Langsung ke konten utama

MACRON, CHARLIE HEBDO DAN KACANG LUPA KULITNYA



Tidak ada itu karikatur Nabi.
Memangnya tahu wajah Nabi spt apa?
Terus, orang lain bkin karikatur dan diklaim itu karikatur Nabi, kalian percaya? Lantas marah-marah? Penghinaan?
Sekali lagi, emangnya yg bikin 
karikatur dan kalian pada tahu
wajah Nabi spt apa?
Mbok ya mikirrrr
BAGINDA Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bukan Nabi “Pemarah”. Beliau rahmatan lil alamin. Beliau itu pemaaf, pengasih, dan penyayang.

MEMANG benar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam itu pemaaf, pengasih, dan penyayang. Jangankan pengikutnya, orang kafir Quraisy Mekah juga mengakui. Boleh jadi, kafir Quraisy lah yang paling tahu betapa pemaaf, pengasih, dan penyayangnya beliau daripada orang Islam hari ini yang seolah-olah mengambil posisi “pembela” para penista Rasulullah.

Hanya mengangkat sifat pemaaf, pengasih, dan penyayangnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam adalah narasi timpang. Itu tidak menggambarkan keutuhan dari perilaku beliau yang agung. Tidak terelakanlah kecurigaan atas sikap membela para penista itu. Jangan-jangan, mereka memang sengaja dipasang atau memasangkan diri untuk mewartakan sifat-sifat itu di saat baginda dilecehkan.

Narasi timpang dalam menilai kepribadian Nabi shallallahu alaihi wa sallam merupakan bentuk ketidakadilan dalam ekspresi cinta kepada beliau. Sedangkan cinta yang seimbang membutuhkan penerimaan pada kelembutan dan ketegasannya sekaligus. Bukankah menyembunyikan ketegasan beliau sama saja dengan perilaku para penghina? Perbedaannya hanya soal terang-terangan menghina dan retorika saja. Para penghina secara vulgar menggambarkan beliau dengan bahasa karikatur misalnya, sementara para pembela penghina itu bermain kata, “Nabi saja pemaaf, kok.” Seolah mereka saja yang pandai bergaya bahasa model puisi.

Rahmatan lil Alamin

ISLAM dan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam adalah rahmat bagi alam semesta. Karena sebagai rahmat bagi alam semesta, Islam bersifat universal, dan beliau Nabi universal. Islam hadir untuk segala bangsa. Beliau Rasul untuk segala bangsa. Jadi, rahmatan lil alamin merupakan satu kesatuan dua karakter; karakter ajaran Islam dan karakter Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.

Sebagai rahmat, Islam tidak untuk membebani manusia, tetapi justru untuk menghilangkan beban, menawarkan kemudahan dan kebijaksanaan, serta membawa pada kemaslahatan. Sebagai rahmat, di sini Islam benar-benar menunjukkan wataknya yang insaniyyah. Ia diturunkan untuk manusia dan satu-satunya agama yang cocok dengan fitrah manusia. Tidak ada satu pun ajaran Islam yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan.

Karena karakternya yang insaniyyah itu, maka Islam bersifat waqi’iyyah atau realistis dan kontekstual. Artinya, Islam merupakan agama yang ajaran-ajarannya dapat direalisir dalam kehidupan manusia sehari-hari. Islam dapat diamalkan oleh manusia meskipun mereka berbeda latar belakang dalam segala sisi; bangsa, budaya, suku, adat, warna kulit, strata sosial, gender, dan sebagainya. Watak insaniyyah dan waqi’iyyah ini sudah cukup untuk memahami mengapa Allah menjadikannya sebagai rahmatan lil alamin di samping lima karakter Islam lainnya sebagaimana dijelaskan Dr. Yusuf Qardhawi yakni; Robbaniyyah (bersumber dari Tuhan dan terjaga otentisitasnya), Syumuliyah (universal dan konfrehensif), Al Wasathiyah (seimbang), Al Wudhuh (kejelasan konsep), dan Al-am’u baina ats-Tsabat wa al-Murunnah (harmoni antara perubahan hukum dan ketetapannya).

Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam adalah rahmat bagi alam semesta, pembawa penunjuk jalan keselamatan untuk umat manusia baik manusia memilih beriman atau kafir. Keselamatan adalah rahmat bagi yang mengikuti seruannya. Penundaan azab secara langsung—seperti yang pernah terjadi pada umat-umat terdahulu yang mengingkari nabi mereka—adalah rahmat bagi yang memilih tetap pada kekafiran. Inilah makna “rahmat” yang bermakna “al-riqqah wal al-ta’aththuf”, artinya "belas kasihan" dan "iba". Kehadiran Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dalam bingkai kenabian adalah wujud belas kasih Allah SWT kepada umat manusia, rahmatan lil alamin.

Sebagai rahmat bagi alam semesta, Nabi Muhammad adalah contoh sempurna, hadiah terbesar bagi umat manusia yang merindukan akhlak dan keagungan budi pekerti. “Sesungguhnya aku adalah rahmat yang dihadiahkan (untuk seluruh alam).” (HR. Bukhari). Begitu sempurna akhlak yang disandangnya, pernah satu kali beliau dimintai seorang untuk menyumpah orang-orang musyrik. “Ya Rasulullah, sumpahilah atas orang-orang musyrik.” Namun dengan lembut dan bijak, beliau menjawab: “Sesungguhnya aku tidak diutus sebagai orang yang melaknat, aku diutus hanya sebagai rahmat.”

Terlalu banyak contoh untuk dihadirkan betapa beliau adalah cerminan dari akhlak mulia yang membawa pesan sebagai rahmatan lil alamin.

Ketegasan Sang Pemaaf

TIDAK perlu diragukan akhlak Nabi Muhamad yang pemaaf, pengasih, dan penyayang. Hanya saja, pemaaf, pengasih, dan penyayang bukanlah sifat-sifat tunggal dalam diri beliau. Bila sifat-sifat itu tidak dipisahkan dari sifatnya yang juga tegas, maka keagungan akhlak beliau itu seperti yang diwartakan QS. Al-Qalam [68]: 4, bahwa kepribadian beliau adalah cermin budi pekerti yang agung. Keagungan beliau adalah padu padan warna kelembutan dan ketegasan, bahkan beliau juga bisa marah. Kesatupaduan sifat itulah yang mengantarkan dakwah Islam yang diembannya melahirkan peradaban mulia di tengah-tengah masyarakat.

Akan tetapi, apa benar Nabi shallallahu alaihi wa sallam juga dapat marah?

Jika kita percaya bahwa beliau pun punya sisi manusiawi seperti manusia yang merasakan lapar, haus, ngantuk, sakit, bahkan wafat, maka tidak perlu merasa aneh jika beliau juga bisa marah. Hanya saja, ekspresi marah beliau hampir jarang berkaitan dengan persoalan pribadi yang diusik. Beliau marah bukan semata karena pribadi beliau dihinakan meski para sahabat terdekat sudah menghunus pedang buat menebus kemarahan beliau, melainkan beliau pasti marah apabila Islam dan syariah dihinakan.

Nabi shallallahu alaihi wa sallam juga marah, tapi bukan marah “kaleng-kaleng”. Beliau marah pada perkara substansial yang apabila beliau tidak mengambil sikap tegas akan menjadi preseden buruk bagi dakwah dan wibawa Islam di belakang hari. Kasus-kasus pengusiran Kelompok Yahudi Madinah sepanjang fase dakwah setelah hijrah (622 M) menjadi contoh konkret. Akan tetapi, tentu pengusiran itu ada sebabnya. Bagaimana mungkin Nabi yang pemaaf, pengasih, dan penyayang itu mengusir orang?

Pada peristiwa Perang Badar (624 M), Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah mengampuni seorang kafir Quraisy bernama Abu Azza Jamahi yang tertawan. Karena dibebaskan, Abu Azza berjanji tidak akan bergabung lagi dengan pasukan kaum musyrikin menentang Islam. Namun dalam perang Uhud, Abu Azza terjun kembali dalam barisan kaum musyrikin dan kembali tertawan. Tak ada ampun, Nabi yang pemaaf itu menjatuhkan hukuman mati pada laki-laki itu.

