Sudah Mirip “Syi’ah”!! Pengkritik ini Ngedebrus di YouTube Menuduh Muhammadiyah Wahabi (Bag.4)




Tangkapan layar dari Channel YouTubeAaGuruTiGarut

Atau mungkin, AGTG umrah atau hajinya ke Karbala, kota sucinyan agama Majusi yang paling keras bisa sudah berhadapan dengan Wahabi. Ahahahahahah.

Di Darul Arqam, Angga cukup “beruntung”. Dia pernah menikmati beasiswa Kennedy-Lugar Youth Exchange and Study (YES) pada 2004 ke Amerika. Kurang apa coba? Darul Arqam berjasa mengantarkan dia bisa menginjak negeri Paman Sam. Andaikan dia tidak di Darul Arqam, belum tentu juga dia bisa ke sana, atau boleh jadi lebih beruntung dari sekadar hanya ke Amerika. Faktanya, saat di Darul Arqam lah AGTG berkesempatan menikmati YES sekaligus plesir ke luar negeri.

Program YES didirikan oleh Kongres Amerika pada Oktober 2002 sebagai tanggapan atas peristiwa 11 September 2001. Bersama siswa SMA atau sederajat dari berbagai negara di seluruh dunia, Angga salah satu santri dari pondok Muhammadiyah yang berkesempatan tinggal dan belajar di sana. Lumayan, selama satu tahun ajaran di negara yang mengaku paling demokratis dan getol gembar-gembor soal HAM, Angga mereguk udara Amerika tanpa bau amis darah rakyat Palestina.

Akan tetapi, informasi ini tidak terlalu penting. Boleh jadi malah mengenaskan. Hanya setahun AGTG singgah di Amerika dia sudah memahami budaya—program YES salah satunya mengajak peserta memahami budaya Amerika—negara pendukung Zionis Israel itu. Sementara, mengaku 12 tahun berkecimpung di IRM dan Muhammadiyah, Angga hilang adabnya pada Muhammadiyah.

Sebagai lulusan pondok Muhammadiyah, saat ini Angga atau AGTG menampilkan diri sebagai “anti Muhammadiyah” dengan menyerang manhaj atau cara beragama yang dianut Muhammadiyah dengan tuduhan-tuduhan gelo melalui channal YouTubnye AaGuru TiGarut,

Dalam beberapa video—selain video kasus jamaah di Palangkaraya yang memicu tulisan tanggapan ini— arogansi Angga telanjang bulat. Maka, siapa pun yang paham pada Muhammadiyah patut bertanya atas arogansinya itu, apa salah Darul Arqam Garut dan Muhammadiyah pada bocah ini dan Mazhab Syafi’i yang dianutnya?

Dalam video https://www.youtube.com/shorts/VnX3CVdB5UY, mulai menit 0:02 AGTG dengan sangat jemawa berani menyatakan, “ini masjidnya masjid Muhammadiyah nih, masjidnya masjid salafi itu udah gak boleh Syafi’iyah itu udah gak boleh bermakmum ke Muhammadiyah itu udah gak boleh udah gak boleh udah gak sama shalatnya bermakmum ke Salafi itu eh udah gak boleh shalatnya udah enggak sama ….”

Bolehlah dia benci pada Muhammadiyah. Mungkin, memang begitu seharusnya standar sikap sebagai penganut Syafi’i. Boleh jadi, anggapan shalat Muhammadiyah beda bahkan tidak bisa bermakmum padanya karena menganut Syafi'i karena Angga hanya bocah biasa. Dia belum tuntas menelaah kitab Al-Minhāj-nya karya Al-Imām An-Nawawi, matan ringkas fikih Madzhab Syāfi'i terpenting.

Akan tetapi, benci pada Salafi atau Wahabi dikaitkan dengan tidak boleh bermakmum, ini problem memalukan daripada benci pada Muhammadiyah. Lha, nanti bila umrah atau haji dan shalat di belakang imam Salafi Wahabi baik Masjidil Haram atau Masjid Nabawi, bagaimana? Kan, kedua masjid ini semua imamnya Salafi atau Wahabi?

