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar, tahun 79, kelas satu dan beberapa tahun berikutnya sebelum Wak Mipan wafat. Rupanya, menurut ayah, Wak Mipan termasuk teman karib Kakek. Begitu karibnya, tanah yang ditempati Wak Mipan dan anak keturunannya hari ini adalah tanah pemberian Kakek.

Soal Rumpin itu, apakah yang dimaksud Kampung Janala sekarang? Di sana ada situs berupa rumah peninggalan Belanda yang masih terawat dan kini dijadikan pos security. Entah.

Bila Anda pernah mendengar istilah “Belanda Depok”, Ayah saya bertutur lagi, ada pula kisah Kakek di sana. Setiap hari Kamis, Kakek menjalani program "Kemit", semacam kewajiban bekerja untuk keperluan orang-orang Belanda, penguasa tanah-tanah partikelir di wilayah Depok dan sekitarnya. Kakek bekerja mengangkut batu dan pasir dari kali Ciliwung untuk keperluan properti Belanda. Sama seperti program di Rumpin, bila mangkir, siap-siap diminta membayar denda.

Untuk urusan makan selama program "Kemit" itu, Belanda memaksa Kakek dan orang-orang yang dipekerjakan meminta apa saja bahan makanan dari para pedagang beras, sayur, ikan, dan lain-lain di pasar Depok. Para pedagang itu tentu tidak punya pilihan selain memenuhi permintaan Kakek daripada berurusan dengan Belanda.

Saya duga, Ayah masih menyimpan banyak cerita tentang Kakek. Kakek seorang jawara yang kesaktiannya tidak diturunkan pada anak-anaknya. Begitu kata beberapa kerabat Ayah yang sempat membersamai Kakek sewaktu beliau masih hayat. Saat saya konfirmasi, Ayah tidak menyanggah, tidak pula banyak bertutur soal itu. Mungkin lain waktu akan saya "paksa" Ayah bercerita khusus bagian ini.

Bagi saya, cerita ini seperti harta karun. Dan malam ini, sebongkah dari harta itu saya simpan sebagai legacy dari Ayah yang sudah menginjak usia 84 tahun.

Depok, 9 April 2020.

*Foto ilustrasi diambil dari https://pxhere.com/en/photo/1200653

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Three Cycles of Certainty

Peserta Kuliah Manajemen Kematian Komplek Griya Sasmita, Serua, Depok berpose dengan narasumber. Foto credit, Mas Mono. BISA jadi, teori kecerdasan ganda Howard Gardner dikagumi dalam kesadaran hidup. Gardner telah mengidentifikasi delapan kecerdasan: linguistik, logis-matematis, musikal, spasial, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, dan naturalistik . Gardner juga mempertimbangkan dua kecerdasan tambahan, eksistensial dan pedagogis . Teori Gardner banyak dibincangkan dan dipasangkan dalam teori belajar. Teori ini dianggap akademisi dan praktisi pendidikan sangat relevan dengan asumsi bahwa setiap peserta didik memiliki potensi kecerdasan berbeda tiap individu. Kecerdasan-kecerdasan di atas –sering disebut dengan multiple intelligences – di bangku sekolah dipandang penting untuk mengembangkan kecakapan hidup setiap peserta didik. Aplikasi dari teori ini berupa rancangan proses pembelajaran yang bisa menjangkau pengembangan kecerdasan paling dominan yang dimiliki peserta didik di

"MISTERI" DI BALIK "TARAWIH TERAKHIR"

Draft "Tarawih Terakhir" Kita harus mulai berpikir seperti sungai jika ingin meninggalkan warisan keindahan dan kehidupan untuk generasi mendatang." – David Brower. INI sepenggal kisah. Kisah tentang para pemburu pasir Ciliwung dalam draft buku “Tarawih Terakhir”. Semula, rencana buku ini akan diluncurkan pada 18 November 2021 saat 95 % buku sudah siap pada Agustus 2021. 18 November adalah “waktu keramat”, tepat saat Milad Muhammadiyah ke-109. Bagi warga persyarikatan, Milad itu seperti saatnya berjumpa kekasih. Senang, bahagia, dan semringah jadi satu. Akan tetapi, karena kendala teknis, momentum Milad akhirnya tidak bisa direngkuh. Ia berlalu. Rasanya, seperti ditinggalkan sang kekasih tercinta yang pergi tanpa pesan. Mengapa Milad? Ya, karena buku ini punya benang merah yang kuat dengan persyarikatan Muhammadiyah Ranting Pulo. Rekaman para pejuang penggali pasir Ciliwung untuk membangun masjid yang dulunya Langgar Pak Tua Naen. Masjid yang kelak dibangun mereka susah

2920 HARI

Ilustrasi Perempuan Berhijab. Foro Credit https://www.islampos.com/ TIGA hari lalu, saya dan istri begitu bahagia. Kabar tentang Vera membuat kami berdua semringah. Bagaimana kami tidak bahagia, Vera sudah sah menjadi seorang ibu. Vera sahabat istri saya, guru dari putra saya yang istimewa; Qurban Bayram Jaziila. Vera amat telaten mendampingi putra kami ini dengan segala keunikan Jaziila. Sewaktu duduk di kelas dua, sepatu melayang. Lain waktu, Vera dan Jaziila seperti rebutan tas, saling tarik. Pasalnya, Jaziila ngambek, dia tidak suka diberi PR dari Wali Kelasnya itu. 17 Juli esok, Jaziila sudah masuk SMA. Dia sudah berubah banyak. Dan, Vera diakuinya sebagai guru favorit saat ia kenang sekarang. Hanya saja, malam ini, raut wajah Jaziila tidak sesemringah seperti dia mengenang kelakuannya pada Vera semasa di SD dulu. *** TIGA hari berlalu kemarin, saya dan istri bergegas akan menjenguk Vera. Kami ingin merasakan aura bahagia bersama, juga bersama suaminya. Maka, meskipun sedikit cap