Piagam Madinah sebagai rumusan hidup bernegara di Madinah yang plural itu, ada menyebutkan toleransi Islam yang amat luar biasa. “Orang-orang Yahudi hendaknya berpegang pada agama mereka, dan orang-orang Islam pun hendaknya berpegang pada agama mereka pula.” Demikian salah satu bunyi Piagam Madinah yang diabadikan Husain Haekal dalam Sejarah Hidup Muhammad. Nyatanya, isi dan praktik piagam yang setoleran itu, dikhianati kaum Yahudi. Tak pelak, Yahudi Bani Qainuqa diusir dan kemudian menetap di wilayah Syam (Suriah). Yahudi Bani Nadhir juga diusir karena mengkhianati perjanjian. Mereka tidak mau bergabung dalam Perang Uhud (625 M) untuk mempertahankan Madinah. Malah mereka memprovokasi penduduk Madinah agar tidak ikut turun dalam perang Uhud. Hukuman paling keras diberikan kepada Yahudi Bani Quraizhah sebab mereka bersekutu membangun aliansi dan menikam kaum Muslimin dari belakang dalam perang Ahzab (627 M). Setelah ditaklukkan, Bani Quraizhah memilih Sa’ad bin Mu’adz sebagai hakim untuk memutuskan hukuman buat mereka. Keputusan Sa’ad sangat tegas, “Menghukum mati seluruh laki-laki dewasa, menjadikan tawanan wanita dan anak-anak, dan merampas harta benda mereka sebagai rampasan perang.” Bagaimana sikap Nabi shallallahu alaihi wa sallam atas keputusan Sa’ad? “Sungguh, kamu telah menghukum mereka dengan hukum Allah.” Nasib Yahudi Khaibar lebih baik dari komunitas Yahudi di atas. Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak mengusir mereka dari Madinah. Mereka dibiarkan untuk merawat kebun kurma. Nabi shallallahu alaihi wa sallam juga mengembalikan kitab Taurat yang menjadi bagian dari harta rampasan perang saat orang-orang Yahudi meminta Taurat itu dikembalikan.

Ketegasan Nabi yang lain, misalnya dalam kasus penghancuran masjid Dhirar (630 M) setelah peristiwa Tabuk. Masjid Dhirar dibangun atas prakarsa orang munafik bernama Abu Amir Ar-Rohib. Pada masa jahiliyah, laki-laki ini beragama Nasrani. Dia yang melobi orang-orang kafir Quraisy mengajak memerangi Rasulullah dan kaum Muslimin di Madinah sehingga pecah perang Uhud. Rasulullah SAW berkata kepada para sahabat, “Pergilah kalian ke masjid yang didirikan oleh orang-orang dzalim (masjid Dhirar), kemudian hancurkan dan bakarlah!” kata beliau waktu itu.

Fathu Makkah (Pembebasan Mekah) pada 630 M barangkali menjadi peristiwa yang paling emosional dalam konteks Nabi shallallahu alaihi wa sallam sebagai pribadi pemaaf dan tegas. Sebelum beliau memasuki Mekah, beliau telah menginstruksikan kepada para komandan pasukan untuk tidak memerangi atau membunuh kaum musyrikin kecuali dalam keadaan terpaksa. Selain itu, beliau juga menyampaikan “daftar hitam” orang musyrik yang paling memusuhi Islam untuk dibunuh meskipun mereka berlindung di bawah dinding Ka’bah. Mereka adalah Abdullah bin Sa’ad bin Abi Sarah, Abdullah bin Khathal, Huwairitz bin Nuqaiz, Miqyas bin Shababah, Ikrimah bin Abi Jahal, Hubar Ibnul Aswad, Sarah, Shafwan bin Umayyah, Hindun binti Utbah (istri Abu Sufyan), Harits bin Hisyam, Zubair bin Umayyah, Ka’ab bin Zuhair, Wahsyi bin Harb, dan dua orang penyanyi milik Abdullah bin Khathal.

Dari semua orang yang masuk “daftar hitam” itu, mayoritas mereka diampuni dan lolos dari hukuman mati, kecuali beberapa orang yang tingkat kejahatannya pada Islam, Nabi dan kaum Muslimin sudah sangat melampaui batas. Bukankah ini bukti keagungan Nabi shallallahu alaihi wa sallam dengan segala kelembutan dan ketegasannya?