Oh, boleh jadi, AGTG memang belum umrah atau belum haji. Atau, sudah umrah atau sudah haji, tapi shalat sendiri di hotel, tidak ikut jamaah di dua masjid mulia itu saat di Makkah atau Madinah. Jadi, dia selamat dari bermakmum kepada imam-imam Salafi atau Wahabi. Atau mungkin, AGTG umrah atau hajinya ke Karbala, kota sucinyan agama Majusi yang paling keras bisa sudah berhadapan dengan Wahabi. Atau ke Parung tempat hajinya kaum Ahmadiyah. Ahahahahahah, just kidding!😂😂😂😂😂

Tubikontinyu …

Ciputat, Lebaran lewat sebelas hari. Jum'at, 11 April 2025.

Sudah Mirip “Syi’ah”!! Pengkritik ini Ngedebrus di YouTube Menuduh Muhammadiyah Wahabi (Bag.3)

 

Tangkapan layar dari Channel YouTubeAaGuruTiGarut

Jadi kalo misalkan mao kentel-kentelan Muhammadiyah coba, ayo mau kentelan siapa masalah Muhammadiyah itu, ya. Saya itu dulu waktu di IRM, saya ya aktif kemudian waktu di pesantren saya itu di Darul Arqam, namanya Darul Arqom Muhammadiyah Daerah Garut itu

Dugaan saya, Angga Sugih Pragina dengan akun YouTubenya AaGuruTiGarut ( AGTG) ini santri non-Muhammadiyah yang mondok di Muhammadiyah Darul Arqam Garut. Baru dugaan, sih, tapi indikasinya cukup kuat.

Pertama, hampir tidak ada orang Muhammadiyah ashli—pake shaad—mengucap salam dengan tambahan “ta’ala” seperti yang diucapkan AGTG pada kalimat “warahmatullaahi”. Ehehehehe.

Dulu, sewaktu masih mahasiswa di satu lembaga milik NU, Dekan Fakultas Tarbiyah tiap kali menyampaikan sambutan atau orasi di hadapan mahasiswa baru, salamnya bahkan lebih panjang dari AGTG, “Assalamualaikum wa’alaikunna warahmatullaahi ta’ala wa barakatuh”. Kalimat “ta’ala”-nya sama fasihnya dengan ucapan AGTG. Ah, dugaan jenengan non-Muhammadiyah sudah bisa ditebak baru pada indikasi pertama.

Kedua, hampir tidak ada orang Muhammadiyah ashli menambahkan kata “sayyidina” saat bershalawat, baik dalam muqaddimah saat menyampaikan kata sambutan atau memulai ceramah umum, atau kajian formal dengan “allahumma shalli a’la sayyidnina Muhammadin”.

Meskipun Muhammadiyah tidak melarang menambahkan “sayyidina” sepanjang ia dilafalkan bukan dalam bacaan shalawat ketika shalat saat tasyahud atau shalawat saat berkhutbah, pujian “sayyidina” tidak digunakan. Ya, pujian demikian itu bukan brand Muhammadiyah.

Pujian dengan kata “sayyidina” itu sudah melekat di kalangan Nahdliyyin. Meskipun pujian “sayyidina” itu netral dan bisa diucapkan dari banyak kalangan, tapi ia sudah menjadi thabi’iyyah-nya Nahdliyyin di semua lokus, dari ujung barat sampai ujung timur. Dari ujung utara ke ujung selatan bumi di mana ada warga Nahdliyyin.

Ketiga, hampir tidak ada orang Muhammadiyah ashli menyebut Muhammadiyah dengan singkatan “MD”. Biasanya yang menggunakan singkatan “MD” untuk menyebut Muhammadiyah itu non-Muhammadiyah.

Di Kudus—mayoritas muslimnya warga Nahdliyyin—sering menggunakan singkatan “MD” untuk menyebut Muhammadiyah. AGTG dalam video https://www.youtube.com/watch?v=eNleCoPHajc&t=95s pada menit 6: 32 detik, ada menyebut idiom “MD” ini, lalu mengiringi sesudahnya dengan menyebut Muhammadiyah.

Ketempat, boleh jadi AGTG sudah “jadi Muhammadiyah”—enam tahun saat mondok di Arqom, enam tahun sesudahnya. Namun, setelah mengenal Asya’iroh Maturidiyah seperti yang disebutnya, AGTG seakan telah “murtad” dari Muhammadiyah, lalu kembali pada habitatnya semula. Ehehehehehe.

Maka, dengan empat indikasi ini, boleh jadi AGTG ini orang NU atau non-Muhammadiyah yang “nyasar” masuk pondok Muhammadiyah. Namun—sekali lagi—ini baru dugaan.

Etapi, dalam video tanggapannya “JAGAN MAIN2 DENGAN MUHAMMADIYAH; AKHIRNYA KENA TEGURAN TANPA REFERENSI. ‪@mimbarpersyarikatan‬”, seolah-olah dia masih Muhammadiyah dengan bahasa “hasil didikan Muhammadiyah”. Cek mulai menit ke-6: 43 dan seterusnya di: https://www.youtube.com/watch?v=29mO1X6ZBtc&t=436s

Bahkan, mulai menit ke-6:59 detik dalam video tanggapannya itu, AGTG nekat membanding-bandingkan kekentelan Muhammadiyahnya dengan @mimbarpersyarikatan.

Wa qaala AGTG : “... Jadi kalo misalkan mao kentel-kentelan Muhammadiyah coba, ayo mau kentelan siapa masalah Muhammadiyah itu, ya. Saya itu dulu waktu di IRM, saya ya aktif kemudian waktu di pesantren saya itu di Darul Arqam, namanya Darul Arqom Muhammadiyah Daerah Garut itu ….”

Ahahahahah … orang yang saya duga non-Muhammadiyah yang “nyasar” masuk pondok Muhammadiyah, baru pernah kenal Muhammadiyah 12 tahun terus kepincut Asya’iroh dan Mautridiyah, nekat adu kentel paling Muhammadiyah dengan ‪@mimbarpersyarikatan? Ini opo ora salah toh, lee, le. Ngisin-ngisini awakmu dewek.

‪@mimbarpersyarikatan itu lahir dari keluarga Muhammadiyah, sekolah dan kuliah di Universitas Muhammadiyah, pernah menjadi mahasantri Pondok Muhammadiyah Hajjah Nuriyah Shabran, pernah mengasuh dan mengajar di Pondok Muhammadiyah Darul Arqam Sawangan, mengasuh Panti Muhammadiyah, mengisi kajian-kajian di forum-forum Muhammadiyah di Boyolali, Jogja, dan sekitarnya sampai saat ini. Mbok ya, jenengan ngaca dulu toh leee, le.

Maka, menyimak narasi soal adu kentel siapa paling Muhammadiyah antara jenengan dengan @mimbarpersyarikatan, saya kok ngebayangin dongeng di dunia fabel. Jenengan itu ibarat fabel kucing yang terobsesi dan bertingkah layaknya seekor macan. Sang kucing mengaum keras menirukan auman raja hutan sambil menunjukkan taring dan kuku-kuku kakinya yang mungil di depan kerumunan warga hutan. Akan tetapi, auman itu terdengar di telinga semua warga hutan tetaplah suara kucing, “miaw! Miaw! Miaw!” Penduduk hutan pun tertawa ngakak, sedangkan si raja hutan buang angin sambil cembetut.😂

Tubikontinyu ...

Ciputat, Lebaran lewat sepuluh hari. Kamis, 10 April 2025.

Sudah Mirip “Syi’ah”!! Pengkritik ini Ngedebrus di YouTube Menuduh Muhammadiyah Wahabi (Bag.2)

Tangkapan layar dari Channel YouTubeAaGuruTiGarut


Jadi Muhammadiyah itu sekarang sudah fanatisme, sudah fanatik, karena kalau dikasih ilmunya bagus, tidak akan jadi fanatisme seperti ini …


Tampaknya, sikap AGTG kepada mang Didi itu dia jadikan background, bangunan narasi bahwa beginilah hasil dari didikan pondoknya saat itu—kalau tidak salah pondok Muhammadiyah Darul Arqam Garut. Bahwa dirinya dahulu menjadi fanatik, sedangkan dia baru kelas 1 Aliyah.