Para Penghina di Setiap Zaman

MUHAMMAD shallallahu alaihi wa sallam akan selalu dicintai. Akan tetapi, beliau juga akan diusik para pembenci. Sejak dahulu, saat beliau menjadi rasul dan mulai berdakwah, para pembenci bermunculan. Mereka datang dari kaumnya sendiri, bahkan dari keluarga dekatnya sekalipun. Segala tuduhan dan penghinaan keji sampai pada perlakuan kasar yang menyerang fisik. Beliau dihinakan dalam narasi syair-syair, sumpah serapah, dianggap sebagai gila, dilempari batu dan kotoran, hingga akan dibunuh .

Hari ini, zaman di mana katanya perlindungan hak-hak azasi manusia lebih terbuka, penghinaan kepada pribadi beliau tetap dan terus terjadi. Era Abu Jahal dan Abu Lahab memang boleh berlalu. Keduanya pun sudah mati meninggalkan kedegilan sejarah penghinaan kepada beliau yang tidak mungkin terhapus. Akan tetapi, spirit dedengkot kafirin itu untuk menghina keagungan Muhammad shallallahu alaihi wa sallam tetap hidup. Bila dahulu Abu Jahal dan Abu Lahab melakukannya karena “kedunguan” pada nubuwwat, zaman kini melakukannya atas nama kebebasan berekspresi. Hanya saja substansinya tetap sama; ekspresi kebencian berwajah Islamophobia.

Novel karya Salman Rushdie, The Satanic Verses (Ayat-Ayat Setan) yang terbit pada 1989 adalah yang paling saya ingat setelah era jahiliyah bahwa penghinaan atas keagungan Muhammad shallallahu alaihi wa sallam tidak mengenal kata berakhir. Saat itu masa SMA, masa sudah mulai respek membaca dinamika masalah sensitif kasus yang digulirkan Abu Jahal modern seperti Salman Rushdie meskipun tidak pernah membaca novel tersebut. Namun, membaca sinopsis The Satanic Verses yang ditulis seorang kompasioner, memang membuat panas hati. Seorang muslim wajar bertanya, bagaimana seorang Salman Rushdie bisa sejahat itu menghina Islam dan pribadi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam

Reaksi bergulir bak bola salju. The Satanic Verses banyak dibakar pada demonstrasi di Britania Raya. Novel itu juga menyulut kerusuhan di Pakistan pada tahun 1989. Fatwa bunuh untuk Salman Rushdie di mana saja dia berada dikeluarkan pemimpin Revolusi Iran Ayatollah Khomeini. Salman Rushdie dinyatakan telah murtad (keluar dari Islam). Sejak itu, Salman Rushdie hidup di pengasingan dengan nama palsu. Dia baru berhenti menggunakan nama palsu pada 11 September 2001 ketika Teheran mengatakan ancaman eksekusi padanya sudah berakhir.

Penghinaan pribadi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam tidak surut oleh reaksi kaum Muslimin pada kasus The Satanic Verses. Jyllands-Postens, surat kabar terbesar di Denmark memublikasikan 12 karikatur Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam karya kartunis Kurt Westergaard pada 30 September 2005. Organisasi Konferensi Islam (OKI) angkat bicara, memerotes keras konten penghinaan itu.

Lagi. Kali ini datang dari Belanda. Film muncul dokumenter berjudul Fitna. Film karya politisi Belanda Geert Wilders, pemimpin Partij voor de Vrijheid (PVV) dirilis. Film ini berisi pandangan negatif Wilders terhadap Islam, Al-Qur’an, dan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Film berdurasi 15 menit ini penuh dengan adegan teror berupa pengeboman, pembakaran dan pembunuhan ras kulit putih, dan Yahudi yang dikatakan dilakukan oleh umat Islam.

Saya tidak ingin mengulas konten film manipulatif yang mengundang emosi itu di sini, tetapi menutupnya dengan hadiah manis dari Allah subhanahu wa ta'alaa kepada Arnoud van Doorn, politisi Partij voor de Vrijheid (PVV), orang yang terlibat dalam pembuatan film itu masuk Islam pada 2013. Belakangan, Iskander Amien De Vrie, putra Arnoud van Doorn, akhirnya mengikuti jejak sang ayah menjadi seorang Muslim. Hidayah terus merangsek. Pada 26 Oktober 2018 giliran Joram van Klaveren, mantan orang kepercayaan Geert Wilders memilih masuk Islam. Klaveren dikenal pengikut garis keras Geert Wilders yang kerap melontarkan kalimat penistaan terhadap Islam. Klaveren lah orang yang sering menyebut “Islam adalah kebohongan”, “Muhammad adalah penjahat”, “Al-Quran adalah racun” dan tak kenal lelah mengulang-ulang Islam adalah ideologi teror, kematian, dan bencana.