Bangunan narasi itu kasat rasa saat AGTG dalam paparannya mengakui bahwa dalam pemahamannya yang sekarang, bacaan —kemungkinan bacaan Al-Fatihahnya Mang Didi, bukan bacaan ikhtilat ayat yang berlainan surat— dari sisi fiqih dinilainya tidak salah.

Nah, di sini “carut wal marut” otak AGTG makin kentara. Background sikapnya pada Mang Didi ini lalu ditarik pada kasus jamaah di Palangkaraya itu. Maka pada menit ke 2:33 detik, AGTG menegaskan:

“Jadi Muhammadiyah itu sekarang sudah fanatisme, sudah fanatik, karena kalau dikasih ilmunya bagus, tidak akan jadi fanatisme seperti ini …”

Nah, saya kok, ya heran. Dari tampilannya, AGTG terkesan intelek. Background videonya saja rak berjubel literatur. Tapi, pandangannya soal makna ideal tentang fanatisme tidak sekaya koleksi literaturnya.

Maka, dalam konteks ini, AGTG gagal melihat makna faktual fanatisme dengan lebih luas layaknya seorang intelek yang berpikiran luas. Masa, menilai sikap fanatik hanya sejurus, yaitu kasus jamaah di Palangkaraya itu, lalu menyeret dan memvonis Muhammadiyah sudah jadi fanatik. Semangat sekali menjadikannya sebagai konten yang menempatkan dirinya sebagai sosok yang anti intoleran.

Bos, sikap fanatik personal itu ada di mana-mana. Jenengan kira Kyai Idrus Ramli tidak fanatik pada Aswajanya? Coba jenengan lacak video-video narasinya dalam menilai Muhammadiyah. Ada banyak kok narasinya tentang Muhammadiyah itu miring laksana menara Pisa. Apalagi kalau menilai Wahabi, waduh, Kyai Idrus sungguh-sungguh fanatik.

Lalu, apa Kyai Idrus merasa sikapnya salah dalam hal ini? Ya, tidak. Kyai Idrus sedang mengekspresikan sifat fanatiknya pada Aswaja. Boleh jadi, begitulah dahulu Kyai Idrus mendapat pengajaran di pondok tempatnya menimba ilmu.

“Pirtinyiinnyi”, apakah semua Kyai Aswaja sama penilaiannya pada Wahabi seperti penilaian fanatik Kyai Idrus?

Gak juga. Ada juga Kyai Aswaja yang tidak fanatik meskipun sedikit. Prof. Dr. H. Ahmad Zahro misalnya. Beliau punya pandangan lebih moderat. Coba simak videonya di sini: https://www.youtube.com/watch?v=4ScKbzS7rq8

Terus, Prof. Dr. H. Ahmad Zahro apa ya salah memandang Wahabi berbeda dengan Kyai Idrus? Ya, 'gak juga, sebab beliau sedang mengekspresikan sikap moderatnya saat beliau ditanya tentang problematika umat Aswaja menyikapi Wahabi.

Boleh jadi, karena saking cinta dan fanatiknya, ada juga kok Kyai Aswaja yang spektrum fanatiknya bukan lagi pada mazhab dan firqah, bahkan pada millat. Ada loh, seorang Kyai dengan sangat terbuka menyebut bahwa “Islam kita ini Islam sejati, bukan Islam abal-abal model Timur Tengah. Ini Islam sejati Islam Nusantara ini. Serius, serius …” Coba itu, gimana pandangan jenengan, AGTG?

Oh, ya AGTG. Saya tidak menutup mata bahwa ada personal warga Muhammadiyah yang jenengan nilai fanatik. Akan tetapi, sefanatik-fanatiknya personal atau kumpulan personal fanatikus Muhammadiyah, belum ada tuh yang sampai nekat membubarkan pengajian komunitas tertentu karena dianggap isi pengajian mereka tidak sesuai dengan paham agama menurut Muhammadiyah.

Saya juga tidak menampik bahwa jamaah di Palangkaraya itu fanatik. Tapi, adakah spektrum fanatik orang Muhammadiyah yang selebar Islam Sejati vs Islam Aba-Abal itu wahai engkau AGTG anak muda yang tampak intelek?

Maka, “carut wal marut” otak AGTG pada poin ini setidaknya ada dua hal. Pertama, menilai kasus fanatik personal jamaah Palangkaraya itu seolah kasus fanatik tunggal, padahal kasus yang serupa dalam konteks berbeda bisa terjadi di kelompok mana saja.

Kedua, menilai kasus fanatik personal yang sifatnya kasuistik itu sebagai karakter atau gambaran umum bahwa Muhammadiyah itu ya, begitu, sudah fanatik. Nah, dua hal ini jelas “carut wal marut” yang tidak bisa jenengan bantah.

Tubikontinyu ...

Ciputat, Lebaran lewat seminggu lebih dikit. Rabu, 09 April 2025

Sudah Mirip “Syi’ah”!! Pengkritik ini Ngedebrus di YouTube Menuduh Muhammadiyah Wahabi



Tangkapan layar dari Channel YouTubeAaGuruTiGarut

Saya waktu itu masih SD, masih SD, saya masih waktu itu masih, ee, apa masih mesantren, yaitu sekitar kelas 4, berarti kelas 1 Aliyah lah saya masih kelas satu Aliyahan kurang lebih terus di masjid saya …

Eheheheh … judul di atas modifikasi dari “SUDAH MIRIP WAHABI‼️WARGA MUHAMMADIYAH INI TERIAK2 DI MASJID” dari channel AaGuruTiGarut (seterusnya ditulis AGTG) (https://www.youtube.com/watch?v=eNleCoPHajc&t=95s)

Akan tetapi, meskipun judul tulisan ini modifikasi dan terkesan lucu-lucuan, ia tidak kehilangan ruh sungguh-sungguh. Sebab, dalam konteks menyejarah, Syi’ah dan Wahabi itu urusan serius. Pada ranah akidah dan politik, Syi’ah dan Wahabi sering diperhadapkan sebagai dua entitas yang berseberangan—dalam bahasa yang lebih vulgar ‘bermusuhan’ atau sukar bertemu dalam satu titik kesepahaman yang serius.

So, sekadar menyelipkan phrase, menurut Pizaro—jurnalis Anadolu Agency—bahwa Syiah memahami betul adanya sentimen anti Wahabi di kalangan Ahlussunnah. Jadi, paling tidak judul “Sudah Mirip “Syi’ah”!! Pengkritik ini Ngedebrus di YouTube Menuduh Muhammadiyah Wahabi” bisa mengimbangi judul narasi AGTG yang secara vulgar tercium bau-bau sentimen AGTG pada Muhammadiyah yang dituduhkan sebagai bukan Ahlussunnah, alias sudah mirip Wahabi. Begitu kira-kira.

Lebih dari itu, tulisan ini semacam tanggapan enteng-entengan atas narasi AGTG pada channel YouTube miliknya. Enteng-entengan maksudnya ‘gak serius-serius amat meskipun substansinya serius. Beda dengan Mimbar Persyarikatan yang punya aliran darah militansi bila sudah menanggapi persoalan seperti yang dipertontonkan AGTG.

Boleh jadi, sebagai dialektika, Mimbar Persyarikatan sudah memberikan koreksi atau tanggapan sangat rinci narasi "carut wal marut" AGTG. Lalu tanggapan itu ditanggapi lagi AGTG secara lebih "carut wal marut". Salut buat Mimbar Persyarikatan. Ahahahahah …

Saya ini penikmat narasi dengan struktur bahasa yang rapi, runut, dan logis. Sebaliknya, tak ada selera mendengar narasi dengan struktur bahasa tidak karuan kecuali terpaksa. Narasi AGTG dalam “SUDAH MIRIP WAHABI‼️WARGA MUHAMMADIYAH INI TERIAK2 DI MASJID” itu tidak karuan, tapi terpaksa ditonton dan didengerin.

Tidak karuan itu masih sopan dalam timbangan diksi saya. Sebaiknya saya pakai diksi “carut wal marut” saja untuk mengimbangi ketidaksopanan AGTG yang tidak dia sadari sedang menelanjangi kapasitas dirinya sendiri. Lagi pula, kasihan juga AGTG sudah bikin konten se-”carut wal marut” itu bila tidak dilirik walau hanya sepicing saja.