Di Indonesia pun, penghinaan kepada sosok mulia Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam melalui media bukan tidak pernah terjadi. Tabloid Monitor yang pernah merilis angket "Kagum 5 Juta"pada akhir 1990 tentang siapa tokoh yang paling dikagumi, menyeret penulisnya diganjar 4 tahun penjara. Tabloid itu dianggap menghina sosok mulia orang yang paling dihormati Muslimin, mayoritas penduduk Indonesia. Hasil polling itu menempatkan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam pada pada urutan ke-11 tokoh yang paling dikagumi, satu tingkat berada di bawah permrakarsa angket itu, dan jauh di bawah Pak Harto yang berada pada urutan pertama. Belakangan, sebelum meninggal, mendiang pemrakarsa angket itu pernah menyatakan penyesalannya telah melukai umat Islam pada ANTARA News. Hasil angket dimaksud bisa Anda lihat di sini: https://id.wikipedia.org/wiki/Kontroversi_angket_Majalah_Monitor

Prancis, Charlie Hebdo dan Kacang Yang Lupa Kulitnya

LAGI, dan lagi majalah satir Charlie Hebdo memantik kemarahan. Seorang guru di Prancis tewas ditikam siswanya karena menampilkan majalah Charlie Hebdo berisi karikatur Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dengan dalih kebebasan berekspresi. Empat belas tahun yang lalu, pada 2006, Charlie Hebdo juga membuat karikatur yang sama yang menyulut gelombang protes kaum Muslimin. “Kebebasan berkespresi” sudah menjadi “agama” baru yang dijunjung tinggi Charlie Hebdo . Ia terus mengulang-ulang mengolok-olok Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam melalui karikaturnya mengabaikan perasaan kaum Muslimin dan dampak yang mungkin ditimbulkannya.

Pesan sang editor Laurent "Riss" Sourisseau pun jelas: "Kami tidak akan pernah tunduk. Kami tidak akan pernah menyerah," dalam editorial yang dipajang bersama gambar karikatur. Majalah satir itu menegaskan bahwa gambar tersebut adalah "milik sejarah, dan tidak bisa dihapus atau ditulis ulang," seperti dirilis https://www.kompas.com/global/read/2020/09/02/063755870/majalah-charlie-hebdo-umumkan-bakal-cetak-ulang-karikatur-nabi-muhammad?page=all .Belakangan, Charlie Hebdo memuat karikatur Erdogan Singkap Gaun Perempuan Berhijab. Bisa jadi, karikatur itu dirilis untuk membalas sikap pemerintah Turki yang selama ini paling keras menanggapi satir Charlie Hebdo.

Membaca pesan Laurent dan sikap resmi pemerintah Prancis atas kasus Charlie Hebdo terbaru, seakan mereka lah yang berusaha melupakan sejarah. Mungkin Laurent malu, Prancis punya hutang sejarah yang terlalu mahal untuk dibayar lunas pada Turki Utsmani. Hutang sejarah itu tetap menjadi hutang, tidak bisa dihapus atau ditulis ulang.