Eits, tunggu dulu! Saya tidak memaknai “carut marut” sebagai kata yang berarti perkataan keji atau kotor, atau segala jenis perkataan yang keji. Kata "carut-marut" juga bisa berarti segala coreng-moreng atau goresan yang tidak keruan arahnya. Nah, makna kedua ini yang saya maksud. Lalu supaya terkesan antik, “carut marut” saya plesetkan menjadi “carut wal marut.”

Kita mulai menanggapi “carut wal marut”-nya “SUDAH MIRIP WAHABI‼️WARGA MUHAMMADIYAH INI TERIAK2 DI MASJID”. Narasi AGTG ini menanggapi video yang banyak diunggah di Media Sosial, salah satunya dari akun https://www.youtube.com/shorts/TkNF-_R_0qo
milik @larosmediatv tentang seorang jamaah masjid yang memprotes bacaan Imam di Masjid Darul Arqam Palangkaraya pada malam 25 Ramadhan kemarin. Bacaan imam dianggap tidak sesuai tradisi Tarjih Muhammadiyah. Jamaah ini menuduh imam membawa tradisi HTI.

Tulisan ini bukan untuk membahas sikap jamaah di Palangkaraya itu. Memang, sikap jamaah itu tidak bijak. Sikap itu bukan cermin paham agama yang dianut Muhammadiyah umumnya. Hanya saja, sikap jamaah ini disimpulkan oleh AGTG sebagai paham Muhammadiyah secara umum. Nah, di sini “carut wal marut” otak AGTG dimulai sejak dari alam ide.

Saya akan mulai dari narasi AGTG pada menit ke 2.44 detik. Narasi AGTG ini dibangun untuk menjelaskan sikapnya yang pernah menghalangi Mang Didi yang hendak menjadi Imam shalat. Mang Didi ini dinilai AGTG tidak layak jadi imam di masjid kampungnya. Pasalnya, bacaan Mang Didi suka bercampur-campur antara bacaan satu ayat dalam satu surah dengan ayat yang lain jadi tidak dalam satu surah tidak runtut. Kata AGTG:

“Saya waktu itu masih SD, masih SD, saya masih waktu itu masih, ee, apa masih mesantren, yaitu sekitar kelas 4, berarti kelas 1 Aliyah lah saya masih kelas satu Aliyahan kurang lebih terus di masjid saya …”

Coba tebak, waktu kejadian menghalangi Mang Didi itu AGTG masih SD atau masih mesantren kelas 1 Aliyah?

Dugaan logis saya, AGTG ada pada masa mesantren kelas 1 Aliyah. Sebab, kecil kemungkinan anak SD sudah paham bacaan imam yang bercampur-campur ayat dalam surah yang berbeda. Anak pesantren kelas 1 Aliyah, boleh lah ia sudah paham soal ini. 

Di sini belum ada “carut wal marut” yang fatal dari narasi AGTG. Ini hanya soal ingatannya yang agak kendor mengingat kejadian perlakuannya pada Mang Didi. Dari SD ke Aliyah itu melompati masa SMP atau MTs. Bila AGTG saat itu duduk di kelas enam, durasi memory gaps-nya tiga tahun. Bila saat itu AGTG baru kelas empat atau kelas lima, wah, tambah panjang.

Akan tetapi, ini bukan substansi. Ini soal ingatan yang kurang akurat saja, agak kendor. Andaikan AGTG berkata, “ Saya waktu itu masih Aliyah, masih Aliyah, saya masih waktu itu masih, ee, apa masih mesantren, yaitu sekitar kelas 4, berarti kelas 1 Aliyah lah saya masih kelas satu Aliyahan kurang lebih terus di masjid saya …,” masih oke lah. Paham, ya?

Ah, soal memory gaps segitu saja dipermasalahkan. Nah, justru dari sini “carut wal marut” otak AGTG saling berjalin berkelindan dengan narasi pada detik-detik berikutnya. Gak percaya? Tunggu lanjutannya.

Tubikontinyu ….

Depok, Lebaran lewat seminggu. Selasa, 08 April 2025