Pada peperangan Pavia, 24 Februari 1522 M, Raja Prancis I (1494-1547 M) ditawan Raja Jerman. Prancis merasa terhina. Tentaranya tidak dapat membebaskan sang raja dari penawanan. Ibunda sang raja lalu menulis surat kepada Khalifah Utsmaniyah, Sultan Sulaiman Al-Qanuni guna meminta bantuan buat membebaskan putranya. Prajurit yang diutus, Jean Frangipani, menyampaikan surat itu kepada Sultan Sulaiman. Surat tersebut lalu dibacakan juru terjemah.
Hingga saat ini, kami selalu berharap ada seseorang yang berkenan membantu kami menyelamatkan anak kami. Ternyata harapan-harapan itu selalu berbuah kekecewaan. Buktinya hingga saat ini anak kami hidup hina di bawah kekuasaan Raja Jerman. Seluruh dunia kenal akan kebesaran, kemuliaan, dan kehormatan Paduka. Karena itulah, kami menghaturkan surat ini kepada Paduka yang mulia untuk ikut membantu melepaskan anak kami. 
Sultan kemudian menulis dua pucuk surat; surat pertama ditujukan kepada Raja Perancis I dan surat kedua ditujukan kepada ibunda Raja Perancis. Surat Sultan yang dikirmkan kepada Raja Perancis sebagai berikut:
Kepada Yang Mulia Raja Perancis I. Kami telah menerima surat yang diberikan oleh utusan Tuan. Dari situ kami tahu bahwa musuh telah menyerang negara Tuan menyebabkan Tuan menjadi tawanan hingga saat ini. Ibunda Tuan penduduk Perancis meminta kami untuk membebaskan Tuan dari tawanan. Memang, bukan hal yang aneh bila seorang raja ditawan dan dipenjara. Karena itu, kami harap Tuan jangan bersedih. Kami akan membantu Tuan. Pedang-pedang kami senantiasa siap siaga siang dan malam. Semoga takdir baik Allah bersama kami dan Tuan.
Bukankah kebaikan Sultan Sulaiman, pendahulu Erdogan yang lebih pantas disebut sejarah yang tidak bisa dihapus dan ditulis ulang? Kebaikan macam apa yang bisa ditunjukkan Laurent dan pemerintah Prancis buat menghapus kemurahan hati penguasa Turki Utsmani dan kaum Muslimin itu? Akan tetapi, rupanya islamophobia akut yang diderita Laurent "Riss" Sourisseau atau Macron  telah menjadikannya lupa kacang pada kulitnya. Mereka membalas sejarah itu dengan olok-olok karikatur Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.

Muhammad Gharib Gaudah, merekam pengakuan beberapa ilmuan Barat tentang peran Islam dan dunia Arab bagi perdaban Eropa. Berikut yang dipaparkan Gaudah: 
Claude Varir, Guru Besar Fakultas Bahasa Timur di Du France College. Claude berkata: “Cukuplah seorang mengingat apa yang terjadi pada Prancis. Kalau bukan karena Islam yang proaktif, bijaksana, cerdas, dan toleran-karena Islam memiliki ini semua-niscaya kita tidak akan mendengar lagi nama Prancis sebagai negara kita.
Emmanuel Macron, presiden Prancis tak terusik dengan olok-olok Charlie Hebdo dan membela bahwa kartun itu wujud kebebasan berespresi yang dihormati di negaranya. Namun yang menggelikan, Macron marah besar pada presiden Brazil, Jail Borsonaro saat menanggapi unggahan foto di Facebook yang membandingkan penampilan istri presiden Brazil, Michelle (37 tahun) dengan Brigitte (66 tahun) istri Macron. Briggitte tampak sangat tua dibandingkan dengan Michelle yang konon disebut-sebut sebagai istri pemimpin paling cantik di dunia dalam foto itu. “Jangan mempermalukan pria itu hahahahah,” tulis Bolsonaro. Macron bereaksi mengutuk komentar Bolsonaro. Tak pelak, kasus ini meningkatkan ketegangan antara Macron dan Bolsonaro.

Ada yang tidak kalah menggelikan dari sikap Macron atas presiden Brazil. Dialah orang Islam yang menilai sikap kaum muslimin berlebihan menanggapi karikatur Charlie Hebdo. Orang Islam disuruh mikir karena tidak ada yang tahu wajah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam itu seperti apa. Jadi, maksudnya, tidak ada itu olok-olok.

Bisa jadi, orang Islam yang menilai respon berlebihan kaum Muslimin itu tampak “keren” meskipun lebih pantas dikatakan sebagai pendapat “tidak tahu diri”. Bagaimana mungkin sosok Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, sosok yang dicintai seorang muslim melebihi cintanya pada diri sendiri dijadikan sebagai bahan olok-olok dan kaum Muslimin disarankan sebaiknya jangan marah?

Memang, tidak ada orang zaman ini mengenal persis seperti apa wajah Nabi shallallahu alaihi wa sallam secara fisik. Namun bukan tidak mungkin, kartunis Charlie Hebdo yang menggambar beliau itu sudah membaca terjemahan kitab Asy-Syamail al-Muhammadiyyah karya Imam Turmudzi yang mendeskripsikan secara jelas seperti apa wajah dan ciri-ciri fisik Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.  Ayolah! Janganlah jadi orang Islam yang lupa kacang pada kulitnya, lupa kebaikan baginda Muhammad shallallahu alaihi wa sallam  Sang Penyelamat yang diharap syafaatnya di hari kiamat. Anda tidak mungkin minta syafaat pada Macron dan Charlie Hebdo, buka? Mikir!

Semoga awak Charlie Hebdo mendapat hidayah menyusul Arnoud van Doorn.

Depok, 02 November 2020.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Three Cycles of Certainty

Peserta Kuliah Manajemen Kematian Komplek Griya Sasmita, Serua, Depok berpose dengan narasumber. Foto credit, Mas Mono. BISA jadi, teori kecerdasan ganda Howard Gardner dikagumi dalam kesadaran hidup. Gardner telah mengidentifikasi delapan kecerdasan: linguistik, logis-matematis, musikal, spasial, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, dan naturalistik . Gardner juga mempertimbangkan dua kecerdasan tambahan, eksistensial dan pedagogis . Teori Gardner banyak dibincangkan dan dipasangkan dalam teori belajar. Teori ini dianggap akademisi dan praktisi pendidikan sangat relevan dengan asumsi bahwa setiap peserta didik memiliki potensi kecerdasan berbeda tiap individu. Kecerdasan-kecerdasan di atas –sering disebut dengan multiple intelligences – di bangku sekolah dipandang penting untuk mengembangkan kecakapan hidup setiap peserta didik. Aplikasi dari teori ini berupa rancangan proses pembelajaran yang bisa menjangkau pengembangan kecerdasan paling dominan yang dimiliki peserta didik di

"MISTERI" DI BALIK "TARAWIH TERAKHIR"

Draft "Tarawih Terakhir" Kita harus mulai berpikir seperti sungai jika ingin meninggalkan warisan keindahan dan kehidupan untuk generasi mendatang." – David Brower. INI sepenggal kisah. Kisah tentang para pemburu pasir Ciliwung dalam draft buku “Tarawih Terakhir”. Semula, rencana buku ini akan diluncurkan pada 18 November 2021 saat 95 % buku sudah siap pada Agustus 2021. 18 November adalah “waktu keramat”, tepat saat Milad Muhammadiyah ke-109. Bagi warga persyarikatan, Milad itu seperti saatnya berjumpa kekasih. Senang, bahagia, dan semringah jadi satu. Akan tetapi, karena kendala teknis, momentum Milad akhirnya tidak bisa direngkuh. Ia berlalu. Rasanya, seperti ditinggalkan sang kekasih tercinta yang pergi tanpa pesan. Mengapa Milad? Ya, karena buku ini punya benang merah yang kuat dengan persyarikatan Muhammadiyah Ranting Pulo. Rekaman para pejuang penggali pasir Ciliwung untuk membangun masjid yang dulunya Langgar Pak Tua Naen. Masjid yang kelak dibangun mereka susah

2920 HARI

Ilustrasi Perempuan Berhijab. Foro Credit https://www.islampos.com/ TIGA hari lalu, saya dan istri begitu bahagia. Kabar tentang Vera membuat kami berdua semringah. Bagaimana kami tidak bahagia, Vera sudah sah menjadi seorang ibu. Vera sahabat istri saya, guru dari putra saya yang istimewa; Qurban Bayram Jaziila. Vera amat telaten mendampingi putra kami ini dengan segala keunikan Jaziila. Sewaktu duduk di kelas dua, sepatu melayang. Lain waktu, Vera dan Jaziila seperti rebutan tas, saling tarik. Pasalnya, Jaziila ngambek, dia tidak suka diberi PR dari Wali Kelasnya itu. 17 Juli esok, Jaziila sudah masuk SMA. Dia sudah berubah banyak. Dan, Vera diakuinya sebagai guru favorit saat ia kenang sekarang. Hanya saja, malam ini, raut wajah Jaziila tidak sesemringah seperti dia mengenang kelakuannya pada Vera semasa di SD dulu. *** TIGA hari berlalu kemarin, saya dan istri bergegas akan menjenguk Vera. Kami ingin merasakan aura bahagia bersama, juga bersama suaminya. Maka, meskipun sedikit cap